Amara terbiasa untuk bangun subuh. Namun, berhubung tidurnya tidak nyenyak semalam, Amara masih belum bangun saat ini. Namun, dia malah dibangunkan oleh suara dering ponselnya. Bagaimana mungkin Amara tidak emosi?“Halo?” Amara mengangkat panggilan dengan suara lemas.Steve terlalu panik, tidak menyadari ada yang aneh dari suara Amara. “Ma, Mama sudah bangun?”Biasanya Amara sudah bangun dan berolahraga pada jam segini. Apalagi Amara sudah berumur, tidak bisa tidur terlalu lama. Itulah sebabnya Steve mengira Amara sudah bangun.“Belum, kenapa? Katakanlah?” Amara berusaha membangkitkan tubuhnya. Hanya saja, kedua matanya masih belum dilebarkan.“Nggak ada masalah apa-apa. Aku cuma ingin tanya masalah hasil tes DNA. Apa hasilnya sudah keluar?” Jika hasil tes DNA sudah keluar, Clara pasti akan menyerahkannya kepada sang ibu. Ketika kedengaran masalah ini, kedua mata Amara langsung terbuka lebar. Tatapannya langsung tertuju pada dokumen di atas meja.“Emm, kenapa?” Amara tidak memberi tah
Ketidakadilan yang diterima sang putra tentu saja dirasakan oleh Amara. Itulah sebabnya Amara terus memutar otak ingin membantu putranya untuk merampas kembali semua yang seharusnya menjadi miliknya. Amara juga mengaku bahwa dirinya sangat pilih kasih!Hanya saja, apa salahnya jika Amara pilih kasih? Brandon juga bukan anak yang dilahirkan Amara. Dia hanyalah cucu yang dilahirkan dari wanita yang paling tidak disukai Amara. Ditambah lagi, hubungan Amara tidaklah dekat dengan cucunya. Jadi, dia semakin tidak menyukai Brandon lagi.“Sudahlah, apa yang ingin kamu lakukan?” Amara memotong omongan Steve, lalu bertanya dengan tidak berdaya.“Ma, aku hanya punya satu permintaan saja. Kamu mesti setuju!”Nada bicara Steve sangatlah serius. Alhasil, Amara tidak lagi merasa mengantuk. “Katakanlah.”“Mama jangan lihat hasil tes DNA itu lagi atau terserah Mama mau lihat atau nggak. Tapi nggak peduli apa pun hasilnya, ingat satu hal … Brandon bukanlah anggota Keluarga Setiawan. Dia bukan bagian dar
“Memangnya kenapa kalau Mama sudah membacanya? Apa semuanya penting?” Nada bicara Amara terdengar sangat datar. “Bukankah sudah ada hasilnya di hatimu?”Amara tidak pernah menyangka putranya bisa mengakhiri nasib seseorang.Awalnya Amara bisa menyetujui Steve untuk melakukan tes DNA, murni hanya karena dia merasa curiga saja. Sebab, masalah hubungan darah tidak boleh diremehkan. Jika Brandon memang bukanlah cucu kandungnya, itu berarti menantunya itu telah membesarkan anak haram di rumahnya dan merebut harta kekayaan keluarganya.Namun, sekarang hasil tes DNA sudah keluar dan hasilnya tidak seperti yang dikatakan Steve.“Ma, Mama setuju, ya? Ini adalah kesempatan terbaik!” Steve memelas.Setiap kali Steve menurunkan egonya dan memelas bagai seorang anak kecil, hati ibunya pasti akan luluh, lalu memenuhi seluruh permintaannya.Seperti waktu itu, Amara setuju untuk bekerja sama dengan Steve, membawa Brandon dan Yuna untuk keluar rumah. Jadi, apa pun permintaan Steve, asalkan dia memelas,
Clara pun terbengong ketika mendengar pertanyaan ibunya. “Ma, aku juga nggak tahu. Mama bikin keputusan sendiri saja!”Jika Clara tahu, dia juga tidak akan bersikap sepanik semalam.Tetiba Amara jatuh pingsan. Awalnya Clara ingin memanggil ambulans, hanya saja Amara menyadarkan diri dalam beberapa saat, lalu melarangnya. Dia tidak ingin memperbesar masalah.Jika Amara masuk rumah sakit, semua orang pasti akan heboh dengan kabar ini. Hanya saja, Amara masih belum kepikiran apa yang harus dia lakukan.“Haish!”…Steve juga tidak buru-buru untuk pulang ke rumah, melainkan pergi ke rumah sakit. Sikunya sangatlah sakit. Meski Steve tidak menggerakkannya, rasa ngilu terus terasa dan membuatnya berkeringat dingin. Awalnya Steve mengira dirinya hanya keseleo saja, tetapi setelah dilihat-lihat sepertinya kondisi sikunya lebih parah daripada yang dibayangkan.Setelah diperiksa oleh dokter dan melakukan pemeriksaan X-Ray, dokter pun menyimpulkan, “Patah tulang.”“Patah? Apa iya? Padahal aku cuma
Steve tidak menyangka orang itu akan keluar secepat ini. Dia tidak sempat mengelak dan bertatapan dengan Monica.Saking gugupnya, Steve menelan air liurnya, lalu tersenyum canggung. “Hai, kebetulan sekali?”Terlintas keterkejutan dari tatapan si wanita, dia pun berkata dengan tersenyum sinis, “Kenapa kamu bisa ada di sini?”“Aku ….” Steve menggerakan tangannya, lalu tersenyum. “Hehe!”Tak disangka ketika wanita itu melihat tangan Steve dipasang gips, dia malah terbengong. “Kamu terluka?”“Semuanya juga gara-gara kamu ….” Tiba-tiba Steve menghentikan ucapannya. Dia berpikir sejenak, lalu berkata, “Sudahlah, salah aku nggak berdiri dengan baik.”“Aku yang melakukannya?” Dia mengerutkan keningnya seolah-olah tidak mengingatnya lagi. Melihat wajah lugu Monica, Steve semakin marah lagi. Dia pun memaki dalam hati, ‘Ini kerjaan kamu atau nggak, apa kamu nggak tahu? Semalam kamu kasar sekali sama aku, aku jadi jatuh! Kamu juga sudah melihatnya, kenapa malah berlagak lugu?’Tentu saja, Steve j
Monica mengerutkan keningnya, lalu bersandar ke belakang. Hanya saja, tidak terlihat ekspresi kesal di dirinya.Tangan Steve yang dipasang gips diletakkan di depan dadanya. Dia sengaja menyenggolkan gips ke tubuh Monica. Monica menggigit bibir bawahnya dan wajahnya menjadi merona.Kali ini Steve dapat merasakan sisi lembut dan imut dari Monica. Dulu, mungkin Steve akan merasa wanita ini sangatlah imut dan ingin mendekatinya. Namun sekarang, Steve yakin wanita ini memiliki kepribadian ganda. Jika tidak, mana mungkin dia pergi ke Departemen Neurologi. Steve juga tidak tertarik terhadap wanita yang memiliki masalah di otak dan juga punya tanda-tanda kekerasan ini.Namun, jarang-jarang Steve bisa membuat Monica tidak bisa meluapkan amarahnya, dia pun merasa sangat puas. Dia menggerakan jari tangannya, lalu berkata, “Coba lihat, aku juga nggak berdaya, orangnya terlalu banyak, aku juga bukan sengaja.”Monica hanya memelototinya saja.Akhirnya lift tiba di lantai satu. Setelah orang di dalam
Steve berpikir beberapa saat dan dia masih tidak mengerti dari maksud ucapan singkat Monica. Dia hanya merasa ada yang aneh dengan Monica. Namun setelah dipikir-pikir, Monica saja sudah berkonsultasi ke Departemen Neurologi, wajar kalau dia tidak waras.Hanya saja, dilihat dari ekspresi Monica, sepertinya dia percaya bahwa kitab di tangannya juga bukan kitab asli. Setidaknya, dia sempat merasa curiga. Kepikiran hal ini, suasana hati Steve terasa gembira. Steve melihat jam tangan, dia pun harus segera pulang membujuk ibunya untuk membantunya menjalankan rencana besarnya.Steve pergi mengambil barang yang sudah dipesannya dari rumah sakit. Kemudian, dia bergegas ke Kediaman Setiawan.Saat menerima panggilan Steve, Amara pun sudah bangun. Steve mengatakan dirinya akan pulang. Amara menyantap sarapan di lantai bawah sambil menunggunya. Ketika Amara hampir menyelesaikan sarapannya, Steve pun datang.Awalnya Amara masih mempertahankan aura dinginnya, tapi ketika melihat kedatangan Steve, dia
Awalnya Amara hanya mendengar saja, tapi setelah mendengar kalimat terakhir, dia pun terbengong. “Apa yang sedang kamu katakan? Kitab yang kamu curi itu … kitab palsu?”“Emm. Aku juga nggak ngerti, tapi kata Monica, kitab itu memang palsu. Semua ini jebakan yang sudah dibuat Brandon untuk aku. Dia sengaja! Mama nggak tahu, aku hampir saja tertembak anak panah. Kalau aku sampai tertembak, bisa jadi aku sudah kehilangan nyawaku, aku nggak bisa ketemu Mama lagi.” Steve menghela napas, lalu melanjutkan, “Mama bilang aku sadis sama dia, memangnya dia nggak sadis sama aku? Aku memang bersalah karena sudah mencuri kitab rahasia, tapi dia bisa terus terang sama aku atau melarangku. Sekarang dia malah membuat perangkap yang begitu berbahaya. Ma, apa dia menganggapku sebagai omnya?”“Ini ….” Seketika Amara juga tidak tahu harus berbuat apa.“Bukannya aku terlalu perhitungan, tapi kalau aku nggak merebut, sepertinya nyawaku nggak akan bisa terselamatkan lagi. Sekarang Mama masih hidup, dia masih
Karena semuanya terjadi begitu mendada, tidak ada orang yang tahu apa yang terjadi sebenarnya. Setelah Fred mengatur semuanya sesuai dengan rencananya, dia pergi ke kamar di mana sang Ratu berada. Dia mengutus orang kepercayaannya untuk berjaga, menjamin supaya kondisi kesehatan Ratu tetap prima. Namun dua hari terakhir tiba-tiba kondisinya memburuk.Awalnya Fred bahkan curiga sang Ratu bersekongkol dengan Yuna karena mereka berdua sama-sama jatuh sakit. Namun setelah dipikirkan lagi, mereka tidak punya alasan yang cukup meyakinkan untuk itu. Terlebih lagi mereka berdua juga sudah tidak berada di tempat yang sama. Tidak mungkin mereka bisa berkomunikasi dalam bentuk apa pun.Begitu masuk, Fred melihat Ratu yang terbaring lemas di atas ranjang. Dia menghampiri sang Ratu, membungkukkan badannya dan berkata dengan santun. “Yang Mulia? Yang Mulia?”Kelopak mata Ratu terlihat ada sedikit pergerakan, tetapi dia tidak membuka matanya entah karena memang tidak kuat, atau karena dia tidak ingin
Rainie duduk di pojokan seorang diri, berpikir mengapa Fred melakukan ini, dan mengapa dia mengumumkannya secara mendadak. Fred sendiri tahu ini terlalu mendadak, tetapi mau bagaimana lagi. Tubuh sang Ratu terus melemah dan sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi.Sejak awal Fred sudah tahu kalau kondisi kesehatan sang Ratu kurang baik, makanya dia mau menyelesaikan eksperimennya secepat mungkin, dan mencari tubuh pengganti yang sehat secara fisik. Tetapi dia malah menemui masalah yang berkepanjangan sampai detik ini. Sementara itu kesehatan sang Ratu terus memburuk. Meski sudah diobati oleh sekelompok dokter terpercaya pun, yang namanya penuaan memang tidak bisa dicegah. Organ-organ tubuhnya kian melemah. Proses penuaan yang dialami oleh sang Ratu membuat Fred ketakutan. Sekarang dia masih cukup sehat, tetapi sebentar lagi dia juga akan memasuki usia tua dan tubuhnya juga pasti perlahan akan ikut melemah.Semua orang sama di hadapan hidup dan mati. Tidak ada seorang pun yang bisa me
Saat Rainie bilang begitu, ekspresi yang terlihat di wajah Fred langsung berubah menjadi serius.“Ikut aku!” katanya.Rainie terus berjalan mengikuti Fred, mereka masih berada di lantai yang sama, tetapi mereka masuk ke sebuah ruangan lain. Selagi Rainie menutup kembali pintu ruangan itu, Fred duduk dan bertanya padanya, “Obat yang tadi kamu bilang itu maksudnya obat yang bisa bikin badan jadi nggak kelihatan?”“Iya! Tadi aku baru dapat kabar, kemungkinan dalam dua hari ini aku bisa dapat resepnya. Bukanya aku nggak mau kerja di lab, tapi aku takut kelewatan informasi penting.”“HP-mu ada di sini,” kata Fred. “Kalau ada apa-apa, aku bakal kasih tahu kamu segera.”“Tapi …,” Rainie berhenti sejenak dan melanjutkan dengan nada bicara yang pelan, “Cuma aku yang bisa mengendalikan pikirannya. Dia cuma mendengar perintahku. Aku takut kalau bukan aku, nanti bakal berpengaruh ke hipnotisnya. Bisa saja dia jadi sadar dan aku gagal dapat resepnya.”“Rainie, kamu sudah berani mengancamku, ya?”Se
“….”Berbagai macam protes dapat mereka dengar di sana. Rianie juga mengernyit tidak menyangka dia akan dipanggil secara tiba-tiba begini. Namun, Fred mengangkat kedua tangannya meminta mereka semua untuk tetap tenang, lalu dia berbicara, “Karena eksperimen ini sangat rumit dan mudah terjadi kesalahan, jadi mulai sekarang kalian semua harus bersiap-siap yang baik. Alasan lainnya … aku pernah bilang aku paling nggak suka dikhianati, dan orang yang bermulut ember. Jadi untuk menjamin keberhasilan eksperimen ini, tolong kerja sama dari kalian semua. Tapi jangan khawatir, soal kebutuhan dasar seperti makan dan minum pasti sudah kusiapkan. Tapi dengan syarat, semua perangkat komunikasi akan kusita sebentar!”Begitu Fred selesai berbicara, langsung ada orang yang maju dan menyerahkan semua barang bawaannya. Ponsel Rainie juga tentunya disita. Sebenarnya, sebelum ini pun, semua yang masuk ke lab tidak diperkenankan untuk membawa perangkat komunikasi apa pun, jadi kebanyakan yang disita kali i
Taka lama setelah Rainie menutup telepon, orang yang diutus oleh Fred datang memanggilnya, meminta dia untuk pergi ke lab. Panggilan yang terkesan terburu-buru membuat Rainie sedikit cemas apa mungkin terjadi sesuatu di sana.Apakah Rainie tidak memiliki ambisinya sendiri? Tentu ada. Jika dia berhasil membuat obat menghilang itu dan bisa menggunakan hipnotisnya dengan lebih baik, dia tidak perlu bergantung kepada Fred lagi. Selama Rainie memiliki dua hal itu, dia bisa melindungi dirinya sendiri dan tidak perlu takut untuk mengelilingi dunia lagi.Rainie tidak pernah tertarik dengan iming-iming kehidupan abadi. Di matanya, kehidupan abadi hanyalah impian kosong. Kalaupun menemukan satu orang lagi yang cocok, intinya mereka tetaplah dua orang yang berbeda, bagaimana mungkin bisa berpindah menjadi satu tubuh yang sama? Dengan teknologi yang maju seperti sekarang pun, donor organ saja masih bisa menunjukkan adanya gejala ketidakcocokkan, apalagi mentransfer jiwa yang abstrak.Namun tentu R
“Lho, bukannya dia ada di sana? Tunggu, kamu tahu dari mana anakmu ada di istana negara Yuraria? Siapa yang bilang begitu?”“.…”Sane jadi terbawa emosi karena tiba-tiba anaknya tidak diketahui keberadaannya, sampai-sampai dia kehilangan akal sehat dan baru sadar ketika ditanya balik oleh Rainie. Benar juga, Shane tahu dari mana kalau Nathan ada di sana? Dia tentu tidak bisa bilang kalau Ross yang memberi tahu.”“Aku … dari informasi yang Brandon dapat, dia bilang Nathan nggak ada di sana. Rainie, kan kamu sudah dipercaya sama Fred. Tolong bantu aku cari tahu keberadaan Nathan.”“Brandon?!”Benar Brandon memang selama ini terus mencari di mana Nathan berada, tetapi tidak pernah ada temuan yang berarti, jadi Shane menggunakan alasan itu untuk meyakinkan Rainie.“Kamu percaya sama omongan dia? Memangnya dia pernah pergi cari langsung ke istana negara sana? Apa dia ada ngajak kamu untuk nyari ke sana? Atau dia punya saudara di istana? Sekarang dia saja nggak bisa menolong istrinya sendiri
“Bukan begitu. Maksudku, istana negara kan besar, apa mungkin ….”“Nggak mungkin!” sela Ross, lalu tanpa ragu dia berkata, “Aku lahir dan tumbuh besar di sana. Seberapa besar tempat itu, bahkan sampai ada berapa ekor semut pun aku tahu. Kalau memang ada anak yang kamu maksud itu, aku pasti sudah lihat!”“.…”Mendengar itu, tatapan di kedua mata Shane langsung hampa dan dia tampak sedang berpikir dalam. Jelas sekali bantahan Ross memberikan pukulan yang sangat dalam baginya. Selama ini dia berasumsi Nathan ada di istana kerajaan Yuraria dan yakin kalau dia baik-baik saja meski tidak bisa melihatnya secara langsung. Selama Shane memiliki cara untuk menyelamatkannya, ayah dan anak bisa bersatu kembali, tetapi sayang Shane harus menelan fakta pahit bahwa Nathan tidak ada di sana.Lantas jika Nathan tidak ada di sana, ada di manakah dia?Ross jadi tidak enak hati melihat Shane begitu kecewa. “Jangan sedih dulu. Kalau nggak ada di istana, mungkin dia disembunyikan di tempat lain. Kalau Fred
Ross terlihat santai santai meyeruput kopinya di ruang tamu, tetapi Shane tidak demikian. Dia terus mengubah tayangan di TV karena tidak bisa diam untuk menikmati suatu tayangan dengan tenang dari awal sampai habis.“Hey, nggak usah panik begitulah, santai saja!” kata Ross.“Aku juga maunya begitu, bisa duduk santai sambil ngopi kayak kamu. Tapi masalahnya aku nggak bisa.”“Ah, kondisi kita sekarang memang agak rumit, tapi jangan sampai gara-gara ini suasana hati kamu adi rusak,” kata Ross sembari menawarkan kudapan ke Shane. “Paling nggak untuk sekarang kita nggak sepenuhnya pasif. Iya, ‘kan?”Dengan kondisi di saat itu, Shane tidak ada nafsu untuk menyantap kudapan yang Ross tawarkan padanya. Dia hanya menatap wajah Ross dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi kemudian dia menariknya kembali.“Tadi kamu mau ngomong sesuatu?” tanya Ross.Terbukti, dari tadi Ross memang memperhatikan Shane. Meski TV menyala, Ross tidak fokus ke sana dan malah terus menatap Shane yang beberapa kali sudah
Pernyataan itu membuat Yuna terkesiap. Dia sangat tidak menyangka Fred malah melindungi Rainie. Dari yang Yuna pikirkan selama ini , semestinya Fred tidak peduli dengan Rainie karena pada awalnya pun Fred sudah membuang Rainie di lab yang lama. Jika tidak begitu, untuk apa Rainie harus bersusah payah datang ke sini dan membuktikan dirinya kepada Fred.“Kamu pasti berpikir aku bakal membuang dia tanpa berat hati, ‘kan? Sayangnya kamu salah. Dia itu cukup pintar dan setia. Bagiku dia masih sangat berguna, jadi untuk apa kubuang? Masalah kamu mau menurut atau nggak, itu bukan kamu yang menentukan. Jangan terlalu lugu jadi orang! Bawa si tua bangka ini pergi, taruh dia di tempat terpisah!”Dari ucapannya itu, sudah jelas Fred tidak ada niat untuk membebaskan Juan.“Kamu sama saja dengan mencari masalah kalau nggak membebaskan guruku,” kata Yuna bermaksud mengingatkan bahwa akibatnya akan serius jika Fred masih tidak mau membebaskan Juan.“Masa iya? Tapi aku paling nggak takut sama yang nam