Air muka Naomi semakin tegang mendengarnya. Ia panik dan khawatir. Jika tidak ada kedua perawat itu, Attar akan tinggal seorang diri. Kemarin Attar terjatuh dari kursi roda dan didorong oleh Alister juga. Kaki adiknya pasti semakin sakit dan harusnya mendapat perawatan.Naomi yakin adiknya belum mau bertemu dengannya. Apalagi dirawat olehnya. Lagipula Alister juga tidak akan mengizinkannya melakukan itu. Namun, ia tidak bisa membiarkan adiknya sendirian di saat masih membutuhkan perawatan ekstra. “Semalam asistenku menemuinya. Adikmu juga mengatakan tidak mau diterapi lagi,” imbuh Alister lagi yang membuat Naomi semakin sesak napas. Tidak boleh, tidak bisa seperti ini. Keberadaannya di sini adalah demi pengobatan adiknya hingga benar-benar tuntas. Jika Attar tidak mau lagi mendapat perawatan, apa gunanya dirinya berada di sini. Attar bahkan belum bisa menggerakkan kakinya. Pemuda itu masih membutuhkan banyak perawatan. “Aku akan mencari waktu untuk bicara dengan—”“Jangan! Biar aku
“Kamu bicara apa? Jangan berkata seperti itu!” seru Naomi marah. Naomi tak suka Attar mengatakan itu. Tidak ada yang tahu seberapa takut dan frustasinya ia malam itu. Melihat keadaan satu-satunya orang yang berarti di hidupnya sekarat. Berlumur darah di mana-mana, seolah tak akan bertahan lebih lama. Melihat keadaan Attar yang mengenaskan membuat Naomi hampir sesak napas. Malam itu dirinya seolah kehilangan pijakan. Takut luar biasa membelenggu dadanya. Jika Attar sampai kenapa-kenapa, ia tidak memiliki siapa pun lagi. Dirinya akan benar-benar sendirian selamanya. Itu yang membuatnya nekat mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Namun, dengan mudahnya Attar membicarakan tentang kematian. Setelah semua perjuangan yang ia lakukan. Ia tahu adiknya marah dan kecewa, tetapi tetap tak pantas membahas kematian. [“Kakak pikir aku senang diselamatkan dengan cara seperti itu? Tidak! Tidak sama sekali!”] Suara Attar yang penuh penekanan kembali terdengar dari sebrang sana. [“Di sana Kak
“Kita naik motor, Tuan?” tanya Naomi spontan ketika melihat Alister malah menunggangi motor sport. Alister menepati janji yang katanya akan mengajaknya jalan-jalan hari ini. Seperti biasa, lelaki itu akan berjalan lebih dulu sedangkan Naomi menyusul. Naomi pikir mereka akan menggunakan mobil seperti biasa. Namun, ternyata lelaki itu malah sudah siap dengan motornya. Alister menoleh dengan sebelah alis terangkat. “Kenapa? Kamu tidak mau?”Naomi menggeleng samar. “Bukan begitu. Tapi, bukannya Tuan tidak mau ada yang mengenali kita?”Entah mereka akan bertemu dengan siapa di jalan nanti. Jika menggunakan mobil, Naomi masih bisa bersembunyi. Tetapi, dengan motor seperti ini, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Bahkan, saat menggunakan mobil saja, Alister selalu menggunakan topi dan masker. Belum bagi, menggunakan motor akan membuat Naomi terpaksa menempel dengan Alister. Pasti rasanya akan sangat canggung. Berbeda jika Attar atau Kelvin yang memboncengnya karena ia sudah terbiasa. Terl
“Ke mana lagi, Tuan?” Naomi kembali melempar pertanyaan sembari memasuki mobil dan duduk di samping suaminya.“Suatu tempat yang menyenangkan. Ini perjalanan utama kita. Kamu akan tahu nanti,” jawab Alister misterius. Naomi masih mengerutkan keningnya, namun memilih tak bertanya lagi. Meskipun sangat penasaran. Naomi tahu Alister tidak akan menjawab sebelum mereka sampai di tempat tujuan dan ia mengetahui sendiri ke mana tujuan mereka. Entah di mana motor sport yang tadi mereka gunakan. Naomi tidak melihatnya lagi di parkiran salon. Sepertinya Alister sengaja menukarnya karena ingin menggunakan mobil. Lelaki itu sangat aneh. Jika akhirnya akan menggunakan mobil, untuk apa tadi malah memakai motor?Mobil itu melesat membelah jalanan yang lebih lenggang, meskipun saat ini adalah waktu makan siang. Sebab, jalur yang Alister tempuh mengarah ke pinggiran kota. Lelaki itu menghentikan mobil di tengah perjalanan untuk membeli makanan secara drive thru. “Makanlah, perjalanan kita masih pan
“Bayaran apa, Tuan?” tanya Naomi gelagapan. Ia berdeham singkat untuk menetralkan kegugupannya, namun tak berhasil. Sebenarnya Naomi mengerti ke mana arah pembicaraan Alister. Namun, tentu saja ia tidak akan mengakuinya. Mereka baru sampai dua jam lalu di sini dan sekarang pun matahari masih bersinar terang. Rasanya tak pantas membahas hal-hal seperti itu. Alister terkekeh rendah sembari membuka kacamata dan melempar benda itu ke nakas. “Menurutmu bagaimana? Kemarilah! Apa kamu tidak pegal berdiri di sana terus?” Lelaki itu menepuk sisi ranjang yang kosong di sampingnya sembari menatap Naomi dengan sorot teduh yang membius. “Tuan, ini masih siang.” Naomi berkata dengan nada agak ketus dan kedua tangan terlipat di depan dada. Alister yang tadinya hanya terkekeh kini tergelak renyah. Tubuh lelaki itu sampai gemetar dengan mata menyipit. Membuat Naomi merona karena malu sendiri telah menyuarakan isi hatinya. Seharusnya, ia cukup diam saja dan berpura-pura tidak tahu. “Memangnya kena
“Jangan lama-lama, Tuan. Nanti makanannya keburu dingi—Nyonya Amara?”“Apa yang dia lakukan di sini?” Suara Naomi kontan mengecil. Tadinya Naomi hanya ingin menatap suaminya yang semakin menjauh. Namun, ia malah tak sengaja melihat seseorang yang mirip Amara. Ah, bukan. Dia memang Amara. Naomi yakin itu karena ia sudah hapal perawakan jiga cara berpakaian Amara. Dan lagi, Naomi mendapati wanita itu sedang bersama seorang pria. Sayang sekali posisi pria itu membelakanginya hingga dirinya tak dapat melihat rupa sang pria. Keduanya tampak berbincang akrab dengan kedua tangan yang saling menggenggam di atas meja. Sepertinya pria itu adalah pria yang bersama Amara di supermarket tempo hari. Atau mungkin berbeda, entahlah, Naomi tidak terlalu memperhatikan perawakan pria itu. Yang membuatnya salah fokus dan penasaran adalah mereka yang tampak sangat akrab dan mesra. “Sebenarnya siapa pria itu?” gumam Naomi penasaran. Ia sampai melupakan hidangan di depannya dan fokus memperhatikan gerak
Seharusnya Naomi tidak perlu terkejut mendengarnya. Namun, dengan hubungan tersembunyi mereka, terasa aneh jika Alister mengajaknya menghadiri suatu pesta. Karena pastinya di sana ada banyak orang yang mengenal lelaki itu dan bertanya-tanya siapakah dirinya. “Tidak, Tuan. Aku ingin di sini saja. Aku lelah dan ingin istirahat. Tuan pergi sendiri saja ya? Aku akan menunggu Tuan pulang,” tolak Naomi secara halus. Ia mencoba sadar posisi sebelum mempermalukan dirinya sendiri di depan umum. Mungkin, terbongkarnya hubungan mereka tak akan menjadi masalah besar untuk Alister. Lelaki itu cenderung cuek dalam banyak hal. Namun, tidak dengan Naomi yang akan mendapat cemooh dari semua orang. Sebab, dikira sebagai wanita perebut. Duri dalam rumah tangga orang yang terkenal sangat harmonis di depan kamera. Entah seberapa banyak ujaran kebencian yang akan tertuju padanya. Sudah banyak masalah yang menghampiri hidupnya. Masalahnya dengan Attar pun belum tuntas. Naomi rak ingin menambah masalah ba
Naomi meringis pelan karena orang asing yang tiba-tiba datang dan menarik rambutnya dari belakang. Ia lantas menoleh ke belakang dan mendapati seorang wanita muda dengan dandanan tebal sedang menatapnya dengan sorot menyelidik. “Tolong sopan sedikit. Aku tidak mengenalmu!” balas Naomi dengan tatapan agak menyipit karena kesal, namun ia tahan karena tak ingin mempermalukan dirinya sendiri. “Sombong sekali! Kamu pikir karena kamu bersama Tuan Alister, kamu akan terlindungi! Kamu tidak tahu dia sudah punya istri?!” Wanita itu melipat kedua tangan di depan dada dan menatap Naomi dengan sorot mencemooh. Nada bicaranya tajam nan menusuk. Naomi memperhatikan sekitarnya. Ia berharap seluruh tamu benar-benar sibuk dengan kegiatan masing-masing dan tak ada yang melihat ke arahnya. Kemudian, wanita itu kembali menatap wanita aneh di depannya. “Memangnya kenapa? Kamu iri?”Naomi tak ingin meladeni wanita ini. Akan tetapi, sepertinya wanita ini tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Ia kes
Seharusnya, Naomi merasa baik-baik saja. Namun, entah ke mana matanya tiba-tiba memburam dan memanas. Kedua tangan yang berada di samping tubuhnya pun gemetar. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun otaknya seolah ingin menyimpulkan sendiri. Amara menatap Naomi dengan senyum miring, kemudian berjalan melewati wanita itu. Dengan sengaja Amara menyenggol Naomi hingga wanita itu nyaris terhuyung. Senyum miring Amara kian mengembang setelah melewati Naomi. Cukup lama Naomi membeku di tempat. Alister pun tampak terkejut melihat kedatangannya. Setelah tersadar dari lamunannya, Naomi lantas berbalik bersiap melangkah pergi dari sana. Namun, Alister bergerak lebih cepat dan menahannya. “Kenapa kamu ada di sini?” tanya Alister pada Naomi. Naomi berdecih sinis. “Bukannya Tuan yang menyuruhku datang?” Bisa-bisanya Alister bertanya seperti itu seolah tidak tahu apa-apa. Padahal sudah jelas-jelas lelaki itu sendiri yang memintanya datang. Ternyata, ia diminta datang hanya untuk menyaksikan Ali
Alister menunjukkan bukti perceraiannya dengan Amara satu tahun lalu pada awak media. Seluruh wartawan langsung memotret bukti perceraian tersebut dari dekat hingga seluruh keterangan yang tertera di sana benar-benar terlihat. Dan tanggal perceraian itu tepat seminggu setelah Alister menikah dengan Naomi. Naomi terkejut bukan main. Yang ia tahu Alister dan Amara bercerai baru-baru ini. Bahkan, sebelumnya pun mereka masih tinggal bersama. Naomi tidak menyangka jika sejak lama Alister dan Amara telah berpisah. Bahkan, sebelum dirinya hamil. “Kami sudah lama berpisah dan perpisahan ini tidak ada kaitannya dengan Naomi. Istriku yang sekarang. Dia salah satu karyawanku dan kami menikah karena saling mencintai. Sedangkan hubunganku dan Amara sudah selesai,” papar Alister di depan seluruh awak media. “Kuharap di antara kalian tidak ada lagi yang berpikir kalau Naomi yang menghancurkan hubunganku dengan Amara. Dan satu lagi, istriku tidak suka terekspos. Jadi, tolong jangan terlalu mengg
“Aku akan menyelesaikannya,” tutur Alister yang kini sudah duduk di samping Naomi. Naomi berjingkat kaget dan spontan menoleh ke samping. Ia tak menyadari sejak kapan Alister terbangun. Apalagi sampai sudah mengintip ponselnya juga. Ia berdecak kesal seraya mematikan ponselnya dan meletakkan benda tersebut di atas meja kecil di dekat ranjangnya. Seperti biasa, Alister selalu menghadapi masalah dengan santai. Seakan-akan yang terjadi saat ini bukanlah masalah besar. Padahal permasalahan ini dapat sangat berpengaruh pada lelaki itu. Berbanding terbalik dengan Naomi yang sedari tadi sudah panik. “Tidak semudah itu, Tuan! Semuanya sudah menyebar. Orang-orang tidak akan mudah percaya,” jawab Naomi agak kesal. “Oh ya, sekalian aku juga ingin mengingatkan kalau aku adalah putri dari seseorang yang pernah menipu Tuan habis-habisan. Harusnya Tuan menjauhiku sebelum aku menguras harta Tuan juga. Aku bisa melakukannya kapan pun aku mau,” lanjut Naomi. Naomi tidak habis pikir kenapa Alister
Naomi tidak pernah merasa syok dan malu separah ini sebelumnya. Sampai-sampai ia tidak tahu harus melakukan apa dan hanya bisa duduk kaku di tempat duduknya. Sebab, untuk beranjak pergi pun tak mungkin meski dirinya benar-benar merasa tak nyaman. Naomi berusaha memaklumi Alister yang tiba-tiba membawanya ke tempat ini tanpa penjelasan di awal. Namun, seakan tak puas membuatnya syok, lelaki itu kembali berulah dan kali ini sangat fatal. Seakan sengaja ingin membuatnya menjadi bulan-bulanan semua orang. Wanita itu memberi isyarat pada suaminya akan berhenti atau meralat kalimat sebelumnya. Namun, lelaki itu bersikap masa bodoh dan terus melanjutkan pidato tanpa memedulikan dirinya. Padahal atmosfer yang melingkupi ruangan ini sudah tidak bersahabat. “Naomi bukan penyebab berakhirnya hubunganku dengan Amara. Sudah sejak lama aku dan Amara tidak cocok. Makanya, akhirnya kami memilih berpisah. Tapi, perpisahan kami baru terekspos akhir-akhir ini. Perpisahan itu tidak ada sangkut pautnya
“Kamu belum siap-siap?” tanya Alister ketika melihat Naomi malah sudah berbaring di ranjang dengan Arkana menggunakan baju tidur. Bahkan, sekarang sudah sedikit terlambat dari waktu janjian mereka karena Alister terjebak kemacetan di jalan. Namun, setelah sampai di sini, Naomi malah belum siap-siap. Lebih tepatnya memang tidak akan bersiap-siap karena wanita itu tidak mau pergi dengan Alister. Kemarin-kemarin Naomi sudah memberi kelonggaran pada Alister untuk berbuat seenaknya. Sekarang tidak lagi. Seharusnya sekarang proses perceraian mereka sudah berjalan. Dan pasangan yang akan berpisah tidak mungkin masih pergi ke mana-mana bersama. “Aku sudah makan. Tuan berangkat sendiri saja,” jawab Naomi seraya memejamkan mata. Padahal belum mengantuk sama sekali.Sekarang baru jam tujuh malam. Biasanya Naomi masih beraktivitas jam segini. Tentu saja ia belum mengantuk. Namun, ia sengaja menyelesaikan pekerjaan rumahnya lebih awal agar bisa bersiap tidur lebih awal juga. Supaya tidak perlu
“Jangan kerja dulu hari ini. Tuan harus istirahat supaya benar-benar pulih. Tapi, kalau Tuan mau pulang sekarang, silakan. Tuan bisa meminta supir menjemput,” tutur Naomi setelah mengecek suhu tubuh Alister menggunakan punggung tangannya. “Sekarang Tuan makan dulu.” Naomi membantu Alister mengubah posisi menjadi bersandar di tembok dengan bantal menjadi menopang. Naomi sudah membuatkan bubur untuk Alister. Tadinya ia ingin membeli saja agar lebih praktis. Namun, Naomi ingat jika Alister agak sensitif terhadap makanan saat sakit. Daripada lelaki itu tidak mau makan, lebih baik ia yang membuatkan bubur. Meski belum tentu juga rasanya enak. Naomi menyadari seharusnya dirinya tidak perlu repot-repot melakukan ini. Namun, ia tidak bisa berpura-pura tak peduli. Apalagi melihat kondisi lelaki itu yang terlihat sangat mengkhawatirkan. Naomi semakin tidak bisa menutup mata dan diam saja. Alister menerima suapan yang Naomi berikan tanpa membuka suara. Walaupun demam yang lelaki itu alami
Naomi berdeham pelan, lalu tersenyum kaku. Wanita itu berkedip pelan, benar-benar tak menyangka mertuanya sudi menginjakkan kaki di rumah sempitnya ini. Meskipun ia juga belum mengetahui apa tujuan kedatangan Miranda sebenarnya. “Maaf, Nyonya. Aku hanya terkejut. Silakan masuk.” Naomi membuka pintu lebih lebar, membiarkan Alister masuk dan mempersilakan Miranda untuk masuk juga. Naomi menatap Alister, bertanya lewat isyarat kenapa lelaki itu mengajak Miranda kemari. Bukannya Naomi antipati terhadap mertuanya sendiri. Tetapi, seharusnya sebelumnya Alister mengatakan jika akan mengajak Miranda juga agar Naomi bisa mempersiapkan sesuatu. Naomi tidak memiliki hidangan yang bisa disuguhkan. Ia hanya memasak sedikit untuk makan malamnya dengan Attar nanti. Seandainya Alister terus terang, dirinya pasti membeli sesuatu untuk disuguhkan. Dan yang sekarang bisa ia suguhkan hanya secangkir teh hangat dan kopi. Justru, malah Miranda dan Alister yang membawakan banyak makanan. Itu malah membu
“Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Apa gaji yang aku tawarkan kurang? Maksudku, kita bisa berdiskusi lagi. Bahkan, kamu belum mendapat gaji pertamamu,” tanya Raga spontan bahkan sebelum membaca surat pengunduran diri yang Naomi berikan. “Bukan. Bukan karena itu. Ini murni karena keputusan pribadiku,” jawab Naomi sembari menggeleng. Belum genap satu bulan bekerja, Naomi memilih mengundurkan diri. Tentu saja alasannya karena sekarang Naomi harus mengasuh Arkana. Jika dirinya masih bekerja, ia tidak mungkin memiliki waktu penuh untuk mengasuh putranya. Sebenarnya Naomi juga tidak mau melepas pekerjaan yang sudah membuatnya nyaman ini. Namun, dengan kondisinya saat ini tak memungkinkan untuk dipaksakan bekerja. Ia tahu penyerahan Arkana padanya juga salah satu cara Alister untuk membuatnya berhenti bekerja. “Sekarang aku harus mengasuh anakku juga. Aku tidak akan bisa membagi waktu untuk bekerja. Aku benar-benar minta maaf karena ini sangat mendadak. Terima kasih sudah memberiku k
Alister melangkah mendekati Naomi yang telah mengubah posisi menjadi duduk. “Aku tidak akan mengurus perceraian kita.”“Apa? Jangan gila, Tuan!” sahut Naomi spontan. Ekspresi santainya menghilang dan berganti dengan mimik kesal disertai tatapan tajam. Ucapan Alister membuat kantuk yang dirasakannya menghilang seketika. Matanya melotot tajam, benar-benar terkejut dengan kata-kata suaminya. Sedangkan sang tersangka yang berbicara seenak jidat kini memasang ekspresi datar tanpa beban. Naomi tak membahas persoalan itu lagi karena masih sibuk dengan Arkana. Namun, bukan berarti dirinya melupakan masalah tersebut. Bahkan, Naomi juga telah memikirkan jika dirinya harus mengajukan gugatan lebih dulu. Dan Alister malah berkata seperti ini padanya. “Tuan, kita sudah sepakat untuk berpisah secara baik-baik. Hanya tinggal meresmikannya saja. Sekarang urusan Arkana sudah selesai, kurasa tidak ada alasan lagi untuk menunda. Kalau Tuan tidak sempat mengurusnya, biar aku saja yang mengajukannya,”