Season IIBab 81“Walau pada akhirnya kamu menyayangi Stefan, kamu tidak bisa menghilangkan jejak hubunganmu dengan Aska yang dulu kamu gilai itu.”“Prayan tidak salah, Mi. Anya yang salah. Semua salah Anya. Stefan, Prayan pernikahan palsu ini.”Kalau Stefan kalut, Anya lebih kalut dari pada Stefan. Pikirannya kacau.Tidak bisa memikirkan hal selain, bagaimana caranya agar Stefan mau kembali kepadanya.“Terima saja itu. Kamu tidak akan pernah bisa memiliki Stefan.”“Aku akan menghambat semua usahanya,” Anya mengancam.Maminya menggeleng-geleng, “Kamu pikir, kamu bisa lebih pintar dari Stefan?”Pertanyaan itu membuat Anya sadar, kalau selama ini hidupnya disokong oleh Stefan, oleh papinya.“Apa kamu lupa, siapa yang kemarin meminta uang untuk membebaskan Aska?”Tidak ada jawaban sama sekali dari Anya.“Mungkin orang lain,” celetuk maminya sinis. “Pikirkan baik-baik. Kamu tidak cukup pintar untuk Stefan.”Liana lalu meninggalkan Anya dalam keadaan rapuh. Hingga anak semata wayang itu me
Season IIBab 82Jeff membawa Andini ke rumah sakit khusus ibu dan anak.“Kakak saya dulu dirawat di sini. Percayalah, kamu ada di tangan yang tepat,” kata Jeff pelan membujuk Andini.Sentra perawatan untuk ibu di rumah sakit itu memang tepat dan cepat.Andini merasakan kenyamanan setelah diperiksa oleh dokter kandungan yang ada di fasilitas itu.“Kami akan pantau semalaman, kalau memang tidak ada kelaianan apa pun, Bu Andini bisa pulang besok,” papar dokter yang memeriksa Andini.“Baik, Dok,” jawab Andini, sementara Jeff terus mengawasi Andini. Memilihkan fasilitas terbaik yang ada di rumah sakit ini.“Saya tinggal dulu. Kalau ada apa-apa, perawat akan selalu sedia.”Andini mengangguk pelan dan tersenyum.“Bagaimana?” tanya Jeff.“Aku bisa sendiri di sini, Jeff. Kamu bisa pulang,” kata Andini, suaranya berat.“Saya akan menemani kamu sampai tertidur,” kata Jeff sambil menggenggam jemari Andini.“Okay,” jawab Andini, mau tidak mau. Rasanya makin aman ketika Jeff ada di sekitarnya.“Ka
Season IIBab 83“Ginama? Lo mau? Tenang aja, lo bisa handle kantor yang ada di Jakarta dulu, baru abis itu lo tugas ke Kalimantan.”“Gue tertarik dengan tawaran ini. Tapi … lo tau sendiri, kan, gue nggak bisa pergi jauh, gue harus terus lapor diri paling nggak enam bulan.”Aska melirik Hendirik yang menghisap rokok. Mau lihat reaksi temannya itu.“Paling, gue bisa kalo kerja di daerah Jakarta. Itu pun kalo orang tahu caatan kriminal gue, pasti ditolak jadi karyawan.”Hendrik menatap Aska, “Ini pekerjaan berat. Makanya gue serahin ke elo,” tunjuk Hendrik. “Gini, deh. Selama setahun ini gue kasih elo kelonggaran. Lo bisa kerja dari mana aja, yang penting kerjaan lo beres semua.”Aska tersenyum bahagia, “Deal! Ini tawaran yang menguntungkan buat gue.”“Good!” Hendrik dan Aska tertawa bersama.***Pagi hari, Anya terbangun dengan keadaan yang buruk.“Seperti biasa, seperti hari yang lain,” katanya seolah ada lawan bicara di sampingnya.Lalu dia ke meja makan menemani Prayan sarapan. Anak
Season II Bab 84 “Bagaimana keadaan di sana?” tanya Veronica di sambungan telepon.“Gawat,” jawab Jeff singkat dan cepat. “Kantor kita berantakan. Leo sedang menyelidiki siapa pelakunya.”Prasangka Jeff pelakunya bukan Stefan. Dari kamera pengawas tidak ada Stefan masuk ke dalam perusahaan ini.“Jadi, bagaimana? Apa aku harus ke sana juga?” Veronica panik, suaranya gemetar terdengar di pengeras suara ponsel.Jeff menarik napas, membayangkan segala kemungkinan. Apa yang terjadi kalau Veronuica ke sini?“Tidak perlu, saya bisa membereskan sendiri. Soal siapa pelakunya, Leo sudah mengurusnya.”“Baik kalau begitu, jangan sampai kamu celaka juga,” tambah Veronica dengan suara yang sungguh-sungguh.“Iya, saya akan berhati-hati,” jawab Jeff cepat.Beberapa pekerja sedang membersihkan ruangan kantor Jeff yang berantakan.“Apa kau menemukan sesuatu, Leo?” tanya Jeff, memperhatikan Leo yang sedari tadi menelusur di internet. Duduk di samping pria itu.“Apa kau mengenal Hendrik?”“Hendrik?” ul
Season IIBab 85 Mata Alex liar menatap satu per satu bajingan yang mengeroyok mereka. “Mundur! Atau aku tembak kalian! Kami tidak ada hubungannya dengan siapa pun yang ada di dalam sana.”Ada seseorang tukang pukul berbadan besar tetap maju sambil mengacungkan tongkat baseball bersiap memuku Alex.Dor!Letusan peluru mengagetkan semua, termasuk Stefan—yang tersungkur. Dia merasakan nyeri di sekitar perutnya. Lalu melihat ke telapak tangannya, banyak darah.Napasnya terengah-engah, pandangannya mulai buram.“Mundur!” ancam Alex sekali lagi.Seorang pimpinan preman itu memberi perintah. “Mundur!”Alex melihat situasi, setelah semuanya pergi, dia menghampiri Stefan yang tersungkur. Wajahnya pucat sama sekali.“Kamu tidak apa-apa?” tanyanya, matanya membesar, ketika melihat perut Stefan. Banyak darah mengalir dari perutnya.Susah payah Alex membopong Stefan masuk ke mobil. “Kita pergi ke rumah sakit,” ujarnya.Keadaan Alex tidak terlalu mengenaskan, wajahnya oenuh dengan luka. Dia hanya
Season IIBab 86Anya masih sakit hati dengan pengajuan cerai dari Stefan.“Jadi … saya tidak mau tahu dengan keadaan Stefan sekarang,” jawab Anya di sambugan telepon.Beberapa detik setelah terdiam, Alex menggeleng.“Stefan dalam keadaan kritis, kena tikam. Saya pikir Ibu Anya perlu tahu keadaan Stefan. Setelah itu, ibu yang putuskan mau apa. Terima kasih.”“Apa?” dalam beberapa detik, Anya merasa semua energinya tersedot habis.“Lu—lukanya parah?” tanya Anya terbata-bata.“Setidaknya, saat ini Pak Stefan dalam keadaan kritis.”“Di rumah sakit mana?” Anya panik tidak karuan, meski hatinya sakit, dia merasa separuh jiwanya terluka juga. Anya langsung meminta Laras memesankan tiket ke Samarinda.“Bu ini tiket untuk jam enam sore,” kata Laras sambil menyodorkan tiket elektronik.“Oke. Terima kasih. Tolong kabari Pak Winata keadaan Stefan dan Ibu Liana,” kata Anya dengan cepat membereskan barang yang ada di meja kerjanya.“Saya akan langsung berangkat sekarang, ini sudah jam tiga,” kata
Season IIBab 87“Ayolah, Bro, elo pernah bertahan dari tiga peluru yang bersarang di tubuh elo. Sekarang gue minta tolong, sekali ini aja elo bangkit dan sadar lagi seperti sedia kala.”Alex seperti meratapi Stefan yang belum sadar, sudah dua hari.Selama itu juga Anya tidak pernah beranjak dari kamar ICU. Dia terus berdoa agar Stefan bisa bangun dari koma.Bahkan, Anya mengajak Prayan ke Samarinda, agar bisa tetap berkomunikasi dengan Stefan.Malam ini, Alex berhasil meminta Anya untuk menginap di hotel. Alih-alih untuk istirahat, Alex menjadikan Prayan sebagai alasan.“Pencarian Andini nggak bisa berhenti begini aja. Lo harus bangun, Stefan,” kata Alex sambil menatap Stefan yang belum siuman.Jeff yang selalu tahu kabar soal Stefan, mulai merasakan iba. Dia menelepon Andini yang masih di Jakarta.“Hai, kamu sibuk?” tanya Jeff sopan begitu tersambung ke Andini.“Aku baru sampai kantor kamu di Jakarta. Veronica minta bantu beberapa pekerjaan. Ada apa?”“Kamu tahu, kan, Stefan belum b
Season II Bab 88“Menyebut namaku, Bu Anya. Dan bayi yang ada dalam janinku, hasil dari cintanya yang utuh kepadaku. Anda bisa bayangkan saat bersama Anda, tapi Mas Stefan membayangkan diriku.”Jantung Anya berdebar cepat, susah payah menelan ludah saat Andini sudah lebih dekat dengan tubuh Anya.Beberapa menit, Andini melihat wajah Anya yang tegang dan ketakutan.Si mantan asisten itu memundurkan badan, tapi tatapannya masih tajam ke arah Anya.“Jangan ganggu saya lagi, Bu Anya. Bawa Mas Stefan jauh dari tempat ini karang cerita kalau saya tidak di sini. Dengan begitu, Stefan tidak akan kembali lagi ke sini.”Anya mengangguk dengan cepat. Tatapan matanya mengartikan ketakutan.“Bagus,” jawab Andini cepat, lalu meninggalkan Anya begitu saja.Di luar Andini terlihat tangguh dan kuat, namun ini adalah saat rapuhnya. Air matanya mengalir deras.Dalam mobil, perjalanan ke rumah serasa menyiksa. Makin menjauh dari rumah sakit tempat Stefan dirawat, Andini merasa hampa dalam hatinya.Jeff
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.