Melihat calon pelanggannya nyaris kabur, si pemilik toko pun segera menyelanya, “Tunggu. Non kalau mau dia yang bikin, semua bisa diatur. Saya jamin produk yang dibuat pasti hasilnya memuaskan!”“Bos, aku ….”“Diam kamu! Kalau kamu nggak mau kerjain, nggak usah datang lagi!”“.…”Yuna pun membayarkan deposit dan mendatangi barang yang sedang dikerjakan oleh si pemuda. Dia membungkuk untuk mengambil beberapa potongan yang ada di lantai dan bertanya, “Pak, ini aku boleh bawa pulang?”“Boleh, ambil saja!” jawab si pemilik toko, berpikir kalau itu hanyalah sisa-sisa serpihan kayu biasa.Tak jauh setelah Yuna pergi dari toko tersebut, dia mendengar ada suara langkah kaki yang mengikutinya di belakang. Yuna berhenti, dan suara langkah kaki itu juga ikut berhenti. Yuna tersenyum dan kembali berjalan, lalu dengan cepat berbelok di tikungan dan menunggu di sambil membelakang tembok. Sesuai dugaan, tak lama dia melihat sosok yang tadi mengikutinya sedang celingukan.“Nyari kau?”“.…”Berhubung a
Pemuda itu sempat terdiam selama beberapa saat, tapi dia menjawab pertanyaan itu dengan tegas, “Iya! Ada masalah?”“Nggak! Kalau memang begitu, aku mau pakai jenis kayu ini. Untuk bentuknya sekarang aku masih belum kepikiran, nanti aku kasih tahu bos kamu kalau sudah kepikiran.”“Nggak bisa!” jawab pemuda itu tergesa-gesa. “Aku nggak tahu kamu mau bikin seberapa besar, tapi bahannya pasti nggak bakal cukup.”“Kalau nggak cukup ya nggak masalah. Tinggal minta bos kamu masukkin lagi saja. Soal itu kamu nggak usah pusing, biar bos kamu saja yang pikirin.”“Tapi … stok di pabrik kayu juga sudah nggak cukup. Pokoknya kalau mau pakai kayu ini sudah nggak bisa.”Dari cara dia berbicara, Yuna merasa ada sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan, jadi Yuna juga tidak mau memaksanya. Yuna hanya tersenyum tipis dan berkata padanya, “Dik, kamu bohong, ya.”“Dik, umur kita paling cuma beda berapa tahun!” seru pemuda itu yang tidak suka dirinya dipanggil seperti itu, “Pokoknya kayu ini nggak bisa dipaka
“Aish ….” Pemuda itu tidak lagi marah-marah seperti sebelumnya. Kali ini dia memelankan suaranya dan posturnya juga jadi lebih santai. “Jujur saja, ya. Kayu ini nggak banyak, dan dapatnya juga susah banget. Kalau barangnya kecil, bikin satu atau dua biji masih bisa, tapi kalau barangnya gede, nggak bisa!”Dilihat dari ekspresi pemuda itu, Yuna percaya kalau apa yang dia katakan itu memang benar. Meski begitu, Yuna tetap belum menyerah, “Kalau memang kayunya selangka itu, kenapa kamu pakai buat latihan?”“Aku tadi bukan lagi latihan, tapi bikin buat diriku sendiri. Pokoknya, tolong jangan paksa aku. Kalau memang nggak ada, ya, nggak ada.”“Oke, aku nggak maksa kamu lagi,” angguk Yuna setelah mendapatkan jawaban yang dia inginkan, “Begini saja, nggak masalah kalau mau bikin pakai kayu yang lain, tapi tolong kasih aku kayu yang aku mau sedikit saja. Nggak usah banyak-banyak, kecil saja sudah cukup!”“Memangnya buat apa?” tanya pemuda itu terheran.“Kalau soal itu kamu nggak perlu tahu, ya
Siapa pula yang menduga kalau Lawson ternyata senekat ini, berani melakukan aksinya di siang bolong. Yuna menggenggam pergelangan tangan Lawson dan memelintirnya dengan sekuat tenaga. Lawson pun menjerit kesakitan, tapi dia masih tetap berdiri di posisi semula.Apa yang dilakukan oleh Yuna terlalu ceroboh. Dia tidak ingat kalau bentuk tubuh orang asing berbeda dengan bentuk tubuhnya. Pergelangan tangan Lawson jauh lebih besar dan tebal. Tenaga yang Yuna kerahkan tidak ada apa-apanya. Satu hal yang Yuna tidak sadar adalah, tindakannya ini justru membuat hasrat Lawson untuk menaklukkannya semakin besar.“Kamu ini memang cewek yang liar, ya! Tapi aku suka sama tipe kayak kamu!” kata Lawson.“Cowok bajing*n!” seru Yuna sambil menendang perut Lawson.Namun kali ini Lawson sudah siaga. Dia langsung mundur dan menangkap kaki Yuna. Namun meski berhasil menangkap kaki Yuna, Lawson tidak bisa menahan kekuatannya dan alhasil tubuhnya pun terhempas ke belakang.“Duak!”Lawson terjatuh ke lantai di
“Menurut kamu, apa yang paling penting di zaman sekarang ini? Jawabannya sudah pasti koneksi dan sumber daya! Tanpa dua hal itu, nggak bakal ada orang yang bisa bantu kamu membuka jalan. Kamu pikir bisa berjalan sampai sejauh mana kalau cuma mengandalkan diri sendiri? Aku tahu beberapa hari terakhir kamu baru saja selesai bikin produk baru, tapi kamu pikir cuma itu saja cukup buat kamu memenangkan kompetisi dan meraih penghargaan?”“Terus?” tanya Yuna balik. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Lawson setelah bicara begitu panjang lebar.“Kamu harus pintar sedikit,” sambung Lawson sambil terkekeh. Dia berpikir dirinya itu keren, tapi dia tidak sadar bahwa senyumannya itu justru membuat orang merasa jijik kepadanya. Meski begitu, Lawson masih tidak hentinya memancarkan “kharisma” yang dia miliki sambil berkata, “Cewek yang pintar itu tahu kapan harus ambil kesempatan. Dan sekarang kesempatan itu sudah ada di depan mata. Tinggal lihat saja kamu pandai memanfaatkan kes
Lawson melarikan diri ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Begitu Dokter menangani, sendi yang dislokasi sudah disembuhkan, dan tulang yang patah juga sudah dibalut dengan rapi. Luka di wajah yang Lawson dapatkan ketika berkelahi dengan Logan masih belum hilang, kali ini ditambah lagi dengan kedua lengannya yang cacat.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Valerie.Sebenarnya Valerie tahu ini bukan masalah besar, tapi Lawson marah-marah di telepon dan meminta Valerie untuk datang, jadi Valerie datang saja sekalian menenangkannya. Raut wajah Lawson terlihat jauh lebih baik setelah biaya rumah sakit dibayar dan ditemani keluar dari rumah sakit oleh Valerie.“Padahal tadi masih sehat-sehat saja, sekarang malah jadi kayak gini. Kamu lagi berantem itu ganas juga, ya!” ujar Valerie sambil membantu Lawson menaiki mobilnya.Setelah duduk yang benar, Lawson meminta Valerie memakaikan sabuk pengaman. Valerie yang sudah duduk di kursi kemudi mau tidak mau membantu dia memakaikan sabuk. Se
Sepanjang perjalanan mereka berdua tidak lagi mengobrol dan hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa saat kemudian, entah apa yang dipikirkan oleh Lawson yang membuatnya semakin kesal. Akhirnya dia membuka kaca mobil dan membuang puntung rokoknya ke jalanan.Valerie yang menyaksikan itu tidak berani bicara apa-apa dan fokus saja menyetir.“Kenapa kamu nggak bilang cewek itu bisa bela diri?!”Valerie awalnya terkejut, tapi perasaan itu langsung berubah menjadi rasa takut ketika dia menatap kedua mata Lawson yang ganas.“Kamu ngomong apaan? Aku nggak ngerti. Siapa yang bisa bela diri?”Pertanyaan tanpa konteks yang jelas itu membuat Valerie kebingungan apa yang sebenarnya dimaksud oleh Lawson.“Yuna! Siapa lagi?!”Hal semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak pernah ada satu pun wanita yang berani memukul Lawson! Dia menganggap dirinya sendiri cukup sukses dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Cukup digoda sedikit saja, mereka akan tergila-gila. Jika masih kurang, tin
“Nggak mungkin!” bantah Lawson.“Tunggu sebentar,” ujar Valerie. Setelah memarkirkan mobilnya di depan hotel, Valerie mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto Yuna ke Lawson, “Kamu yakin ini orangnya?”Meski sebelumnya pernah bertemu di Argana, Valerie tidak yakin apakah Lawson masih ingat dengan wajah Yuna karena memang sudah cukup lama.“Iya, dia orangnya. Kamu yakin nggak tahu?”Mereka berdua saling bertukar pandang di tengah kebingungan yang menyelimuti.“..., kayaknya Yuna memang sudah banyak berubah,” gumam Valerie. ***Setibanya Yuna di rumah, dia menaruh barang yang baru dia beli di lemari ruang tamu, kemudian membungkus rapi serpihan kayu dengan rapi dan mandi. Sebenarnya Valerie tidak ingin buru-buru mandi, tapi karena dia tadi bersentuhan dengan Lawson dan merasa dirinya jadi kotor, mau tidak mau Yuna harus membersihkan diri.Saat itu Yuna sedang malas meladeni omongannya, jadi dia tidak terlalu banyak berpikir. Namun setelah tiba di rumah dan mengingatnya kembali, ap