Season IIBab 78 Urusan Aska sudah diserahkan sepenuhnya kepada hakim—teman lama Winata.Siangnya, Stefan menemui Winata.“Apa hari ini kita ada meeting bersama?” tanya Winata begitu Stefan datang ke ruangannya.Stefan menatap Winata, “Saya mau menagih janji.”“Janji?”“Bapak ingat, dalam dua bulan kasus penggelapan perusahaan Anya selesai. Jadi saat ini saya menagih janji.” Stefan menyodorkan berkas agar mall ada dalam pengawasannya penuh.“Seperti yang saya minta waktu itu. Saya minta, Pak Winata tidak mencampuri urusan perusahaan saya, dan saya menjadi dewan komisaris di mall.”Winata tidak bisa mengelak. Mau tidak mau dia menandatangani bekas yang Stefan sodorkan di mejanya.Stefan sedikit lega. Semuanya bisa berjalan sesuai dengan rencananya.“Saya dengar dari Anya, kemarin kamu dirawat?”“Sebentar untuk observasi,” Stefan menerima berkas yang sudah ditandatangani. “Terima kasih,” ucapnya.“Sama-sama. Kapan saja kamu butuhkan, Stefan.”“Dan, satu lagi, Pak Winata.” Stefan mengel
Season IIBab 79Stefan mengantar Anya ke rumah sakit untuk diperiksa.“Bagaimana, Dok?” tanya Stefan setelah dokter selesai memeriksa Anya. Mata Stefan melirik ke arah Anya yang berbaring di ranjang.“Tidak ada yang aneh saat diperiksa. Suhu badan dan tanda vitalnya juga normal. Besar kemungkinan Ibu Anya kena serangan panik.”Dahi Stefan mengerut menatap dokter, “Apa itu juga karena amnesianya?”Dokter itu seperti beku menatap Stefan, “Rasanya sudah beberapa minggu ini dia tidak kembali konsultasi.”“Jadi?” Stefan butuh kepastian, apa Anya sudah sembuh? Ingatannya kembali?“Saya tidak tahu pasti. Karena Bu Anya tidak mau menjalani perawatan lanjutan.”Stefan menghela napas, “Apakah, dokter bisa memastikan ingatan Anya sudah pulih atau belum?”Dokter tua itu menghela napas, “Bisa saja. Saya akan lakukan beberapa tes mudah. Saya akan kabari nanti.”“Terima kasih,” jawab Stefan.Ponselnya lalu berdering, nama yang muncul di layar tidak tersimpan.“Hallo?” sapa Stefan dengan suara yang
Season IIBab 80“Tidak perlu menghajarnya. Cukup beri info saja kalau dia ada dekatku, maka aku akan menjauhi dari dia. Aku juga tidak mau dia tahu tentang anak yang sedang aku kandung.”Jeff dan Andini saling bersitatap seolah mereka memahami satu sama lain.“Jadi, siapa dia?” tanya Jeff dingin, meski suasana pengunjung restoran cepat saji itu ramai. Suara Jeff terdengar jelas.“Dia, Stefan,” jawab Andini lalu berdeham.“Apa? Suami dari Anya Winata? Dia atasan kamu sendiri?” Jeff tidak percaya kalau itu adalah lelaki yang mencegatnya kemarin ketika Andini pingsan.“Dan anak itu,” Jeff tidak sanggup menyelesaikan perkataannya.Andini mengangguk, “Anaknya.”“Dia pasti tidak akan melepaskan kamu, An. Anak itu akan sangat penting untuk dirinya.”“Ya,” jawab Andini singkat. “Jadi, kamu mau, kan membantuku?”“Ya, aku akan membantu kamu sepenuhnya.”“Terima kasih banyak, Jeff,” ucap Andini. “Aku tidak tahu bagaimana membalas semua kebaikanmu.”Jeff tersenyum, lalu membuka mulutnya. Tetapi
Season IIBab 81“Walau pada akhirnya kamu menyayangi Stefan, kamu tidak bisa menghilangkan jejak hubunganmu dengan Aska yang dulu kamu gilai itu.”“Prayan tidak salah, Mi. Anya yang salah. Semua salah Anya. Stefan, Prayan pernikahan palsu ini.”Kalau Stefan kalut, Anya lebih kalut dari pada Stefan. Pikirannya kacau.Tidak bisa memikirkan hal selain, bagaimana caranya agar Stefan mau kembali kepadanya.“Terima saja itu. Kamu tidak akan pernah bisa memiliki Stefan.”“Aku akan menghambat semua usahanya,” Anya mengancam.Maminya menggeleng-geleng, “Kamu pikir, kamu bisa lebih pintar dari Stefan?”Pertanyaan itu membuat Anya sadar, kalau selama ini hidupnya disokong oleh Stefan, oleh papinya.“Apa kamu lupa, siapa yang kemarin meminta uang untuk membebaskan Aska?”Tidak ada jawaban sama sekali dari Anya.“Mungkin orang lain,” celetuk maminya sinis. “Pikirkan baik-baik. Kamu tidak cukup pintar untuk Stefan.”Liana lalu meninggalkan Anya dalam keadaan rapuh. Hingga anak semata wayang itu me
Season IIBab 82Jeff membawa Andini ke rumah sakit khusus ibu dan anak.“Kakak saya dulu dirawat di sini. Percayalah, kamu ada di tangan yang tepat,” kata Jeff pelan membujuk Andini.Sentra perawatan untuk ibu di rumah sakit itu memang tepat dan cepat.Andini merasakan kenyamanan setelah diperiksa oleh dokter kandungan yang ada di fasilitas itu.“Kami akan pantau semalaman, kalau memang tidak ada kelaianan apa pun, Bu Andini bisa pulang besok,” papar dokter yang memeriksa Andini.“Baik, Dok,” jawab Andini, sementara Jeff terus mengawasi Andini. Memilihkan fasilitas terbaik yang ada di rumah sakit ini.“Saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa, perawat akan selalu sedia.”Andini mengangguk pelan dan tersenyum.“Bagaimana?” tanya Jeff.“Aku bisa sendiri di sini, Jeff. Kamu bisa pulang,” kata Andini, suaranya berat.“Saya akan menemani kamu sampai tertidur,” kata Jeff sambil menggenggam jemari Andini.“Okay,” jawab Andini, mau tidak mau. Rasanya makin aman ketika Jeff ada di sekitarnya.“Ka
Season IIBab 83“Ginama? Lo mau? Tenang aja, lo bisa handle kantor yang ada di Jakarta dulu, baru abis itu lo tugas ke Kalimantan.”“Gue tertarik dengan tawaran ini. Tapi … lo tau sendiri, kan, gue nggak bisa pergi jauh, gue harus terus lapor diri paling nggak enam bulan.”Aska melirik Hendirik yang menghisap rokok. Mau lihat reaksi temannya itu.“Paling, gue bisa kalo kerja di daerah Jakarta. Itu pun kalo orang tahu caatan kriminal gue, pasti ditolak jadi karyawan.”Hendrik menatap Aska, “Ini pekerjaan berat. Makanya gue serahin ke elo,” tunjuk Hendrik. “Gini, deh. Selama setahun ini gue kasih elo kelonggaran. Lo bisa kerja dari mana aja, yang penting kerjaan lo beres semua.”Aska tersenyum bahagia, “Deal! Ini tawaran yang menguntungkan buat gue.”“Good!” Hendrik dan Aska tertawa bersama.***Pagi hari, Anya terbangun dengan keadaan yang buruk.“Seperti biasa, seperti hari yang lain,” katanya seolah ada lawan bicara di sampingnya.Lalu dia ke meja makan menemani Prayan sarapan. Anak
Season II Bab 84 “Bagaimana keadaan di sana?” tanya Veronica di sambungan telepon.“Gawat,” jawab Jeff singkat dan cepat. “Kantor kita berantakan. Leo sedang menyelidiki siapa pelakunya.”Prasangka Jeff pelakunya bukan Stefan. Dari kamera pengawas tidak ada Stefan masuk ke dalam perusahaan ini.“Jadi, bagaimana? Apa aku harus ke sana juga?” Veronica panik, suaranya gemetar terdengar di pengeras suara ponsel.Jeff menarik napas, membayangkan segala kemungkinan. Apa yang terjadi kalau Veronuica ke sini?“Tidak perlu, saya bisa membereskan sendiri. Soal siapa pelakunya, Leo sudah mengurusnya.”“Baik kalau begitu, jangan sampai kamu celaka juga,” tambah Veronica dengan suara yang sungguh-sungguh.“Iya, saya akan berhati-hati,” jawab Jeff cepat.Beberapa pekerja sedang membersihkan ruangan kantor Jeff yang berantakan.“Apa kau menemukan sesuatu, Leo?” tanya Jeff, memperhatikan Leo yang sedari tadi menelusur di internet. Duduk di samping pria itu.“Apa kau mengenal Hendrik?”“Hendrik?” ul
Season IIBab 85 Mata Alex liar menatap satu per satu bajingan yang mengeroyok mereka. “Mundur! Atau aku tembak kalian! Kami tidak ada hubungannya dengan siapa pun yang ada di dalam sana.”Ada seseorang tukang pukul berbadan besar tetap maju sambil mengacungkan tongkat baseball bersiap memuku Alex.Dor!Letusan peluru mengagetkan semua, termasuk Stefan—yang tersungkur. Dia merasakan nyeri di sekitar perutnya. Lalu melihat ke telapak tangannya, banyak darah.Napasnya terengah-engah, pandangannya mulai buram.“Mundur!” ancam Alex sekali lagi.Seorang pimpinan preman itu memberi perintah. “Mundur!”Alex melihat situasi, setelah semuanya pergi, dia menghampiri Stefan yang tersungkur. Wajahnya pucat sama sekali.“Kamu tidak apa-apa?” tanyanya, matanya membesar, ketika melihat perut Stefan. Banyak darah mengalir dari perutnya.Susah payah Alex membopong Stefan masuk ke mobil. “Kita pergi ke rumah sakit,” ujarnya.Keadaan Alex tidak terlalu mengenaskan, wajahnya oenuh dengan luka. Dia hanya
Season IIBab 122 (Ektra Part)Aska menyampaikan semua maksudnya dengan tenang, semata demi Anya. Agar dia percaya lagi kepadanya.“Demi anak kita, Prayan. Aku ingin menebus semua kesalahan-kesalahanku dulu.”Anya menghela napas perih dalam hatinya. Semua yang dia lakukan bersama Aska adalah kesalahan.Beberapa saat tidak ada yang bicara, hanya helaan napas Anya.“Aku tidak tahu, sejak kamu dipenjara, aku tidak pernah bicara apa pun soal ayah kepada Prayan. Hubungan aku dan papi juga tidak terlalu baik satt ini.”Aska mengangguk-angguk, “Aku mengerti. Aku tidak akan memaksakan apa yang aku inginkan. Hanya satu hal aku ingin minta tolong. Sampaikan semua barang ini untuk Prayan.”Anya melirik semua barang yang ada di meja yang memisahkan kursi mereka. Ada senyuman tipis di bibir Anya.“Aku tidak tahu apa yang anak itu suka,” kata Aska ikutan tersenyum, kalau aku hitung, usianya sudah sebelas tahun, kan? Jadi, aku pikir, dia pasti menyukai semacam mesin permainan.”“Ya, dia suka. Aku ak
Season IIBab 121 (Ekstra Part)Beberapa tahun kemudianAska bebas setelah berkelakuan baik dalam sel tahanan.“Sekarang, keinginanku hanya satu,” ucapnya kepada Joshua yang duluan bebas satu tahun lalu.“Apa?” tanya Joshua, tidak ada teman, musuh yang dulu rasanya dekat, sekarang juga menjauh. Jadi, Joshua pikir tidak ada salahnya menjemput Aska dihari dimana dia dibebaskan.“Mantan napi tidak punya tempat di masyarakat,” sambung Joshua lagi, lalu mendesah putus asa.Aska memerhatikan raut wajah Joshua yang muram.“Bagaimana kalau kita memulai usaha?” cetus Aska. “Aku punya tabungan, tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk membeli bahan baku.”Tatapan mata Aska berbinar cemerlang, menatap keluar beranda apartemen Joshua.“Bagaimana?” tanyanya sambil menatap Joshua—yang diam.“Entah,” Joshua mengedikkan bahu, “Sekarang aku hanya ingin praktek lagi. Susah sekali rasanya dapat kepercayaan orang lain. Gagal.”Aska menghela napas, dia tahu persis bagaimana perasaan Joshua.“Aku hanya ingi
Season IIBab 120“Dan sekarang karena kesalahan kecil, Joshua ada di sini dianggap aib, kalian mau membuang saya begitu saja?” sentak Joshua, menghapus air matanya dengan cepat.Sebagai seorang ibu yang pernah melahirkannya, mama Joshua tentu terpukul. Nuraninya sebagai seorang ibu, tidak mampu membiarkan anaknya menderita dipenjara.Mama Joshua menoleh ke belakang.“Josh selalu ikuti apa yang mama dan papa mau. Jadi juara kelas, sampai masuk kuliah kedokteran dengan nilai sempurna.”Namun, papa Joshua berkata lain, “Biarkan saja. Biar dia kapok. Jangan sekali-kali kamu lemah terhadap anak itu.”Papa Joshua tidak mau lagi mendengar atau menyaksikan drama anaknya. Jadi, dengan cepat lelaki itu meninggalkan ruangan jenguk para narapidana.Mama mau tidak mau mengikuti papa. Selama ini papa yang mengatur semua kehidupannya. Dan selalu benar, jadi apa pun yang papa lakukan kali ini, mama yakin ini pasti benar.“Maafkan Mama, Joshua,” bisik mamanya sambil meninggalkan ruangan itu dengan ha
Season IIBab 119 “Hm,” Sofia menggumam sambil bersedekap menatap tajam ke arah penyidik. Ada hal yang mencurigakan.“Tapi, Bu Andini bisa jadi tersangka kalau pernyataannya ada yang melenceng dari bukti yang ada. Jadi, untuk sementara waktu, Bu Andini kami sarankan tetap ada di dalam kota agar kami bisa berkoordinasi dengan mudah.”“Baik, saya akan menjamin itu,” ucap Sofia. “Adalagi yang bisa kami bantu?” tanya Sofia dengan ramah.Sebagai seorang pengacara dia tahu kalau koordinasi seperti ini akan meringankan Andini.“Kalau begitu, terima kasih atas waktunya, Bu Andini,” ucap si penyidik sambil berjabat tangan.Andini dan Sofia meninggalkan ruangan penyelidikan tanpa banyak kata. Tidak ada senyuman, napas Andini masih memburu. Badannya masih terasa kaku.Dia tidak bisa merasakan kakinya menapak di tanah.Stefan menepati janjinya menunggui Andini sampai selesai. Lelaki itu berdiri begitu melihat Andini dan Sofia keluar dari ruangan investigasi. Dan memberikan Andini pelukan hangat.
Season II Bab 118Tatapan mata Stefan ke arah Andini terasa begitu intens setelah menutup telepon. Ada getaran yang tidak biasa, Andini bisa merasakannya, hingga ruangan itu terasa begitu tegang.“Ada sesuatu di Jakarta, kita harus segera pulang.”Andini tidak kuasa menahan semua pertanyaan yang ada dalam benaknya. “Ada apa?”Stefan tidak menjawab, dia memasukan semua barang ke dalam koper. Dan Andini tidak bisa menolak, atau adu argumentasi. Dia mengikuti Stefan mengemas semua barang dengan cepat, lalu dalam waktu singkat, memasukkan barang bawaan ke mobil.Berpamitan kepada ayah dan ibu Stefan.Dan sudah ada di mobil, perjalanan ke Jakarta.“Polisi, menangkap Joshua,” Stefan membuka obrolan sambil fokus menyetir.“Joshua?” Andini mengulang perkataan Stefan. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar kabar apa pun dari lelaki itu. “Tunggu. Ditangkap? Maksudnya ditangkap polisi?”Seingat Andini, Joshua dulu adalah dokter dan dari keluarga yang terhormat. Mana mungkin kalau tetiba lela
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop