Setelah berguling-guling di atas kasur dengan pikiran yang kalut, akhirnya Yuna tak kuat lagi dan membuka chat-nya dengan Brandon. Di era modern seperti sekarang apa wanita masih harus jual mahal? Kalau memang Yuna yang merindukan Brandon, untuk apa dia harus menahan diri?!Yuna pun mengirimkan pesan singkat sebanyak tiga kata yang berisi “Aku sudah sampai!”Namun apa yang Yuna rasakan setelah mengirim pesan tersebut malah seperti sedang tenggelam di lautan yang sangat dalam. Dia tidak mendapatkan balasan apa pun, bahkan sekadar emoji saja tida ada.Yuna merasa malu menatap tiga kata yang baru dia kirimkan tadi. Padahal dia sudah berinisiatif mengabari Brandon, tapi Brandon hanya mengabaikannya!Di tengah perasaan galaunya itu, tiba-tiba ponsel Yuna berbunyi dan terlihat nama Brandon tampil di layar. Spontan, Yuna pun hendak menekan tombol itu menerima panggilannya, tapi ketika jarinya hampir menyentuh layar, tiba-tiba dia berhenti.Tidak bisa! Kalau Yuna buru-buru mengangkatnya, bukan
“Di dalam koper kamu ada kartu hitam. Kartu itu nggak ada PIN-nya, kamu pakai saja.”Yuna kaget tidak menyangka Brandon akan berkata seperti itu. Dia pun buru-buru bangun dari kasur dan mencari kartu itu di kopernya, dan benar saja, dia menemukan sebuah kartu berwarna hitam dengan garis tipis berwarna keemasan. Dari penampilan kartunya saja, Yuna tahu kalau ini bukan kartu biasa.“Kapan kamu masukkin kartunya ke koperku?” tanya Yuna.“Itu nggak penting, kamu tinggal pakai saja. Jangan terlalu sering keluar. Ingat untuk tidur dan makan yang benar. Kamu harus jaga diri selama aku nggak ada.”Ucapan itu benar-benar membuat Yuna terharu. Dari kecil Yuna selalu dididik untuk mandiri, tapi sekarang dia sudah punya seseorang yang selalu perhatian padanya seperti menanyakan apakah Yuna sudah makan dan sebagainya.“Iya, kamu juga,” balas Yuna, tanpa menyadari suaranya terdengar begitu lemah lembut.“Oh ya, katanya panitia acara ini yang namanya Will bakal datang. Dia agak nyusahin orangnya. Kal
Bahkan Yuna sendiri juga cukup terkejut dengan kejadian yang dia alami sendiri. Teman Yuna bisa dibilang tidak terlalu banyak, tapi bisa-bisanya dia bertemu dengan temannya di negara orang lain, dan ternyata dia memiliki peran yang begitu penting.“Mungkin ini karma baik, anggap saja ini sesuatu yang kamu tuai dari bibit yang kamu tanam dulu.”Apa pun itu, yang jelas sekarang Brandon merasa lega karena dengan adanya hubungan antara Yuna dengan Lisa, seharusnya Will tidak akan terlalu mempersulit Yuna.“Apanya yang karma baik! Justru sekarang masalahku jadi makin rumit. Mau aku menang atau kalah, dua-duanya sama-sama nggak menguntungan.”“Kamu takut?” tanya Brandon sambil memutar kursinya ke belakang. Di hadapannya terdapat sebuah kaca besar yang membentang dari atap sampai lantai. Di balik kaca itu terlihat sebuah pemandangan kota di malam hari yang sangat luas. Waktu sudah mendekati tengah malam, tapi Brandon tidak ada niat untuk pulang ke rumahnya karena dia hanya akan merasa hampa t
Spontan, gadis itu berhenti dan menolehkan senyumannya ke arah Brandon sambil berkata, “Oke, pintunya nggak aku tutup.”Dia pun kembali ke meja dan membuka kantung berisi kotak makan besar yang tadi dia taruh di atas meja.“Kalau sudah fokus kerja, kamu sudah nggak peduli lagi sama yang lain. Aku tahu kamu pasti belum makan, ‘kan?”Seketika melihat segelas kopi yang ada di depan Brandon, dia pun langsung membuang semua isinya dan berkata, “Minum kopi pas perut kosong nggak bagus. Kamu ini, ya, memang nggak bisa jaga diri sendiri!”Di dalam kotak makan yang dia bawa ada nasi beserta lauk pauk yang masih hangat. Tak hanya warna makanannya yang menggugah selera, tapi aromanya juga sangat menggoda.“Aku sudah bikinin iga asam manis kesukaan kamu, terus ada juga ayam suwir, ayo dimakan,” ujar gadis itu dengan wajah yang ramah sembari menyiapkan segala macam peralatan makan di atas meja.“Ini semua kamu yang masak?” tanya Brandon.“Iya, ayo cobain.”“Kamu yang masak?”Brandon mengulangi pert
Sharon tidak pernah menutupi perasaannya bahwa dia menyukai Brandon. Tak peduli sudah ditolak berapa kali, Sharon tidak pernah menyerang menyatakan perasaannya pada Brandon. Di mata Sharon, meski sudah ditolak, sampai sekarang belum ada wanita lain yang dekat dengan Brandon, jadi dia berpikir mungkin Brandon juga tertarik dengannya, tapi Brandon tidak bisa mengungkapkan perasaan dia yang sesungguhnya karena sudah menganggap Sharon seperti adiknya sendiri.Keyakinan itulah yang membuat Sharon terus berjuang. Dia yakin suatu saat nanti Brandon pasti akan tersentuh dengan kegigihannya dan mau menjadi kekasihnya.“Ya sudah. Aku cuma kangen sama kamu karena kita sudah lama nggak ketemu. Kamu jangan galak-galak, ya? Orang sudah bawain makanan buat kamu jauh-jauh. Kalau memang nggak mau ya sudah, tapi nggak usah marahin aku.”Terlihat ada air yang membasahi kedua bola mata Sharon dan bisa menetes kapan saja.“Kamu sudah bukan anak kecil lagi, jadi jangan suka berbuat seenaknya saja. Kamu kan
Tebakan Brandon tetap sasaran. Di saat itu juga Yuna sedang bersiap untuk makan malam. Awalnya Yuna tidak ada niat untuk mencari makanan yang spesifik. Asal pesan makanan apa saja sudah cukup, yang penting makan. Akan tetapi, rekomendasi yang Brandon berikan justru membangkitan minatnya.Bagi Yuna, kebahagiaan hidupnya selain meracik parfum adalah makan makanan enak. Tadinya Yuna berniat mengajak Reni untuk makan bersama, tapi mengingat sifatnya yang rewel, lebih baik pergi sendiri saja agar telinga Yuna tetap sehat. Paling-paling Yuna bungkus saja makanan untuk dia.Alhasil, Yuna pun memutuskan untuk pergi sendiri. Dia memanggil taksi dan memberi tahu lokasi restoran ke sopir taksi. Sebenarnya Yuna bisa berbahasa Prancis, jadi dia tidak mengalami kendala ketika harus berkomunikasi meski hanya sendirian di sini, hanya saja tidak banyak orang yang tahu, termasuk Logan. Dia tidak perlu tahu kalau Yuna sesungguhnya bisa bahasa Jepang dan Jerman juga.Yuna memiliki daya tangkap yang baik d
Di samping gadis itu juga terdapat seorang anak laki-laki berusia sekitar lima atau enam tahun sedang menyantap makanannya menggunakan pisau dan garpu. Penampilannya terlihat sangat berkelas tapi juga menggemaskan.Mungkin karena merasa dirinya sedang diperhatikan, anak itu pun mendongak dan menatap balik ke arah Yuna sambil tersenyum. Dia tampak malu-malu tapi tetap terlihat sopan. Melihat anak yang menggemaskan itu, tiba-tiba saja Yuna teringat dengan apa yang pernah Brandon katakan padanya dulu.Saat Yuna membawa pulang sepasang ukiran kayu berbentuk anak kecil, Brandon mengira Yuna sudah ingin punya anak, satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Saat itu Yuna menganggap omongan Brandon terlalu mengada-ada, tapi setelah dipikir-pikir kembali, kalau mereka punya anak … pasti akan sangat menggemaskan.Tanpa sadar Yuna menyunggingkan senyum tipis di wajahnya dan mengambil foto makanan dengan ponsel, lalu mengirimkannya kepada Brandon, disertai caption yang bertuliskan, “Racun.”Ter
Ketika Yuna memeriksa kondisi fisik Nathan, bagian wajah, leher, serta seluruh punggungnya sudah basah kuyup karena berkeringat. Kaki dan tangannya juga terus mengejang,dan tidak hanya itu, wajahnya muncul bintik-bintik kecil berwarna kemerahan.“Kayaknya alergi makanan,” kata Yuna seraya membuka kancing kerah bajunya.“Kamu ngapain?! Siapa kamu, jangan sentuh anakku sembarangan!” teriak ibunya Nathan seraya menarik lengan Yuna dengan kuat.“Ini gejala alergi. Kalau nggak segera ditangani, nyawanya bisa terancam!” ujar Yuna kepada Lisa yang masih termangu tanpa sedikit memedulikan ibunya Nathan yang sedang marah-marah.Lisa langsung tersadar seketika dia mendengar sahutan Yuna, dan dia segera melerai wanita itu, “Helen, dia temanku. Dia lagi berusaha nolongin Nathan, kamu nggak usah panik.”Mungkin karena memang tadi terlalu panik, nasihat dari Lisa untungnya berhasil menenangkan Helen. Meski dia masih menangis, setidaknya dia tidak lagi berupaya menghentikan apa yang sedang Yuna lakuk