“Om Fahrel kenapa nggak jadi masuk? Papa lagi istirahat di dalam, lho,” kata Bella seraya mempersilakan pamannya masuk. Wajahnya tersenyum tipis dan membuat Fahrel curiga ada sesuatu yang aneh.Akan tetapi karena sudah sampai di sini, jika Fahrel tidak masuk, pertanyaan yang selama ini menghantuinya tidak akan terjawab dan dia juga malah terlihat seperti seorang pengecut. Oleh karena itu, Fahrel menguatkan dirinya dan berjalan masuk seraya berkata, “Kak Edgar, aku dengar Kakak lagi sakit, jadi aku datang untuk … menjenguk ….”Sebelum Fahrel selesai berbicara, Bella juga ikut masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.“Ka-Kak Edgar …?”Fahrel tercengang, karena Edgar memang benar ada di dalam kamar itu, tetapi … dia hanya terbaring di atas ranjang dan tidak bergerak sedikit pun.“Kak Edgar?” Sekali lagi Fahrel memanggilnya, tetapi Edgar masih tidak menunjukkan tanda-tanda apa pun yang memperlihatkan kalau dia mendengar suara Fahrel. Bahkan kelopak matanya juga tidak bergerak sama sekali
“Iya!” angguk Bella. “Apakah papaku terkena virus atau nggak, itu sudah nggak diragukan lagi. Tapi … masa Om nggak tahu kalau papaku kena virus?”“Aku mana tahu! Memangnya kamu pikir aku yang masukkin virusnya ke dalam badan dia?!”Fahrel tampak begitu marah mengira dirinya dituduh mencelakai Edgar, tetapi dari sorot matanya tidak terlihat ada tanda kalau dia berusaha untuk menghindari tuduhan tersebut. Maka Bella pun berpikir, saat Rainie masih muda saja dia sudah bisa meracuni dirinya untuk waktu yang sangat panjang tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Berarti bisa jadi Rainie memasukkan virus atau racun itu ke dalam tubuh Edgar tanpa sepengetahuan Fahrel juga.Selama ini Bella selalu menyalahkan diri sendiri yang kurang menaruh perhatian kepada ayahnya. Jelas-jelas dia sudah tahu kalau Rainie berbahaya dan tidak bisa dipercaya, tetapi dia masih saja lalai dan membiarkan ayahnya terkena jebakan Rainie. Namun mau menyesal juga sudah tidak ada gunanya. Waktu tidak akan berjalan mund
Penyelidikan yang dimaksud adalah untuk mencari tahu apakah Edgar masih mau menjadi penyokongnya. Namun tak terduga ternyata Edgar malah sedang tidak berdaya.“Om Fahrel, selama ini aku nggak kasih tahu kondisi Papa ke Om karena mempertimbangkan nasib Om juga. Apalagi sejak kematian Rainie yang begitu tiba-tiba, aku nggak tahu apakah proyek yang lagi Om kerjakan ini terkena pengaruhnya atau nggak. Tapi karena kita satu keluarga, Om Fahrel harus bantu aku menutupi ini supaya orang lain nggak ada yang tahu.”“Tapi mau terus disembunyikan sampai kapan? Cepat atau lambat juga semua orang pasti bakal tahu!”“Masalahnya kita selesaikan satu per satu. Aku sudah cari solusi untuk mengobati Papa. Nanti kalau Papa sudah siuman, semuanya bakal terselesaikan. Nanti aku juga bakal kasih tahu Papa kalau Om yang bantu aku melewati masa-masa sulit ini.”Fahrel cukup tergoda mendengar tawaran yang menarik itu. Jika dia membantu Bella dan Edgar dalam melewati masalah ini, dia pasti akan dianggap sebagai
“Hmmm, mungkin karena aku sudah makin dewasa.”“Dewasa?”“Iya. Dulu sewaktu Papa nggak ada, ada Om dan Tante yang selalu jagain aku. Tapi sekarang kondisi Papa begini dan banyak juga hal yang terjadi, aku nggak bisa lagi hidup santai seperti dulu. Aku harus bertumbuh dewasa supaya bisa bertahan hidup. Om, aku tahu kepergian Rainie begitu mendadak. Om dan Tante pasti sedih, tapi jangan sampai Om dan Tante menyerah gara-gara itu. Om masih punya perusahaan dan bisnis yang harus dikerjakan. Om juga masih punya Tante yang butuh perlindungan. Karena itu demi keluarga kita berdua, kita harus kuat!”“Aku setuju, kita nggak boleh menyerah. Kita harus kuat! Bella, apa yang kamu lakukan selama ini sudah bagus. Jangan sampai apa yang sedang menimpa Kak Edgar sekarang sampai diketahui sama orang lain. Kamu tenang saja, aku pasti bakal bantu kamu menjaga rahasia ini!”“Terima kasih, Om Fahrel. Aku yakin setelah Papa tahu kalau Om sudah banyak membantu,dia pasti akan sangat berterima kasih.”Setelah
“Dua hari nggak bisa, terlalu lama! Di sini sudah nggak bisa menunggu lagi! Apa besok bisa? BEsok aku jemput kamu sekalian!”“Nggak bisa! Shane, aku mau membantu saja sudah bagus. Aku membantu juga demi menolong Nathan, jadi kamu jangan ngelunjak!”“Yuna, aku bukannya mau mendesa, tapi waktu kita benar-benar sudah mepet. Sebelumnya kita sudah sepakat untuk kasih kamu waktu, tapi kamu nggak bisa mengulur waktu begini. Besok ….”“Besok dia akan datang menjemputmu!”Tiba-tiba saja di telepon itu, Yuna mendengar suara serak yang asing di telinganya. Seketika itu Yuna merasa punggungnya menggigil dan hampir saja ponselnya terlepas dari tangan. “Siapa kamu?!”“Hahahaha ….” Tawanya yang menakutkan membuat bulu kuduk siapa pun yang mendengarnya berdiri. Dia terus tertawa dan tiba-tiba berhenti tepat di saat Yuna baru saja hendak menyuruhnya untuk berhenti. Akan tetapi suara tawa yang berhenti secara mendadak itu justru membuat orang lain merasa makin tidak nyaman.“Datang saja kemari, nanti ka
Brandon dapat mendengar suara Yuna sedang berbicara di telepon meski tidak begitu jelas. Walau begitu, perasaan yang Yuna luapkan itu tetap terasa, karena itu Brandon langsung menghampirinya dan melihat Yuna sedang memegang ponselnya dengan raut wajah penuh amarah yang masih belum menghilang sepenuhnya.“Ada apa?” tanya Brandon. Dia melihat barang-barang yang ada di meja kerja Yuna masih berjalan dengan normal. Tidak ada sesuatu yang janggal ataupun alarm yang menyala. Lantas, Brandon pun mendekati Yuna. Pertama-tama dia memeriksa suhu tubuh Yuna, lalu dia juga menyadari dada Yuna yang masih berdebar kencang.“Aku nggak apa-apa,” jawab Yuna.“Tadi telepon dari siapa?”“Shane …. Sebenarnya bukan dia, tapi bosnya dia.”“Orang misterius itu muncul lagi? Dia ada bilang apa?”“Dia mengancamku.”“Mengancammu? Kenapa bisa? Bukannya kamu sudah setuju untuk bergabung dengan mereka?”“Aku minta mereka menunggu dua hari lagi, tapi mereka nggak mengizinkan karena waktunya sudah mepet. Mereka bilan
“Jangan ngomong begitu,” kata Yuna menutup mulut Brandon. “Untuk apa sampai menguras semua harta keluarga kita? Yang mereka mau dari kita juga bukan uang. Lagi pula kalau uang kita habis, mau pakai apa kita kasih makan anak kita?”Brandon tertawa melihat Yuna mengomel dengan wajah yang serius, kemudian dia menarik tangan Yuna dan mencium bibirnya. “Baguslah kamu masih bisa bercanda di saat seperti ini. Setidaknya berarti suasana hati kamu nggak terlalu buruk.”“Iya. Memang, sih. Tapi bukan berarti aku lagi senang juga. Sudah beberapa bulan berlalu, tapi aku masih nggak dapat petunjuk apa-apa. Rasanya itu kayak aku terus dipancing sama mereka,” Yuna berujar. Selama ini dia selalu penuh dengan rasa percaya diri, tetapi sekarang kepercayaan diri itu seakan sedikit memudar.Brandon bersandar ke sofa dan membelai kepala Yuna dengan lembut seperti sedang mengelus seekor kucing berbulu. Gerakannya sangat gemulai dan mengandung energi yang bisa membuat orang lain merasa nyaman. Lalu, dia pun b
“Jadi maksud kamu, kalau kamu mau membuat obat penawarnya, kamu harus membuat dua jenis juga?” tanya Brandon, seraya melirik ke obat yang sedang Yuna buat di meja kerjanya.“Iya. Sebenarnya aku sudah mulai membuatnya sejak kamu sembuh. Waktu itu Pak Liman sudah mulai meneliti obat untuk menyembuhkan wabahnya. Baru saja kemarin aku dapat kabar dari Pak Liman, yang bilang kalau obatnya sudah disetujui sama atasannya. Sebentar lagi mereka sudah bisa mendistribusikan obatnya ke para korban wabah itu. Apa kamu nggak berpikir wabah ini sebentar lagi akan selesai?”Brandon mengangguk. Dia juga berpikir hal yang sama. Akhir-akhir ini wabahnya sudah tidak separah dulu, bahkan sudah hampir tidak terdengar lagi. Mereka yang ada di Asia Selatan juga sudah melewati masa-masa yang paling berbahaya, dan sekarang mereka hanya perlu khawatir dengan gejala sisa saja. Persebaran wabah itu tetap masih ada, tapi dalam ruang lingkup yang jauh lebih kecil, dan korbannya juga sudah tidak sebanyak dulu.“Wabah
Harus diakui, setiap tutur kata yang Yuna ucapkan sangat mengena di sanubari Ratu. Memang benar meski Ratu tidak bisa lagi menunggu, toh sekarang ada waktu kosong. Tidak ada salahnya bagi Ratu untuk memberi kesempatan kepada yuna untuk mencoba. Kalau yuna gagal, tinggal lakukan sesuai dengan rencana awal.Rencana R10 ini sejak awal memang sudah mendapat berbagai macam halangan. Pertama adalah perlawanan dari anaknya sendiri, kemudian jika diumumkan pun, entah akan seperti apa kritik dan tekanan dari opini publik. Namun di luar semua itu, yang paling penting adalah bahwa Ratu sendiri juga tidak yakin dengan keputusannya sendiri.Dari luar, Ratu mungkin terlihat tegas. Namun hanya dia sendiri yang tahu kalau sebenarnya dia pun sering meragukan keputusannya. Jika Ratu tidak ragu, pada hari itu juga dia akan tetap melanjutkan eksperimennya, bukan malah menunggu seperti sekarang. Dengan diberhentikannya eksperimen R10 untuk sementara, Ratu makin bimbang.“Kamu butuh apa?” tanya Ratu. Berhub
Saat Yuna mengatakan itu, ekspresi wajah Ratu masih tidak berubah. Ratu hanya menutup kelopak matanya untuk menutupi sorotan yang terpancar dari bola matanya. Tentu saja pada awal eksperimen ini dilakukan, dia menyembunyikan faktanya dari semua orang agar tidak ada yang tahu.Eksperimen ini sejatinya adalah sesuatu yang membahayakan nyawa manusia. Ratu tahu betul akan hal tersebut, karena untuk membuat dia hidup abadi, dia harus mengorbankan nyawa orang lain. Kalau sampai ada satu orang saja yang tahu dan kemudian tersebar luas, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya.Namun di sisi lain, Ratu tidak mungkin dan tidak akan mau menyerah. Makanya saat melakukan penelitian, dia hanya memberikan satu resep kepada setiap grup, kemudian meminta mereka untuk menjalankan eksperimen sesuai dengan instruksi yang tertera di setiap lembaran resepnya.Tentu untuk menutupi agar orang lain tidak bisa menerka apa yang sedang mereka lakukan, Ratu memberikan banyak resep yang sebenarnya sama sekali tid
Suara anak kecil yang menggemaskan itu membuat Yuna teringat, sewaktu dia terakhir kali bertemu dengan Nathan, saat itu dia memang sedang hamil. Seketika mendengar itu, Yuna pun tersenyum seraya memegangi perutnya yang kini sudah rata, “Mereka sudah lahir.”“Adik cowok, ya?” tanya Nathan penasaran.“Ada cowok dan cewek. Anak Tante yang lahir ada dua, lho!” ujar Yuna tersenyum sembari mengangkat dua jarinya.Sorot mata Nathan seketika bercahaya. Perasaannya yang sejak awal murung dan penuh waspada langsung berubah menjadi jauh lebih ceria selayaknya anak kecil pada umumnya.“Dua adik?! Wah, Tante hebat banget!”“Hahaha, makasih, ya! Nanti Tante ajak kamu ketemu mereka kalau ada kesempatan,” ujar Yuna tersenyum, nada bicaranya pun jauh lebih lembut saat dia berbicara dengan anak kecil. Melihat Nathan membuat Yuna teringat dengan anak-anaknya sendiri, hanya saja ….“Aku juga kangen sama mereka, tapi … kayaknya aku nggak bisa ketemu mereka lagi,” ucap Nathan dengan suaranya yang kian menge
Mungkin sekarang Nathan sudah tidak lagi disembunyikan seperti pada saat Fred yang memimpin. Namun tentu saat itu banyak hal yang Fred lakukan secara diam-diam. Dia mengira dia bisa menyembunyikan semuanya dari orang lain bahkan dari sang Ratu sekalipun. Namun dia tidak tahu bahwa sebenarnya Ratu sudah mengetahuinya sejak awal.Di luar kamar tempat Nathan ditahan ditempatkan seorang penjaga. Yuna sempat dicegat saat dia mau masuk ke dalam. Yuna menduga mungkin ini adalah perintah dari Ratu. Mereka semua juga diawasi dan dapat berkomunikasi dengan intercom.Nathan sangat patuh sendirian di dalam tidak seperti kebanyakan anak seumurannya. Bahkan sewaktu melihat Yuna, dia masih bisa tersenyum dengan santun dan menyapanya.“Halo, Tante.”“Kamu masih mengenali aku?” tanya Yuna.“Iya, Tante Yuna,” jawab Nathan mengangguk.Yuna pernah menyelamatkan nyawa Nathan saat mereka berada di Prancis. Yuna juga banyak membantu Nathan dan ada suatu waktu Nathan sering main ke rumah Yuna, tetapi kemudian
Tangan yang mulanya Ratu gunakan untuk mengelus wajah Ross langsung ditarik. Raut wajahnya juga dalam sekejap berubah menjadi berkali-kali lipat lebih sinis.“Jadi dari tadi kamu ngomong panjang lebar ujung-ujungnya cuma mau aku membuang eksperimen ini.”“Aku mau kamu merelakan diri sendiri,” kata Ross sambil berusaha meraih tangan ibunya lagi, tetapi Ratu menghindarinya.“Aku cape. Kamu juga balik ke kamarmu saja untuk istirahat,” ucap sang Ratu seraya berpaling.“Ma ….”Sayangnya panggilan itu tidak membuat Ratu tergerak, bahkan untuk sekadar menoleh ke belakang pun tidak.“Ricky!”Ricky yang dari awal masih menunggu di depan pintu segera menyahut, “Ya, Yang Mulia.”“Bawa Ross balik ke kamarnya.”Saat Ricky baru mau masuk untuk mengantar pangerannya pergi, Ross langsung berdiri dan bilang, “Aku bisa jalan sendiri.”Maka Ross pun segera berbalik pergi, tetapi belum terlalu jauh dia melangkahkan kakinya, dia kembali menoleh ke belakang dan berkata, “Ma, aku tahu apa pun yang aku bilang
Seketika itu Ratu syok karena dia jarang sekali melihat anaknya bersikap seperti ini. Saking syoknya sampai dia tidak bisa berkata-kata dan hanya terdiam menatap dan mendengar apa yang dia sampaikan.“Ma, aku tahu sebenarnya kamu pasti takut. Takut tua, takut mati, takut masih banyak hal yang belum diselesaikan. Aku thau kamu juga bukannya egois. Kamu melakukan eksperimen ini bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, tetapi karena masih banyak hal yang mau kamu lakukan.”Di saat mendengar kata-kata Ross, tanpa sadar mata Ratu mulai basah, tetapi dia berusaha untuk menahan laju air matanya.“Aku juga tahu kamu pasti sudah capek. Orang lain melihat kamu berjaya, tapi aku tahu setiap malam kamu susah tidur, bahkan terkadang waktu aku pulang malam dan melewati kamarmu, aku bisa dengar suara langkah kaki lagi mondar-mandir. Kamu pasti capek banget karena harus menanggungnya sendirian. Sering kali aku mau membagi beban itu, tapi ….”Sampai di situ Ross terdiam dan tidak lagi meneruskan ka
“Aku nggak pernah dengar tentang itu,” sahut Ross dengan tenang.“Jelas kamu nggak pernah dengar. Itu hal yang sangat mereka rahasiakan, nggak mungkin mereka mau kamu tahu.”“Jadi Mama sendiri tahu dari mana?” Ross bertanya balik.“....” Ratu berdeham seraya berpaling, dia lalu mengatakan, “Aku punya jalur informasiku sendiri. Terserah kamu percaya atau nggak, tapi itu benar.”“Aku bukanya nggak percaya, tapi kamu yang takut aku nggak percaya. Kalau memang dirahasiakan, pastinya nggak akan mudah untuk mendapat informasi itu. Aku cuma penasaran dari mana kamu tahu itu. Tentu saja kamu bisa bilang informasi itu didapat dari jalur informanu sendiri, tapi coba pikir lagi. Kamu sudah melakukan eksperimen ini selama bertahun-tahun, tapi siapa yang tahu sebelum ini terbongkar? Atau kamu pikir kamu lebih pandai merahasiakan ini dari mereka?”“.… Ross, kamu ….”Saat Ratu baru mau berbicara, dia lagi-lagi disela oleh Ross yang bicara dengan suara pelan. “Ma, tolong jangan marah. Kamu marah karen
Bagaimanapun yang namanya anak sendiri, ketika sudah meminta maaf, amarah Ratu sudah tidak lagi berkobar.“Iya, aku tahu aku salah,” kata Ross menunduk. “Aku nggak sepantasnya ngomong begitu.”“Kamu benar-benar sadar kalau salah?” tanyanya. “Angkat kepalamu. Tatap mataku.”Lantas Ross perlahan mengangkat kepalanya sampai matanya bertatapan, tetapi tetap tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa. Selagi menatap Ross dalam-dalam, Rat tersenyum dan berkata, “Ross, kamu nggak tahu kamu salah. Tatapan mata kamu memberi tahu kalau kamu sebenarnya masih nggak rela!”Bagaimana mungkin Ratu tidak memahami anaknya sendiri. Tatapan mata Ross mengatakan dengan sangat jelas kalau dia masih tidak mengaku salah, tetapi dia hanya mengalah agar ibunya tidak marah. Hanya saja setelah mengalami masa kritis dan setelah mengobrol dengan Juan dan Fred, pemikiran dan suasana hati Ratu sudah sedikit berubah.“Ross, kamu sudah lama tinggal di negara ini, jadi pemikiran kamu sudah terpengaruh sama
Ricky sudah menunggu di luar menantikan Ratu keluar dari kamar tersebut. Dia langsung memegang kursi roda tanpa mengatakan apa-apa, dan mendorongnya dalam kesunyian. Begitu pun dengan Ratu, dia juga hanya diam saja selama mereka berjalan menuju lift.“Pangeran Ross minta bertemu,” kata Ricky.Ratu memejamkan kedua matanya guna menyembunyikan perasaan yang mungkin bisa terlihat dari sorotan mata. Dia tidak menjawab dan hanya mengeluarkan desahan panjang. Walau begitu, Ricky mengerti apa yang ingin Ratu sampaikan dan dia pun tidak lagi banyak bertanya.Seiringan dengan lift yang terus naik, tiba-tiba Ratu berkata, “Bawa dia temui aku.”“Yang Mulia?”“Bawa dia temui aku.”Selesai Ratu berbicara, kebetulan lift juga sudah sampai di lantai tujuan. Ratu mendorong kursi rodanya sendiri keluar dari lift. Ricky sempat tertegun sesaat, tetapi kemudian dia kembali menekan tombol lantai di mana Ross berada.Tak lama kemudian, Ricky mengantar Ross masuk kamar tidur Ratu. Dia mengetuk pintunya, teta