Sopir tersebut tampak pucat pasi dan dengan cepat berkata, “Jangan, jangan! Aku telepon! Aku telepon!”Melihat raut ketakutan lelaki itu membuat Yuna merasa sedikit penasaran dan bertanya, “Ini apa? Memangnya kalian meletakkan apa di dalam sini?”Sang sopir tidak berbicara dan Yuna berpura-pura hendak menusuk jarum tersebut pada lelaki itu. Dia mencoba menghindar dan berkata, “I-itu salah satu obat terlarang.”Ekspresi Yuna langsung berubah. Dia menginjak tubuh lelaki itu dan berkata, “Bisa-bisanya kalian memiliki barang begini!”“Aaahh!” rintih lelaki itu dan memuntahkan darah. Kenapa selalu dia yang dihajar?“Bu-bukan punya kami. Ini barang yang dikasih majikan kami. Katanya harus disuntikkan ke tubuhmu baru kamu bisa nurut. Uhuk, uhuk!”Darah segar menyembur keluar bersamaan dengan batuk lelaki itu.“Hahaha! Nurut!” kata Yuna dengan penuh penekanan. Dia seperti masuk ke sebuah dunia neraka. Sorot mata perempuan itu seperti bisa membunuh seseorang.“Ampun … ak-aku beneran nggak tahu.
“Kamu mau aku bilang apa?” tanya lelaki kacamata itu pada Yuna. Kacamata lelaki itu masih belum terlepas, hanya sedikit miring saja. Melihat itu membuat Yuna risih dan terganggu. Dia mengulurkan tangannya untuk melepas kacamata lelaki itu dan detik selanjutnya langsung mengerti kenapa Ernes mengenakan kacamata. Lelaki itu kehilangan sebelah matanya.Hanya ada sebuah mata yang menatapnya, sedangkan sebelahnya lagi tidak ada binar sama sekali, lelaki itu buta sebelah. Karena kacamatanya diambil, sebelah matanya memancarkan amarah yang begitu nyata. Akan tetapi dia terjebak dan tidak bisa berbuat apa selain memberontak.“Kamu tinggal bilang kalau waktu menyuntikkannya ke aku, kadarnya terlalu berlebihan dan aku mati. Minta dia segera datang,” ujar Yuna. Karena orang itu hanya mau dia menurut, berarti artinya orang itu mau mengendalikannya dan bukan menginginkan nyawanya. Kalau dia mati, orang itu pasti akan bergegas datang untuk melihat keadaan.“Kalau aku bilang, kamu bisa melepaskan kam
Kalau sang sopir masih bisa bergerak, kemungkinan dia akan jatuh tersungkur di tanah. Dia tidak percaya kata-kata keji itu keluar dari mulut perempuan yang ada di hadapannya. Apalagi perempuan itu tersenyum ketika mengatakannya.Yuna melanjutkan kembali kata-katanya, “Tapi aku nggak ada pengalaman, jadi nggak tahu harus sekuat apa ketika menancapkannya. Lebih atau kurang seharusnya kalian juga nggak masalah kan?”“Jangan, jangan ….”Sudut mata lelaki berkacamata itu berkedut, tetapi dia tetap berkata, “Kamu pikir kami akan takut?”“Oh? Kalian nggak takut? Bagus kalau nggak takut, bagaimana pun kalian juga lelaki dan bukan perempuan,” balas Yuna sambil menganggukkan kepalanya.“Ngomong-ngomong ada satu lagi, kalian pernah dengar istilah penyiksaan tahanan?”Mereka belum pernah dengar dan juga tidak ingin mendengarnya. Akan tetapi jeritan hati mereka tidak didengar oleh Yuna dan juga tidak dipedulikan oleh perempuan itu. Dia lanjut berkata, “Diikat dengan dua tali tambang besar dan masih
Santo melirik Yuna sekilas kemudian dengan suara keras dia berkata, “Mana aku tahu seberapa banyak kadar untuk satu hari atau dua hari?! Orangnya sudah kami tangkap juga! Siapa suruh kalian nggak langsung mengambilnya! Jangan banyak bicara! Katakan apa yang harus kami lakukan?!”Sepertinya orang di seberang telepon juga tampak emosi. Dia diam sesaat dan bertanya, “Di mana bos kalian?”“Bos ….” Lelaki itu tampak berpikir sesaat dan kembali menjawab, “Bos lagi cek kondisi Yuna masih bisa diselamatkan nggak. Kamu buruan datang ke sini saja.”Setelah itu Yuna langsung memutuskan panggilan telepon.“Apa yang aku lakukan benar kan?” tanya Santo dengan hati-hati. Dia benar-benar tidak berani membuat perempuan di hadapannya ini emosi.Yuna meliriknya sekilas kemudian mendengus dingin sambil bangkit berdiri dan berkata, “Kalian bertiga diam di sini dengan tenang, nanti aku akan bereskan kalian lagi!”***Brandon memesan tiket paling awal karena berpikir akan segera bertemu dengan Yuna. Namun te
“Ponselku di mana?” tanya Yuna pada ketiga lelaki itu saat masuk kembali ke kamar. Dia tidak bisa mengirimkan pesan pada perusahaan dan juga Brandon tanpa ada ponselnya. Meski Brandon masih tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, lelaki itu pasti akan panik jika tidak bisa menghubunginya.“Aku nggak tahu,” kata Santo.“Hmm?” Yuna seperti sedang mengancam lelaki itu. Dia menatap Santo dengan sorot dingin dan tajam.Tatapan Yuna mampu membuat Santo menggigil dan berkata, “Aku beneran nggak tahu. Aku hanya bertugas mengemudi saja. Sebenarnya aku juga nggak melakukan apa pun.”Yuna melihat lelaki itu yang sepertinya tidak berbohong. Tatapannya beralih pada lelaki berkacamata sekilas kemudian langsung berjongkok di hadapan lelaki brewok dan bertanya, “Di mana ponselku?”Lelaki brewok hanya meliriknya sekilas dan tidak berkata apa pun.Dia sudah bertahan cukup lama dalam keadaan tidak bergerak dan tidak berbicara. Selain bola matanya yang terus bergerak, dia sama seperti orang cacat. Dul
Yuna berdiri di depan jendela dan melihat sebuah mobil hitam yang melaju kearahnya dalam kegelapan. Mobil itu terlihat biasa saja dan bahkan terlihat sudah berumur. Oleh karena itu mobil tersebut tidak terlihat menarik perhatian.Mobil melaju dengan cepat dan berhenti di depan rumah kayu. Pintu terbuka dan orang tersebut melompat turun sambil berlari ke depan pintu sambil berseru, “Santo, Santo!”Yuna melihat ke arah Santo yang mendadak tampak gusar. Perempuan itu tersenyum miring dan menoleh lagi ke luar pintu. Orang di lantai satu itu berdiri di depan pintu sambil mengetuk pintu dan mengumpat.“Bodoh! Cepat buka pintunya! Kalian masih mau uang nggak?!”Dari suaranya dan juga bentuk tubuhnya, Yuna langsung mengenali siapa orang tersebut. Tidak aneh kalau dia pelakunya. Ternyata orang ini kenal dengan penjahat seperti mereka ini.“Nurut!” kata Yuna sambil menunjuk mereka dengan pisau yang mengalirkan darah. Setelah itu dia turun ke lantai bawah untuk membuka pintu.Orang tersebut rela
“Sekarang kamu ada hak untuk bertanya padaku?” kata Yuna sambil menginjak punggung lelaki itu dan berkata lagi dengan dingin, “Bilang! Apa yang mau kamu lakukan?!”“Aku ….” Dia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya bersamaan dengan muntahan darah. Sekarang lelaki itu sudah tidak merasa takut lagi. Dia mengucapkan apa yang ada di dalam hatinya.“Siapa yang memerintahmu? Tanya Yuna dengan mata menyipit. Tekanan di kakinya juga semakin kuat.“Valerie? Atau Logan? Atau masih ada orang lain?”Kalau hanya dua orang itu saja, maka semuanya lebih mudah. Akan tetapi kalau orang lain, dia harus memikirkan lagi apa tujuan orang itu.“Nggak ada, aku hanya ingin bermain-main denganmu! Apa yang diagungkan dari kamu yang merupakan seorang janda? Kenapa kamu nggak bisa tidur denganku? Aku bisa jamin karir kamu di dunia peracik-“Sebelum ucapannya selesai, Yuna mengangkat kakinya dan menginjaknya dengan kuat hingga membuat lelaki itu memuntahkan darah.“Berengsek!”Dia benar-benar orang paling
Hampir di waktu yang bersamaan terdengar suara teriakan lelaki brewok. Lelaki berkacamata yang berada tidak jauhnya melihat tangan lelaki brewok yang tertusuk hingga tembus dan membuat pistol di tangannya terjatuh. Wajahnya mendadak langsung berubah pucat pasi.Bukan hanya karena melihat kondisi mengenaskan bos nya, tetapi karena pisau tadi melintas tepat di samping telinganya. Dia bahkan bisa merasakan sedikit perih dari kulit telinganya yang tergores pisau itu. Perasaan tersebut seperti baru saja selamat dari kematian.Awalnya lelaki brewok menggunakan tangannya yang tidak terluka untuk menembak. Sekarang kedua tangannya sudah terluka dan membuatnya kesakitan hingga berteriak histeris dan semakin menggila, “Aku mau bunuh kamu!”Lelaki itu berteriak dengan kedua tangan yang sudah tidak berfungsi dan juga pistol yang sudah jatuh. Hanya matanya yang memancarkan kemarahan menatap lelaki berkacamata yanh masih berdiri sambil berkata, “Bunuh dia! Bunuh dia!!”“Aku ….” Beberapa saat yang la
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta