Chermiko menarik napas panjang mempersiapkan mentalnya untuk terus menusuk jarum. Dia berharap setelah fase ini lewat, virus yang ada di dalam tubuh kakeknya bersih, supaya dia bisa segera membaik dan tidak lagi harus menderita.Masih tersisa tiga jarum terakhir. Chermiko sempat gentar karena tiga jarum terakhir ini adalah yang paling sakit, tetapi juga yang paling penting.“Kakek ….”Chermiko berjongkok mengambil sebuah handuk untuk menyeka keringat Juan. Dia tidak bisa lagi membedakan mana air keringat yang menetes dan mana air yang memang sudah dia isi di bak mandi, semuanya sudah bercampur menjadi satu. Kedua tangan yang Juan bentangkan ke kedua sisi menggenggan ujung bak dengan erat, hingga urat-urat dan pembuluh darahnya menonjol keluar.“Kakek?” panggil Chermiko sekali lagi karena tidak mendapatkan jawaban.“Lanjut!”“Kakek, tiga jarum yang terakhir ini bakal lebih sakit. Kakek bertahan, ya!”“Heh ….”Juan terkekeh seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada satu kata pu
Air di dalam bak mandi ikut mendidih dan mengeluarkan gelembung seiring dengan rintihan Juan. Chermiko masih sekuat tenaganya menahan bahu Juan agar dia tidak terlalu banyak bergerak, tetapi di situ dia baru menyadari terjadi perubahan yang sangat luar biasa di tangan kakeknya.Pertama-tama, makhluk asing yang menyerupai cacing itu bergerak dengan sangat cepat menyusuri permukaan kulit, tetapi dia tidak menemukan jalan keluar sehingga hanya membumbung tinggi di kulit. Orang biasa yang melihatnya pasti sudah takut setengah mati. Kemudian, makhluk seperti cacing itu terus bergerak dan sampai di titik di mana jarum ditusuk seolah mencari celah dari tempat itu. Alhasil, jarumnya ikut terangkat keluar dan mengeluarkan darah berwarna merah gelap.Sedemikian banyak jarum yang tertancap di punggung Juan semuanya mengeluarkan darah tiada henti. Pemandangan itu sungguh mengerikan. Awalnya hanya beberapa jarum saja, tetapi lama kelamaan semua jarum ikut mengeluarkan darah. Seolah-olah, virus ters
Chermiko membaringkan Juan di sofa yang sudah dia siapkan dan mencabut sisa jarum satu per satu. Langkah ini tentu jauh lebih mudah karena tidak menyakitkan seperti ketika menusukkannya di awal. Begitu semua jarum sudah dicabut dan dioleskan alkohol sebagai disinfektan, Chermiko membalikkan tubuh Juan dan memakaikan selimut untuknya.Mata Juan tertutup rapat. Setelah apa yang dia alami tadi pastinya dia sangat letih dan tidak lagi bergerak seperti sedang tertidur. Chermiko pun duduk di samping Juan dan memegang satu tangannya untuk memeriksa denyut nadinya. Walau Chermiko sudah memiliki jawabannya, dia tetap ingin memeriksanya untuk sekadar memastikan.Di saat itu detak nadinya Juan sedikit cepat, tetapi lebih teratur dibandingkan sebelumnya. Dari situ Chermiko merasa beban organ dalamnya sudah lebih ringan jauh. Dulu nadinya seperti ada sesuatu yang menekan sehingga agak sulit untuk dirasakan, tapi sekarang sudah kembali normal. Maka dari itu, Chermiko bisa tahu pasti kalau dia telah
“Berbaring?”“Bu Yuna jangan takut, kami tenaga profesional. Kedua perawat ini juga akan ikut masuk. Kalau Bu Yuna masih kurang yakin, lakukan pemeriksaan di sini juga bisa, tapi ….”Dokter itu mendongak ke atas dan melanjutkan, “Itu kalau Ibu nggak keberatan.”Maksud dari ucapan si dokter adalah di tempat ini terdapat kamera pengawas sehingga untuk melakukan pemeriksaan di sini tidak ada privasi sama sekali.“Aku nggak keberatan,” ucap Yuna. “Aku nggak butuh kalian melakukan pemeriksaan apa pun. Suruh pemimpin kalian temui aku.”“Mohon maaf, aku nggak bisa. Bu Yuna, kumohon kerja samanya.”“Kalau aku nggak mau, kalian bisa apa? Kamu pikir dengan kekuatan kamu itu bisa memaksa aku?”Dokter itu menggelengkan kepala dan berkata, “Tentu nggak akan bisa, tapi Bu Yuna tolong ingat, di sini bukan cuma ada aku saja. Tenang saja, ini cuma pemeriksaan kehamilan biasa.”Dokter itu berbicara seraya menatap keluar. Pintu kamar tidak tertutup sepenuhnya dan dari dalam mereka bisa melihat kedua penj
Suasana di dalam kamar sunyi senyap seperti tidak ada orang di dalam. Setelah dokter masuk ke lift, di dalam sudah ada orang yang menutupi mata dokter dengan kain hitam. Kemudian mereka berdua keluar dari lift menyusuri lorong menuju ke sebuah aula besar hingga akhirnya tibalah mereka di sebuah kamar. Setelah berdiri di sana selama kurang lebih dua menit, kain hitam tadi dilepas dan si dokter dibawa masuk ke dalam.Kamar itu sangat luas dan lega. Di dekat jendela ada sofa kulit ada seseorang yang dikenal dengan nama Fred duduk seraya tersenyum. Satu tangannya bersandar di sofa dan satu tangan lainnya mengelus batu permata hijau yang terpasang di cincinnya.“Gimana?” tanya Fred dengan menggunakan bahasa Inggris.“Semuanya sudah dijalankan sesuai instruksi. Obatnya sudah disuntik,” jawab si dokter, juga dengan menggunakan bahasa Inggris.“Obat apa?” tanya Fred seolah dia tidak mengetahui apa yang terjadi.“Nggak tahu,” jawab si dokter menggeleng.“Bagus! Itu dia yang mau aku dengar! Kamu
Sementara itu Yuna masih tertidur di kamarnya. Entah sudah berapa lama waktu berlalu hingga dia akhirnya membuka matanya perlahan. Dia memeriksa denyut nadinya sendiri. Tidak ada perubahan apa pun yang terjadi padanya, denyut nadinya masih normal seperti biasa.Meski kodenya sudah benar, ucapannya tidak menimbulkan kecurigaan, dan diberikan secara langsung, tetapi Yuna tetap memeriksa sendiri untuk berjaga-jaga. Bagaimanapun juga Yuna tidak boleh sampai lengah di tempat ini. Shane yang sudah begitu dekat saja masih bisa berbohong demi menolong anaknya sendiri, apalagi orang yang tidak dikenal.Yuna pergi ke kamar mandi dan diam-diam mengeluarkan secarik kertas yang terselip di cincinnya. Ketika kertas itu dibuka, dia melihat kata-kata “Tunggu aku, aku sudah ketemu tempatnya!” dengan tulisan tangan yang tentu tidak asing lagi.Sepertinya Brandon sudah menemukan lokasi di mana organisasi ini bersembunyi dan sedang melakukan persiapan untuk menyelamatkan Yuna. Hanya saja itu bukan hal yan
Malam hari itu, dokter pulang ke rumahnya. Rumahnya yang cukup besar itu terasa hampa, bahkan lampu juga tidak menyala. Dia melempar tasnya ke samping dan duduk di sofa seraya menutupi wajah dengan kedua tangannya dalam keputusasaan. Seketika dia menyadari seuatu dan langsung melirik.“Siapa?!”“Dokter, jangan panik,” ujar suara seorang pria di tengah kegelapan, lalu dia menyalakan lampu dan melanjutkan, “Kenapa nggak nyalain lampu?”“Aku … aku sudah melakukannya sesuai permintaanmu. Jadi kapan keluargaku dibebaskan?”“Kamu harus tahu kalau bukan kami yang menyandera keluargamu, kami justru bisa bantu menolong mereka!”“Iya, iya! Jadi kapan mereka bisa pulang, kapan aku bisa ketemu mereka?”“Kamu pikir sekarang waktu yang tepat untuk membebaskan mereka?” Frans keluar dari bayang-bayang kegelapan tanpa sedikit pun khawatir dokter mengenali wajahnya. “Kalau mereka pulang sekarang, apa mereka akan aman? Organisasi itu pasti akan menculik mereka lagi.”Pertanyaan itu membuat si dokter terd
Si dokter menyeka air mata dan mengeluarkan secarik kertas. “Ini ….”Pada saat itu situasinya cukup mendesak dan ada dua perawat yang menemaninya. Mau menyampaikan informasi pun tidak mudah, tetapi untung saja yuna cukup cerdas, dia bisa langsung mengerti tanpa perlu mengucapkan apa pun.Frans mengambil kertas itu dan bertanya, “Apa kabarnya dia?”“Baik-baik saja! Dia orang yang kuat, di situasi seperti itu saja dia masih sanggup bertahan. Aku nggak pernah ketemu cewek sekuat itu,” tutur si dokter.“Nggak usah banyak omong kosong!” bentak Frans.“Kandungan di perutnya masih aman, nggak perlu khawatir. Jadi … keluargaku ….”“Mereka juga aman. Kamu disuruh apa saja sama mereka?”“Mereka suruh aku menyuntikkan obat ke dia.”“Obat apa?!”“Aku juga nggak tahu, mereka nggak bilang. Tapi … dari pengalamanku selama ini, kemungkinan itu obat anestesi.”“Anestesi?”“Iya, semacam obat yang pelan-pelan kehilangan daya tahan tubuh. Sekuat apa pun fisik seseorang, kalau terlalu lama terpapar obat it