Brandon dapat mendengar suara Yuna sedang berbicara di telepon meski tidak begitu jelas. Walau begitu, perasaan yang Yuna luapkan itu tetap terasa, karena itu Brandon langsung menghampirinya dan melihat Yuna sedang memegang ponselnya dengan raut wajah penuh amarah yang masih belum menghilang sepenuhnya.“Ada apa?” tanya Brandon. Dia melihat barang-barang yang ada di meja kerja Yuna masih berjalan dengan normal. Tidak ada sesuatu yang janggal ataupun alarm yang menyala. Lantas, Brandon pun mendekati Yuna. Pertama-tama dia memeriksa suhu tubuh Yuna, lalu dia juga menyadari dada Yuna yang masih berdebar kencang.“Aku nggak apa-apa,” jawab Yuna.“Tadi telepon dari siapa?”“Shane …. Sebenarnya bukan dia, tapi bosnya dia.”“Orang misterius itu muncul lagi? Dia ada bilang apa?”“Dia mengancamku.”“Mengancammu? Kenapa bisa? Bukannya kamu sudah setuju untuk bergabung dengan mereka?”“Aku minta mereka menunggu dua hari lagi, tapi mereka nggak mengizinkan karena waktunya sudah mepet. Mereka bilan
“Jangan ngomong begitu,” kata Yuna menutup mulut Brandon. “Untuk apa sampai menguras semua harta keluarga kita? Yang mereka mau dari kita juga bukan uang. Lagi pula kalau uang kita habis, mau pakai apa kita kasih makan anak kita?”Brandon tertawa melihat Yuna mengomel dengan wajah yang serius, kemudian dia menarik tangan Yuna dan mencium bibirnya. “Baguslah kamu masih bisa bercanda di saat seperti ini. Setidaknya berarti suasana hati kamu nggak terlalu buruk.”“Iya. Memang, sih. Tapi bukan berarti aku lagi senang juga. Sudah beberapa bulan berlalu, tapi aku masih nggak dapat petunjuk apa-apa. Rasanya itu kayak aku terus dipancing sama mereka,” Yuna berujar. Selama ini dia selalu penuh dengan rasa percaya diri, tetapi sekarang kepercayaan diri itu seakan sedikit memudar.Brandon bersandar ke sofa dan membelai kepala Yuna dengan lembut seperti sedang mengelus seekor kucing berbulu. Gerakannya sangat gemulai dan mengandung energi yang bisa membuat orang lain merasa nyaman. Lalu, dia pun b
“Jadi maksud kamu, kalau kamu mau membuat obat penawarnya, kamu harus membuat dua jenis juga?” tanya Brandon, seraya melirik ke obat yang sedang Yuna buat di meja kerjanya.“Iya. Sebenarnya aku sudah mulai membuatnya sejak kamu sembuh. Waktu itu Pak Liman sudah mulai meneliti obat untuk menyembuhkan wabahnya. Baru saja kemarin aku dapat kabar dari Pak Liman, yang bilang kalau obatnya sudah disetujui sama atasannya. Sebentar lagi mereka sudah bisa mendistribusikan obatnya ke para korban wabah itu. Apa kamu nggak berpikir wabah ini sebentar lagi akan selesai?”Brandon mengangguk. Dia juga berpikir hal yang sama. Akhir-akhir ini wabahnya sudah tidak separah dulu, bahkan sudah hampir tidak terdengar lagi. Mereka yang ada di Asia Selatan juga sudah melewati masa-masa yang paling berbahaya, dan sekarang mereka hanya perlu khawatir dengan gejala sisa saja. Persebaran wabah itu tetap masih ada, tapi dalam ruang lingkup yang jauh lebih kecil, dan korbannya juga sudah tidak sebanyak dulu.“Wabah
“Aku percaya kamu pasti bisa! Tapi gimanapun juga kemampuan kita ada batasnya, dan juga masalah ini bukan cuma tanggung jawab kamu seorang.”Yuna bersandar ke belakang dan membuat jarak antara dia dengan Brandon. Kemudian dia menatap Brandon secara saksama dengan tatapan yang menunjukkan keterkejutannya. Merasa ditatap dengan cara yang aneh seperti itu, Brandon melonggarkan rangkulannya dan bertanya, “Kenapa? Aku ada salah ngomong?”“Nggak! Aku cuma nggak menyangka kita berdua bisa terus bersama! Sebenarnya ada sesuatu yang aku belum pernah kasih tahu kamu. Tapi aku mau kamu janji dulu nggak akan marah.”“Oh, apa itu? Coba kasih tahu!”“Ngga mau, kamu harus janji dulu nggak akan marah, baru aku mau ngomong.”Semenjak tinggal bersama, mereka berdua sudah berjanji tidak akan menyembunyikan apa pun dari satu sama lain. Semua hal yang mereka hadapi akan mereka diskusikan bersama. Saat Brandon mengalami masalah di Asia Selatan, dia tidak segera mengabari Yuna sehingga Yuna jadi khawatir dan
“Oke, itu saja yang mau aku kasih tahu,” kata Yuna.“Oh.”“Cuma ‘Oh’ doang?”“Memangnya kamu mau aku jawab apa lagi? Kamu sendiri sudah yakin dengan keputusan yang kamu ambil dan sudah penuh persiapan. Selain itu ada pasukan yang siap mendukung kamu, jadi aku perlu berkomentar apa lagi? Nggak ada lagi yang bisa aku sampaikan selain memuji istriku yang serba bisa.”“Kok, aku dengar kamu kayak cemburu? Kan sudah kubilang aku nggak bermaksud nutupin ini dari kamu. Pak Liman benar-benar belum lama menghubungi aku, dan di sana … kamu tahu sendiri.”“Iya, aku ngerti.”“Hmmm? Ada sesuatu yang mau kamu omongin? Entah kenapa aku merasa kamu bertingkah sedikit aneh.”Reaksi yang Brandon tunjukkan terlalu datar dan membuat Yuna merasa keheranan. Dengan adanya Liman dan atasannya sebagai pelindung, Brandon tidak perlu khawatir lagi. Jika atasannya Liman memang berniat untuk mengincar organisasi ini, berarti mereka memiliki cara, baik itu dengan cara paksa seperti memblokir akses keluar masuk atau
Isi kepala Yuna berputar dengan sangat cepat dan tidak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan jawaban.“Pak Liman sendiri yang kasih tahu kamu?”Tanpa perlu dijawab, sorot mata Brandon sudah mengatakan segalanya.“Sial! Benar-benar, deh, Pak Liman itu. Padahal dia sendiri yang berkali-kali mengingatkan aku untuk jaga rahasia jangan kasih tahu ke siapa pun, tapi dia malah kasih tahu kamu …. Orang bermulut ember begitu kok bisa, ya, punya jabatan tinggi di departemen rahasia negara!”Sayang sekali saat ini Liman tidak ada di tempat, atau Yuna pasti memberi pelajaran kepadanya.“Kamu jangan menyalahkan Pak Liman. Dia memang nggak kasih tahu ke siapa pun. Lebih tepatnya dari awal ini memang sudah rahasia kita bertiga.”“Maksud kamu apa?” Yuna heran apa yang Brandon katakan dengan rahasia mereka bertiga.“Dia perlu bekerja sama denganmu, tapi di saat yang sama dia juga butuh kerja sama dari Setiawan Group. Jangan lupa kalau proyek vaksin itu dulunya adalah milik Setiawan Group. Setiawan
“Nggak ada yang mengancamku. Kamu juga nggak perlu banyak tanya lagi. Aku tahu aku sudah membuatmu kecewa, tapi kalau terus dibiarkan, yang ada kita berdua akan sama-sama merasa tersakiti, jadi lebih baik kita sudahi saja hubungan kita berdua sedini mungkin.”“Kamu mau hubungan kita berakhir secepatnya? Apa kamu merasa pernikahan kita sekarang ini menyiksa?”“Stella! Aku nggak mau bicara terlalu banyak, dan nggak ada lagi yang perlu aku jelaskan ke kamu. Anggap saja aku sudah mati sewaktu di Asia Selatan. Aku memang seharusnya nggak pulang untuk menemui kamu. Aku yang salah, jadi biarkan aku memperbaiki kesalahan ini, oke?”Tatapan mata Frans terlihat begitu dingin, tetapi Stella masih tetap menatap kedua bola matanya berusaha untuk mencari sedikit saja sisa-sisa perasaan yang masih tertinggal dalam dirinya. Namun sayang yang bisa dia temukan hanyalah hati yang telah mati. Hal itu membuat Stella sangat bersedih. Kalaupun Frans dikendalikan oleh orang lain atau dicuci otak, setidaknya d
Seketika jarum itu dimasukkan, pria bertubuh pendek itu seperti merasakan sesuatu di tubuhnya dan langsung berbalik.“Yang kali ini gimana?”“Ada kemajuan dibandingkan yang sebelumnya.”“Hmph! Kamu selalu bilang begitu, tapi setiap kali nggak pernah ada perbaikan! Terkadang aku sempat ragu, sebenarnya penyakitku yang sudah terlalu parah, atau memang kamu yang terlalu bodoh!”Sosok bayangan hitam itu tak bisa membalas dan hanya menundukkan kepalanya mendengar kata-kata yang sangat menyakitkan. Lalu, pria pendek itu menggulung lengan bajunya sampai ke bahu. Bayangan hitam itu sekali lagi mengoleskan alkohol di bahunya dan kemudian menusuk jarum suntik untuk kedua kalinya. Ekspresi wajah pria pendek itu tidak berubah seiring cairan dari jarum suntik itu memasuki tubuhnya. Dia hanya mengernyit sedikit, dan jarumnya dicabut.“Huft ….”Pria pendek itu menghela napas panjang dan menggerakkan tangannya. Melihat bayangan hitam itu menaruh jarum suntik dan membereskan barangnya dengan tergesa-ge
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi