Valerie bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh Logan. Lantas, dia pun segera membuka selimut dan mencubit kakinya, “Nih, lihat. Nggak diamputasi. Tenang saja, kamu masih sehat!”“Tenang? Aku justru nggak tenang sama kamu!”“..., aku ngerti. Sekarang kamu pasti benci banget sama aku. Bahkan kamu mungkin nggak sabar mau bunuh aku! Tapi aku nggak ada niat buat berbohong. Aku beneran punya alasanku sendiri! Aku begini demi masa depan kita juga. Aku tahu dampaknya buat kamu pasti parah banget, kamu mau mukul aku atau ngapain, terserah, tapi sekarang kamu harus tenang dulu. Jangan sampai kamu malah merusak badan sendiri, oke?”Suara Valerie terdengar begitu lembut seperti biasa, dan sorot matanya juga penuh dengan perhatian dan penyesalan. Logan memang tidak berkata apa-apa, tapi dari mimik wajahnya terlihat dia seperti meminta Valerie untuk pergi.“Kamu nggak tahu betapa hancurnya aku waktu dengar kamu kecelakaan! Aku benar-benar takut kehilangan kamu! Logan, aku nggak mau kehilangan
“Kamu yakin sudah nggak ada masalah lagi sama formulanya?”Suara Logan masih terdengar agak serak, bahkan untuk berbicara sepatah kata saja tenggorokannya terasa sakit dan tak bertenaga. Meski dia masih tidak mau menatap langsung Valerie ketika berbicara, setidaknya bagi Valerie ini sudah lebih baik.“Iya. Sebenarnya kemarin malam aku sama dia lagi coba betulin formulanya. Aku nggak mau terlalu banyak orang ikut campur, makanya aku ….”Valerie berniat meluruskan situasi, tapi penjelasannya itu terdengar sangat menusuk telinga bagi Logan. Logan sudah berusaha untuk tidak memikirkan hal itu, tapi kata-kata “aku sama dia” dan “kemarin malam” bagaikan menusuk ke setiap ujung selnya yang terdalam.Setelah menarik napas dalam-dalam dan mengepalkan tangannya, Logan pun berkata, “Nggak usah ungkit-ungkit soal kemarin malam!”“..., sebenarnya aku juga nggak berniat nyakitin kamu kayak begini. Tapi karena kamu sudah tahu, sekalian saja aku jelasin. Tapi kamu nggak bisa ngebantah kalau cowok yang
Mereka berdua sepakat untuk pergi ke pantai, tapi dengan dua alasan yang berbeda. Sebagai orang yang terlahir di kota daratan, sejak dulu Stella belum pernah melihat laut lepas, makanya dia ingin sekali pergi ke pantai untuk melihat seperti apa laut yang sesungguhnya dengan mata kepala dia sendiri. Berbeda dengan Yuna yang ingin pergi ke pantai untuk mencari inspirasi.Yuna pernah pergi ke pantai dulu, tapi saat itu dia masih kecil sehingga memori yang tersisa di kepalanya sudah mulai pudar. Mungkin dia bisa mendapatkan sesuatu yang baru jika pergi ke pantai lagi. Destinasi wisata sudah ditetapkan, dan waktu keberangkatan juga sudah diajukan ke Brandon. Sekarang mereka tinggal mencocokkan jadwal dengan Edith, tapi selain itu sudah tidak ada kendala lain lagi.Setelah mereka berdua selesai membicarakan hal tersebut, situasi menjadi hening sesaat. Stella mengeluarkan ponselnya dan tiba-tiba menatap Yuna. Dia beberapa kali ingin memulai pembicaraan tapi tidak tahu harus bagaimana mengatak
“Sembarangan!” seru Yuna sambil menotok dahi Stella.“Haiya, di dunia ini memang ada yang begituan, cuma kadang susah buat dijelasin! Aku rasa ini gara-gara dia sering jahat sama orang, makanya dia dihukum.”“Ya sudah, aku bayar dulu, dasar kamu ini tukang gosip!”“Aku nggak ngegosip. Yang namanya hidup itu harus ada sedikit hiburan!”Ketika Yuna berdiri, dia melihat di ponselnya Stella masih terpampang berita terkait kecelakaan yang dialami Logan. Apakah Logan … memang mendapatkan karma? ***Setelah berpisah dengan Stella, Yuna pergi berjalan-jalan sebentar untuk melihat ada barang menarik apa yang bisa dia beli, sekalian menghabiskan waktu santai yang jarang-jarang bisa dia dapatkan. Di suatu jalan yang khusus menjual barang-barang antik tentu ada juga yang menjual barang palsu, dan semua itu bergantung kepada pengamatannya sendiri.Setelah menelusuri dua buah jalan yang cukup panjang, ada sebuah toko kecil tanpa papan nama yang menarik perhatian Yuna. Tokonya tidak besar, tapi bara
“Hus, hus. Kalau nggak mau beli, pergi sana! Jangan ganggu kerjaanku!”Orang itu bilang jangan mengganggu pekerjaannya, bukan mengganggu bisnisnya. Pemilik toko yang unik seperti ini memang menarik. Namun semakin dia seperti itu, semakin terpancing pula Yuna.“Siapa bilang aku nggak mau beli. Aku cuma belum ketemu barang yang aku suka.”“Tokoku nggak ada barang yang kamu suka, cepat pergi!”Baru pertama kali ini Yuna melihat pemilik toko yang mengusir pelanggannya. Ketika Yuna baru saja ingin berbicara, tiba-tiba dia melihat seorang pria tua keluar dari dalam dan memaki orang itu, “Ngusir orang lagi kamu?! Sudah nggak mau kerja di sini?! Kalau nggak mau kerja, pergi sana!”“Aku ….”Pria yang tadi marah-marah seketika menciut nyalinya.“Oh, ternyata kamu bukan yang punya toko …,” ucap Yuna.“Kamu ….”Emosi pria itu menyulut karena dipermalukan di depan orang lain oleh bosnya sendiri, tapi seketika itu juga ….“Mau ngomong apa lagi kamu?! Sudah kubilang berkali-kali kalau ngomong sama pe
“Kayunya punya aroma yang khas. Terus, aroma di toko ini juga banyak macamnya. Kayu yang dipakai pasti bermacam-macam, ya?”Si pemilik toko juga awalnya bingung, tapi setelah mendengar penjelasan dari Yuna, dia pun mengerti apa yang dimaksud, “Oh! Ternyata kamu seprofesi juga, ya! Bahan yang kami pakai di sini semuanya dibikin dari kayu cendana dan kayu kamper kualitas tinggi, terus ada juga kayu hitam, kayu sonokeling … pokoknya kayu apa pun semuanya ada. Kamu mau yang dari bahan apa? Kalau masih kurang puas, kami juga terima pesanan, tapi harganya tentu ….”“Kalian bisa terima pesanan custom juga?”“Bisa! Yang namanya pelanggan pasti kebutuhan dan kayu kesukaan masing-masing. Toko ini memang kecil tapi kami sanggup memenuhi kebutuhan pelanggan. Soal harga memang sedikit lebih mahal, tapi ada harga ada barang.”“Benar juga. Yang pesan custom banyak?”“Banyak sih nggak terlalu, tapi adalah beberapa dalam satu tahun, toh mereka juga ….”Ucapan si pemilik toko terhenti di tengah-tengah k
Melihat calon pelanggannya nyaris kabur, si pemilik toko pun segera menyelanya, “Tunggu. Non kalau mau dia yang bikin, semua bisa diatur. Saya jamin produk yang dibuat pasti hasilnya memuaskan!”“Bos, aku ….”“Diam kamu! Kalau kamu nggak mau kerjain, nggak usah datang lagi!”“.…”Yuna pun membayarkan deposit dan mendatangi barang yang sedang dikerjakan oleh si pemuda. Dia membungkuk untuk mengambil beberapa potongan yang ada di lantai dan bertanya, “Pak, ini aku boleh bawa pulang?”“Boleh, ambil saja!” jawab si pemilik toko, berpikir kalau itu hanyalah sisa-sisa serpihan kayu biasa.Tak jauh setelah Yuna pergi dari toko tersebut, dia mendengar ada suara langkah kaki yang mengikutinya di belakang. Yuna berhenti, dan suara langkah kaki itu juga ikut berhenti. Yuna tersenyum dan kembali berjalan, lalu dengan cepat berbelok di tikungan dan menunggu di sambil membelakang tembok. Sesuai dugaan, tak lama dia melihat sosok yang tadi mengikutinya sedang celingukan.“Nyari kau?”“.…”Berhubung a
Pemuda itu sempat terdiam selama beberapa saat, tapi dia menjawab pertanyaan itu dengan tegas, “Iya! Ada masalah?”“Nggak! Kalau memang begitu, aku mau pakai jenis kayu ini. Untuk bentuknya sekarang aku masih belum kepikiran, nanti aku kasih tahu bos kamu kalau sudah kepikiran.”“Nggak bisa!” jawab pemuda itu tergesa-gesa. “Aku nggak tahu kamu mau bikin seberapa besar, tapi bahannya pasti nggak bakal cukup.”“Kalau nggak cukup ya nggak masalah. Tinggal minta bos kamu masukkin lagi saja. Soal itu kamu nggak usah pusing, biar bos kamu saja yang pikirin.”“Tapi … stok di pabrik kayu juga sudah nggak cukup. Pokoknya kalau mau pakai kayu ini sudah nggak bisa.”Dari cara dia berbicara, Yuna merasa ada sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan, jadi Yuna juga tidak mau memaksanya. Yuna hanya tersenyum tipis dan berkata padanya, “Dik, kamu bohong, ya.”“Dik, umur kita paling cuma beda berapa tahun!” seru pemuda itu yang tidak suka dirinya dipanggil seperti itu, “Pokoknya kayu ini nggak bisa dipaka
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta