Setelah Monica kembali ke kamarnya, Hanny baru menegakkan tubuhnya. Dia mengambil mangkuk kosong ke dalam dapur, membuka kran air, lalu mencuci mangkuknya.Hanny mencuci dengan sangat bersih dan lambat. Setelah itu, dia meletakkan mangkuk ke dalam rak. Hanny mengamati ruangan dapur dengan saksama. Setelah menyadari tidak meninggalkan jejak, Hanny kembali ke kamar kecilnya.Ruangan bawah tanah sangatlah gelap, tetapi Hanny sudah terbiasa dengan lingkungan seperti ini. Dia duduk di sudut ruangan. Cahaya matahari memancar sedikit di bagian ujung kakinya. Dia hanya perlu mengulurkan kakinya sedikit dan dia pun bisa merasakan sentuhan hangat itu. Kedua tangan Hanny memeluk kedua lutut sambil menggenggam erat cincin yang sudah berubah wujud itu. Akhirnya cincin itu bisa dimiliki oleh Hanny, sayangnya cincin sudah berubah wujud.Tidak ada satu pun barang milik Hanny di dunia ini. Tak peduli itu orang, barang, ataupun yang lain, Hanny tidak seharusnya memiliki harapan dan tidak seharusnya ber
“Oke.” Monica menyetujuinya dengan sangat cepat. “Sampai jumpa nanti malam!”Setelah Monica mengakhiri panggilannya, Steve pun merasa sedikit ragu.Sesuai logika, Monica seharusnya bersikap sangat gembira. Dia memang telah menyetujui permintaan Steve, tetapi dia malah menyetujuinya dengan begitu cepat. Reaksinya … emm, sungguh di luar dugaan Steve.Entah kenapa Steve merasa Monica yang hari ini sangatlah penurut. Namun setelah dipikir-pikir, Monica memang adalah wanita yang susah untuk ditebak. Jadi, tidaklah aneh jika dia bersikap seperti ini.Dengan berpikir seperti ini, Steve pun menyingkirkan keraguan di hatinya. Dia berjalan ke kamar mandi dengan bersiul. Dia ingin mandi, bercukur, bersiap-siap untuk negosiasi nanti malam. Steve sudah tidak sabar untuk menyambut kehidupan barunya!…Jam enam malam.Steve berangkat menuju hotel tempat janjiannya dengan Monica. Saat dia hendak keluar rumah, kebetulan Clara memasuki rumah. Sosok girang Steve spontan membangkitkan rasa penasaran di ha
Amplop dokumen dibuka. Dokumen yang dikeluarkan Amara lebih tebal daripada yang dibayangkan. Dia menatap Clara dengan bingung.Clara segera menjelaskan, “Demi akurasi, aku melakukan tes DNA terhadap seluruh anggota keluarga kita. Tes DNA Mama dengan Brandon, aku dan Steve dengan Brandon. Aku hanya ingin memastikannya saja.”Setelah dipikir-pikir, Amara merasa ucapan Clara sangatlah masuk akal. Dia pun mengangguk, lalu mengenakan kacamata rabun tuanya untuk membaca hasil laporan.Hanya saja … raut wajahnya terlihat semakin muram lagi. Amara membaca berulang kali, lalu membolak-balikkan hasilnya dengan penuh kaget. “Ini … ini ….”“Ma, Mama jangan emosi. Aku sudah ingatkan tadi, Mama harus persiapkan mental,” pesan Clara dengan suara ringan.Jujur saja, Clara juga terkejut ketika melihatnya. Itulah sebabnya dia berulang kali berpesan kepada ibunya untuk mempersiapkan mentalnya. Sebab, pukulan ini lumayan besar.“Tapi, ini … ini tidak mungkin!” Amara tidak bisa mengendalikan emosinya. “Aku
Melihat sikap Monica, Steve semakin gembira lantaran merasa tujuannya sudah tercapai. Dia pun tersenyum membalikkan badannya. Semuanya sudah berada di bawah kendalinya. Dia sama sekali tidak mendengar ucapan Monica, melainkan pergi mengambil botol anggur merah, membukanya, lalu menuangkannya ke dua gelas.Melihat gerakan Steve, Monica berjalan masuk selangkah, lalu menghentikan langkahnya.Steve mengambil dua gelas anggur, lalu membalikkan tubuhnya. “Akhirnya aku sudah mendapatkan benda yang penting itu. Bukankah sudah sepantasnya kita merayakannya? Mari bersulanglah demi keberhasilan kerja sama kita!”Monica mengambil gelas dari tangan Steve. Melihat Steve sudah menghabiskannya, Monica pun menyesap anggur, lalu menjulurkan tangannya yang satu lagi. “Di mana barangnya?”“Hehe ….” Steve melihat telapak tangan Monica. Tangannya tidak semulus tangan wanita lain. Sepertinya itu karena dia sering latihan seni bela diri selama bertahun-tahun. Tiba-tiba terlintas ide aneh di benak Steve. Hany
“Ucapanmu memang enak didengar. Tapi kamu tiba-tiba menaikkan harga di saat hendak menyelesaikan transaksi? Apa ini namanya pebisnis jujur?” Monica menggoyangkan gelas anggur di tangan, lalu melihat Steve sambil menyindirnya.Sebenarnya sejak awal, Monica sudah tahu bahwa Steve bukanlah lelaki yang bisa dipercaya. Dia pasti bisa menaikkan harga secara tiba-tiba. Jadi, Monica juga hanya asal bicara mengenai saham senilai 30% itu. Lagi pula, tidak peduli berapa banyak saham yang dibuka Monica, pada akhirnya Steve yang serakah itu pasti tidak akan terpuaskan juga.“Jujur?” Steve seolah-olah mendengar lelucon yang sangat lucu. Dia tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, “Sekarang sudah zaman apa? Tolonglah! Jujur itu nggak bisa bikin perut kita kenyang. Namanya juga pebisnis, tentu saja mesti mendahulukan keuntungan. Memangnya kita bisa melakukan bisnis bukan karena keuntungan? Berhubung kita semua melakukannya demi keuntungan, sepertinya nggak masalah kalau aku menginginkan keuntungan yang
“Aku ….” Ucapan Steve jadi terbata-bata. Jangan-jangan Monica tidak puas dengan harganya? Jadi, dia berubah pikiran? Tidak mungkin! Monica sudah mencari kitab rahasia ini selama bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba tidak menginginkannya lagi?Steve mencoba untuk bertanya, “Apa … maksudmu?”“Maksudku, aku nggak menginginkannya lagi. Aku nggak mau lagi!” balas Monica dengan tegas. Sepertinya tidak ada lagi ruang untuk diskusi.“Sudahlah, jangan bersandiwara lagi. Aku tahu kamu nggak mungkin nggak mau kitab ini. Kamu ingin tawar harga, ‘kan? Oke, kalau begitu, kita bicarakan masalah harga, nggak ada yang nggak bisa didiskusikan! Namanya juga berbisnis, wajar kalau ada sesi tawar-menawar. Kamu juga jangan langsung menolakku. Kita bicarakan sampai harganya sesuai. Jangan marah-marah.”Steve juga tidak berani bersikap terlalu kelewatan terhadap Monica. Bagaimanapun juga, dirinya bukanlah tandingan Monica. Hanya saja, dia tidak begitu mengerti apa yang ada di benak Monica.Berhubung Steve mas
Senyuman Monica bagai sedang menyindir dan meremehkan Steve saja.Meskipun Monica tidak mengatakan apa pun, Steve malah terasa sangat terpukul. Steve sungguh tidak percaya. Pada saat ini, rasa kaget telah menutupi rasa takut. Dia langsung meraih pundak Monica dengan kedua tangannya. “Jangan pergi! Jelaskan ucapanmu! Apa maksudmu kitab rahasia palsu?”Sebelumnya, tidak ada yang pernah memperlakukan Monica seperti ini. Monica terbengong, lalu menunjukkan ekspresi muramnya. Dia pun bertanya, “Apa yang ingin kamu lakukan?”“Jelaskan! Apanya yang palsu? Kamu saja nggak pernah ketemu kitab rahasia asli, gimana ceritanya kamu bisa bilang kitab itu palsu? Aku tahu, kamu pasti sengaja bohongin aku. Kemudian, kamu ingin ambil kitab rahasia dari tanganku tanpa bayar sepeser pun!”“Kamu bilang aku serakah, sepertinya kamu yang serakah! Monica, tak disangka, biasanya kamu kelihatannya nggak peduli dengan apa pun, ternyata kamu licik sekali. Kerja sama? Heh! Ternyata kamu cuma lagi bohongin aku. Kam
Belum sempat Steve menyelesaikan omongannya, Monica pun langsung melanjutkan, “Tapi kamu bukannya nggak berguna sama sekali. Rencanamu sangat bagus. Kamu berhasil bikin pasangan suami istri itu keluar rumah, bikin semua pembantu tidak berani memasuki ruang tamu, dan merusak semua kamera CCTV, semua itu nggak gampang bagi aku. Berhubung kamu sudah membantuku, aku pun akan memberi sedikit imbalan buat kamu.”“Mengenai masalah kitab rahasia, kitab di tanganmu itu kitab palsu, yang asli sudah di tanganku. Itu berarti kamu nggak berhasil menyelesaikan misimu dan aku nggak berkewajiban untuk memberi saham kepadamu. Aku juga nggak tergolong sedang menipumu.”Rencana awal Monica memang seperti ini. Sejak awal, dia juga tidak berharap Steve bisa menemukan barang yang diidamkannya.Hanya saja, ada satu hal, identitasnya mungkin telah banyak membantu Monica. Bukan hanya Steve saja, bahkan Amara juga sudah banyak membantunya. Monica tidak perlu menghadapi kedua pasang suami istri yang hebat. Denga