Malam itu, kediaman keluarga Baskara yang biasanya tenang dipenuhi oleh tangisan memilukan. Suara Raditya yang meraung-raung memecah keheningan, menggema di setiap sudut rumah.Bambang mondar-mandir di ruang keluarga, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang dalam. Novita duduk di sofa, tangannya gemetar memegang segelas air yang belum ia sentuh sejak tadi."Sudah berapa lama dia menangis seperti ini?" tanya Bambang, suaranya terdengar frustasi.Novita menggeleng lemah. "Entahlah, Bang. Rasanya sudah berjam-jam. Aku... aku tidak tahu harus bagaimana lagi."Pengasuh Raditya, keluar dari kamar anak itu dengan wajah lesu. "Maaf, Pak, Bu. Tuan Raditya masih belum mau berhenti menangis. Saya sudah coba semua cara, tapi..."Bambang menghela napas berat. "Bagaimana dengan obatnya? Sudah diminum?""Sudah, Pak," jawab pengasuh itu. "Tapi sepertinya belum bereaksi. Demamnya masih tinggi."Novita bangkit dari duduknya, air matanya mulai menggenang. "Aku akan coba menenangkannya lagi."Namun, belum
Fajar mulai menyingsing, sinar mentari pagi mengintip malu-malu dari balik tirai kamar Raditya. Jelita, yang semalaman tidak bisa tidur nyenyak, perlahan membuka matanya. Ia merasakan kehangatan tubuh mungil Raditya yang masih terlelap dalam pelukannya.Dengan hati-hati, Jelita menyentuh kening Raditya. Ia menghela napas lega saat merasakan suhu tubuh bayi berusia satu tahun itu sudah tidak sepanas semalam. Demamnya sudah turun."Syukurlah," bisik Jelita, mengecup lembut kening Raditya.Tepat saat itu, pintu kamar terbuka perlahan. Novita muncul, wajahnya menunjukkan kelelahan sekaligus kecemasan."Bagaimana keadaannya?" tanya Novita, suaranya terdengar serak.Jelita menegakkan tubuhnya, berusaha menjaga jarak dengan Raditya
"Syukurlah demam Raditya sudah benar-benar turun," ujar Novita lega, matanya mengawasi putranya yang sedang bermain di ruang tamu bersama pengasuhnya.Bambang mengangguk, senyum lega terpancar di wajahnya. "Iya, akhirnya kita bisa bernapas lega. Tiga hari ini benar-benar menegangkan.""Tapi lihat dia sekarang," Novita tersenyum lembut, "seolah-olah tidak pernah sakit. Energinya luar biasa."Memang benar, Raditya yang baru saja pulih dari demamnya terlihat sangat aktif. Bocah berusia satu tahun itu berlarian kesana-kemari di ruang tamu, sesekali berhenti untuk memainkan mainannya, lalu kembali berlari dengan tawa riang.Pengasuhnya, berusaha mengimbangi energi Raditya. "Aduh, Tuan Muda. Pelan-pelan ya, nanti jatuh," ujarnya dengan nada khawatir bercampur geli.
Malam itu, setelah Raditya tertidur, Bambang memanggil Novita dan Jelita ke ruang kerjanya. Ada ketegangan yang jelas terasa di udara saat kedua wanita itu memasuki ruangan."Ada apa, Bang?" tanya Novita, matanya sesekali melirik ke arah Jelita dengan curiga.Bambang menghela napas panjang sebelum berbicara. "Kita perlu membicarakan tentang apa yang terjadi hari ini."Jelita, yang berdiri agak jauh dari Novita, hanya bisa menunduk. Ia tahu persis apa yang akan dibicarakan."Apa maksudmu?" Novita bertanya, meski dari nada suaranya, ia juga sudah bisa menebak."Tentang Raditya dan... mainan yang dia berikan pada Jelita," jawab Bambang hati-hati.Novita langsung menegang. "Itu hanya
Pagi itu, suasana di rumah keluarga Baskara masih terasa mencekam. Novita, dengan mata sembab dan wajah lelah, sibuk mondar-mandir di ruang keluarga, berusaha menjaga Raditya yang baru berusia satu tahun.Bocah kecil itu berjalan dengan lincah, dan mencoba mengambil apa saja yang bisa diraihnya. Sementara itu, Jelita hanya bisa memperhatikan dari kejauhan, hatinya perih melihat putranya begitu dekat namun tak terjangkau."Radit, jangan, Nak," ujar Novita lembut sambil mengambil remote TV dari tangan mungil Raditya. Balita itu mulai merengek, tangannya menggapai-gapai ingin mengambil kembali benda yang menarik perhatiannya.Jelita, yang sejak tadi hanya berdiri di ambang pintu, akhirnya memberanikan diri untuk mendekat. "Mbak, biar saya bantu—""Tidak perlu," potong
Hari-hari berlalu dengan atmosfer yang semakin mencekam di kediaman keluarga Baskara. Novita, dengan tekadnya yang kuat, berusaha keras mengurus Raditya sendirian. Namun, kelelahan dan frustrasi mulai tampak jelas di wajahnya.Pagi itu, seperti biasa, Raditya bangun dengan penuh semangat. Ia berjalan dengan cepat di sekitar ruang tamu, sesekali berlari di sekitar sofa atau meja, membuat Novita kewalahan mengawasinya."Radit, jangan, Nak," ujar Novita lelah, berusaha mengambil vas bunga yang hampir dijatuhkan oleh tangan mungil Raditya.Namun Raditya, dengan rasa ingin tahunya yang besar, terus berusaha meraih benda-benda di sekitarnya. Novita berusaha mengikutinya, tapi ia tersandung mainan yang berserakan di lantai dan jatuh tersungkur."Aduh!" pekiknya kesakitan.
"Radit, ayo makan dulu, Sayang," bujuk Novita sambil mengangkat sendok berisi bubur yang sudah mulai dingin. Raditya, bocah satu tahun itu, hanya menggeleng dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.Bambang yang duduk di sebelah mereka di ruang tamu menghela napas panjang. "Biar aku coba, Nov," ujarnya sambil mengulurkan tangan untuk mengambil mangkuk dari tangan istrinya.Novita menyerahkan mangkuk itu dengan enggan. Matanya menyiratkan kelelahan dan frustrasi yang dalam. "Dia belum makan apa-apa sejak pagi, Bang. Aku khawatir."Sementara itu, dari arah dapur, Jelita diam-diam mengamati pemandangan itu. Hatinya terasa diremas melihat putra kandungnya menolak makan, sementara ia tak bisa berbuat apa-apa. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh ke pipinya."Non Jelita, kenapa men
"Pagi, Mbak Novita," sapa Jelita hati-hati saat memasuki dapur keesokan paginya. Novita yang sedang menyiapkan sarapan hanya mengangguk singkat.Suasana canggung menyelimuti ruangan itu, hingga tiba-tiba terdengar suara tangisan Raditya dari kamarnya."Biar aku yang lihat," tawar Jelita spontan, namun langsung menyesali kata-katanya begitu melihat ekspresi Novita mengeras."Tidak perlu. Aku saja." ujar Novita dingin, bergegas menuju kamar Raditya.Jelita menghela napas panjang, merasa frustrasi dengan situasi yang seolah tak ada habisnya ini. Ia baru saja akan melanjutkan pekerjaannya ketika mendengar suara Bambang dari ruang keluarga."Jelita, bisa tolong ambilkan map biru di laci meja kerjaku? Aku perlu beberapa dokumen unt