Si dokter menyeka air mata dan mengeluarkan secarik kertas. “Ini ….”Pada saat itu situasinya cukup mendesak dan ada dua perawat yang menemaninya. Mau menyampaikan informasi pun tidak mudah, tetapi untung saja yuna cukup cerdas, dia bisa langsung mengerti tanpa perlu mengucapkan apa pun.Frans mengambil kertas itu dan bertanya, “Apa kabarnya dia?”“Baik-baik saja! Dia orang yang kuat, di situasi seperti itu saja dia masih sanggup bertahan. Aku nggak pernah ketemu cewek sekuat itu,” tutur si dokter.“Nggak usah banyak omong kosong!” bentak Frans.“Kandungan di perutnya masih aman, nggak perlu khawatir. Jadi … keluargaku ….”“Mereka juga aman. Kamu disuruh apa saja sama mereka?”“Mereka suruh aku menyuntikkan obat ke dia.”“Obat apa?!”“Aku juga nggak tahu, mereka nggak bilang. Tapi … dari pengalamanku selama ini, kemungkinan itu obat anestesi.”“Anestesi?”“Iya, semacam obat yang pelan-pelan kehilangan daya tahan tubuh. Sekuat apa pun fisik seseorang, kalau terlalu lama terpapar obat it
“Itu bukan urusanmu. Kamu cukup jaga saja Bu Yuna dengan baik, jangan sampai dia disakiti. Itu saja sudah cukup.”Frans sudah tahu organisasi itu memiliki banyak senjata api, bahkan sampai senjata kelas berat juga pasti ada, hanya saja itu tidak akan bisa mereka gunakan dengan mudah disini, kecuali jika mereka ingin mengajak perang. Namun dilihat dari situasi saat ini, itu rasanya tidak mungkin.“Oke, kalau itu aku bisa,” ucap si dokter. Dia tadi sudah sempat khawatir Frans meminta dia untuk menyelamatkan Yuna juga. Kalau itu … rasanya agak sulit.“Kamu tahu mereka di mana?” tanya Frans.“Setiap kali selalu ada orang yang antar jemput, dan mataku juga selalu ditutup dan dibius. Setiap kali aku sadar, tahu-tahu aku sudah sampai di sana. Mereka sangat waspada, bahkan mau ketemu bos mereka juga mataku selalu ditutup. Aku nggak tahu struktur bangunan di dalam sana.”“Kamu pernah ketemu sama bos mereka?”“Iya, seharusnya benar itu bos mereka!” Si dokter sebenarnya tidak begitu yakin, tapi i
Frans segera kembali ke mobil di mana Brandon sudah menunggu. Mobilnya cukup besar untuk Frans bersandar dan membentangkan kakinya. Walau begitu lingkaran hitam tebal yang ada di bawah matanya itu tak bisa menutupi kelelahan yang dia rasakan. Beberapa hari terakhir ini dia sungguh lelah karena terus bekerja tanpa henti. Upayanya membuahkan hasil, dia berhasil menemukan celah, yaitu dokter tadi, untuk berkomunikasi dengan Yuna yang ada sana melalui perantaranya.“Pak Brandon, orang itu ….”Tadi baru kali pertama Frans melihat orang yang ada di foto, tetapi dia merasa tidak terlalu asing dengannya. Setelah dipikir-pikir lagi, Frans baru ingat kalau mereka pernah bertemu, saat itu Frans juga sedang bersama dengan Brandon. Seandainya benar orang itu adalah dia, ini akan menjadi lebih sulit.“Iya, benar itu dia,” jawab Brandon seraya memijat batang hidungnya. Sebenarnya Brandon sudah punya dugaan, tetapi dia tetap ingin mendengar jawaban dari si dokter langsung untuk memperkuat dugaannya.“
Saat mesin mobil baru saja menyala, Brandon sepertinya mendadak teringat akan sesuatu. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, tetapi tidak ada yang mengangkat. Maka dia menaruh kembali ponselnya dan berbaring. ***Shane muntah-muntah tak berhenti, bahkan sampai perutnya kosong pun dia masih ingin muntah. Bukan hanya rasa mual saja yang mengganggu, tetapi bau busuk yang menyengat hidung juga membuat siapa pun yang ada di sana tidak akan tahan berlama-lama.“Dia ….”Ketika baru satu patah kata saja keluar, lagi-lagi Shane muntah. Dia langsung berlari keluar dan mengeluarkan cairan yang masih tersisa di lambungnya.“Kamu ini payah banget!” umpat Rainie kecewa seraya melihat mayat yang tergeletak di lantai. Apa yang terjadi ini jujur berada sedikit di luar perkiraannya. Dia berjongkok dan memakai sarung tangan, lalu memindahkan mayat itu.“Kamu masih bisa …. Hoek!”Tadinya sudah tidak mual lagi, ketika shane menoleh dan melihat Rainie dengan datarnya memindahkan mayat itu m
Rainie ini, memang bukan manusia normal. Sewaktu mereka menemukan mayat tersebut, Rainie tidak takut dan masih bisa menendang mayat itu. Mayat itu masih sempat bergerak sesaat saat ditendang.“Itu cuma refleks,” kata Rianie. “Tepatnya reaksi saraf. Itu wajar, berarti dia bukan pura-pura mati.”“... kalau kamu seberani itu, kenapa nggak kamu saja yang bereskan! Aku mau cari cara untuk menghubungi organisasi.”“Sudah dari tadi masih juga nggak ada kemajuan, kamu yakin bisa dapat kontak mereka? Menurut kamu ….”Rainie berhenti dan tiba-tiba berjalan mendekati Shane. Shane pun spontan melangkah mundur dan menatap Rainie dengan tegang.“Menurut amu, mungkin nggak Brandon sudah tahu, tapi dia nggak kasih tahu kamu? Apa dia … sebenarnya nggak percaya sama kamu?”“... wajar kalau aku memang nggak bisa dipercaya, tapi kamu juga nggak kasih aku waktu untuk menghubungi dia. Selama dua hari ini aku diminta untuk jaga lab ini, dan juga … orang-orang di sini mulai mencurigai aku.”“Itu nggak penting
“Sekarang kamu ada di mana?” tanya Brandon.Tanpa basa-basi Shane langsung memberikan lokasi di mana dia berada saat itu dan berkata, “Cepat! Waktuku nggak banyak, bisa repot nanti kalau ketahuan.”Setelah percakapannya dengan Brandon berakhir dalam waktu yang sangat singkat, Shane menghubungi nomor lain, “Aku mau minta tolong sesuatu, cuma kamu yang bisa.”***Seiring dengan langit yang mulai terang, Juan juga perlahan membuka mata dari tidur lelapnya. Di dalam kamar sudah tidak ada orang. Kamarnya juga sudah dibersihkan tanpa meninggalkan noda dari kekacauan yang terjadi kemarin.“Uhuk-uhuk ….”Juan membatuk ringan, tetapi masih tidak ada yang datang. Dia lalu membuka selimutnya dan terbatuk dengan suara yang lebih keras, tetapi masih juga tidak ada yang datang. Bahkan suara sekecil apa pun tidak terdengar. Sepertinya memang Juan seorang saja yang ada di kamar ini.Dalam hati Juan mengumpat ke mana perginya Chermiko, tetapi di saat itu juga dia menyadari dirinya sudah jauh lebih sega
Juan kaget tidak mengira Kenzi jadi begitu penurut. Dia pun tertawa, tetapi kali ini disertai oleh air mata yang berlinang.“Kakek kok sudah bangun?” tanya Chermiko sembari tetap sibuk melakukan kegiatannya. “Kakek istirahat saja dulu, kalau aku sudah selesai di sini, aku ke kamar untuk periksa nadi Kakek.”“Aku nggak apa-apa! Aku mau di sini saja lihatin kamu,” ucap Juan kepadanya dengan nada yang lembut.Chermiko terkejut untuk sesaat, tetapi kemudian dia mengangguk dan kembali fokus menusukkan jarum-jarum untuk para pelayan rumahnya. Sesungguhnya penyakit mereka ini sudah cukup membaik dan untungnya tidak begitu parah. Gejala yang paling parah hanya batuk darah sesekali saja, tetapi karena barang kebutuhan sehari-hari tetap terpenuhi, dampaknya tidak terlalu serius.Hari ini pagi-pagi Chermiko sudah menggunakan akupunktur untuk menyembuhkan mereka, tetapi mereka harus sabar mengantre karena jumlah pelayan di rumah ini tidak sedikit. Mereka semua dengan patuh mengantre, dan Kenzi jug
Karena tadi terlalu sibuk untuk menyiapkan makanan, mereka bertiga hanya menyeduh mie instan. Selama beberapa hari ini kemampuan memasak Chermiko meningkat pesat. Di atas ketiga mangkuk mie instan itu masing-masing dituangkan satu butir telur dan juga beberapa sayuran sebagai pelengkap. Aroma yang begitu menggugah selera membuat Kenzi tidak sabar untuk melahapnya.Sembari menyerahkan alat makan kepada Juan, Chermiko berkata padanya, “Kae, virus ini seharusnya bisa hilang sepenuhnya, ‘kan? Kemarin aku sudah cek nadi, tadi pagi aku cek sekali lagi. Nadi Kakek normal-normal saja. Apa mungkin virusnya lagi bersembunyi?”“Seharusnya nggak! Sekarang aku merasa sehat banget.”“Baguslah kalau begitu! Berarti akupunktur terbukti bisa membantu. Tapi aku masih penasaran, virus ini kayak punya nyawa mereka sendiri. Kenapa pas ditusuk, mereka bisa keluar dengan sendirinya?”Meski virusnya sudah berhasil dikeluarkan dari tubuh Juan, Chermiko masih tidak begitu paham dengan penjelasan di baliknya.“M