Season II Bab 88“Menyebut namaku, Bu Anya. Dan bayi yang ada dalam janinku, hasil dari cintanya yang utuh kepadaku. Anda bisa bayangkan saat bersama Anda, tapi Mas Stefan membayangkan diriku.”Jantung Anya berdebar cepat, susah payah menelan ludah saat Andini sudah lebih dekat dengan tubuh Anya.Beberapa menit, Andini melihat wajah Anya yang tegang dan ketakutan.Si mantan asisten itu memundurkan badan, tapi tatapannya masih tajam ke arah Anya.“Jangan ganggu saya lagi, Bu Anya. Bawa Mas Stefan jauh dari tempat ini karang cerita kalau saya tidak di sini. Dengan begitu, Stefan tidak akan kembali lagi ke sini.”Anya mengangguk dengan cepat. Tatapan matanya mengartikan ketakutan.“Bagus,” jawab Andini cepat, lalu meninggalkan Anya begitu saja.Di luar Andini terlihat tangguh dan kuat, namun ini adalah saat rapuhnya. Air matanya mengalir deras.Dalam mobil, perjalanan ke rumah serasa menyiksa. Makin menjauh dari rumah sakit tempat Stefan dirawat, Andini merasa hampa dalam hatinya.Jeff
Season IIBab 89 “Perjanjian macam apa yang Stefan dan Papi sepakati?!”Mata Anya memelotot, seperti mendesak papinya untuk segera menjawab.Winata menghela napas, entah apa yang dia harapkan. “Papi hanya mau kamu mengambil keputusan yang tepat.”“Keputusan tepat macam apa maksud Papi? Tolong jelaskan ke Anya, Pi. Karna Anya tidak mengerti sama sekali.”Winata akhirnya menceritakan panjang lebar perjanjiannya dengan Stefan ketika Anya koma.Dan Anya tidak percaya.“Papi sekarang seperti bukan orang yang Anya kenal,” jawab Anya. “Dan Anya sungguh tidak percaya, Papi suruh Anya untuk meminta itu semua dari Stefan.”“Maksud Papi, kalau kamu bisa mengambil alih semua itu dari Stefan, mungkin kamu bisa memimpin perusahaan Papi.”Anya mengangguk, hatinya muram. Orang tuanya selalu seperti ini.“Tapi, Anya bukan alat, Pi. Kalau Papi mau, Anya akan mencicil uang yang kemarin digunakan untuk membebaskan Aska.”Winata menggeleng, “Itu salah satu bantuan Papi untuk kamu. Anggap saja, kamu mengh
Season IIBab 90Sementara, di Kalimantan, Jeff menginisiasi agar kantornya pindah ke kota lain. Jeff sadar harus menjaga Andini sepenuhnya.Belakangan Jeff tahu kalau biang dari perusakan kantornya adalah Hendrik.Jeff tidak mau ambil pusing, biar polisi yang mengurusnya.Andini yang seperti terjebak dengan pekerjaan ini, tidak bisa mengelak atau pun menolak dari keputusan yang Jeff buat.“Maafkan saya, Andini harus membuatmu repot seperti ini. Apalagi dengan anak yang sedang kamu kandung.”Untuk Andini pindah tempat dan pindah kota memang melelahkan. Tetapi, setiap kota menawarkan ciri khas dan keindahannya sendiri.Jadi, pada akhirnya, Andini hanya bisa menikmati hal yang dia suka.“Apakah kita nanti akan pindah lagi?” tanya Andini setelah dua minggu ada di Kalimantan Tengah. “Aku suka ada di sini.”Jeff menutup laptop lalu menatap Andini. “Kalau kamu suka, saya tidak akan pindah lagi ke mana pun.”Andini tersenyum lebar. “Well, terima kasih kalau begitu,” ucapnya. “Aku akan beresk
Season IIBab 91“Saya dengar apa yang mereka bicarakan tentang kamu,” Jeff berkata sambil menangkup wajah Andini yang sembab.Perkataan dan perlakuan Jeff yang seperti ini membuat Andini terpaku. Tidak tahu harus menjawab apa.“Kamu mau pulang atau mau lanjut bekerja?” tawar Jeff. “Tapi, aku tidak mau membuat kamu tidak nyaman.”Jadi Andini mengangguk, “Aku mau pulang saja.”“Baik. Saya ambilkan tas kamu. Kamu bsa tunggu saya di mobil,” ucap Jeff sambil memberikan kunci.“Thanks, Jeff,” Andini berkata dengan lirih. Lalu berjalan meninggalkan Jeff yang sedang mengangguk.Jeff menarik napas, menghadapi para karyawan yang usil dan suka gosip, sikap Jeff sudah jauh lebih dari kejam.Jeff masuk ke ruangan besar yang disekat kubikel.“Hari ini saya pulang cepat,” katanya lantang. “Dan tidak kembali lagi ke kantor. Saya minta kalian tetap kerja, semua laporan, pengajuan proposal tetap kirim ke saya, walau saya di rumah. Paham semua?”“Paham, Pak,” sahut semua karyawannya, sambil melihat ke
Season IIBab 92Tentu saja Anya kaget ketika Felix datang ke kantornya. Dan menerobos masuk ke ruangan wanita itu.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Anya sinis dan galak.“Saya diminta Pak Stefan untuk mengambil alih Liberate,” jawab Felix tegas tatapannya tajam.“Omong kosong!” Anya mendesis, lalu mengambil ponsel yang ada di meja. Menelepon Stefan. Beberapa saat dia menunggu, tersambung juga ke Stefan.“Omong kosong apa yang kamu kasih ke saya, Stef?” tanya Anya tanpa sapaan atau salam layaknya suami istri.“Maksudmu omong kosong?”“Felix ada di depanku saat ini, apa maksudnya menggantikan posisiku?”“Ah, ya. Tadi saya baru dapat laporan berkala keuangan di Liberate. Satu bulan tidak ada perubahan, malah merugi, sepertinya saya tidak ingin Liberate jatuh lebih rugi lagi. Jadi, saya harap kamu mengerti, Felix akan menggantikan kamu di sana. Saya harap dalam beberapa bulan ke depan ada perubahan.”“Tapi, Stef, ini perusahaanku. Tahu?” desis Anya, Laras yang tadi ada di luar masuk ke
Season IIBab 93 Beberapa bulan berlalu, Andini menjalani kehamilannya seperti calon ibu pada umumnya. Melindung bayinya dengan makanan bergizi dan jarang keluar rumah, karena di luar virus sangat berbahaya untuk ibu hamil.Di luar kekhawatiran Andini, Jeff selalu ada memberikan kenyaman, hingga kadang Jeff merasa kalau Andini adalah istrinya.“Jadi, bagaimana perasaanmu?” tanya Jeff ketika melihat Andini masuk ke dalam rumah. Jadwal periksa ke dokter hari ini.“Baik. Tinggal menunggu anak ini keluar,” jawab Andini bersungut. Terengah-engah, napasnya pendek. Matanya mendelik ke arah Jeff. Lalu duduk di sofa agar nyaman. Usia kandungannya sudah sembilan bulan.Jeff paham keadaan Andini. Walau kelihatannya hamil itu adalah hal yang membahagiakan. Nyatanya membawa seorang anak dalam perut adalah hal yang sulit.Jeff mengambilkan jus yang sudah dia buatkan dari kulkas.“Mungkin jus ini akan membuatmu lebih baik,” katanya sambil menyodorkan segelas jus mangga.Andini tersenyum menerima ge
Season II Bab 94“Kamu bisa bekerja dengan Papi kalau kamu mau,” tawar Winata kepada Anya. Seolah papinya tidak peduli dengan segala keluh kesah Anya selama dua jam.Anya yang ada di depannya, mendengus, tidak mau menatap papinya lagi.Menyebalkan! Makinya dalam hati. Mereka bertemu untuk makan siang bersama di restoran baru atas rekomendasi Anya.“Papi pikir, kamu lebih suka dekat dengan Prayan,” timpal papinya, karena tidak ada jawaban sama sekali dari Anya.Anak semata wayangnya itu menghela napas. “Dia makin aktif. Kadang Anya merasa … kewalahan. Apalagi tidak ada Stefan.”“Nanti kamu akan terbiasa,” timpal papinya lagi. “Jangan pernah menyerah dalam hal mengurus Prayan. Dan Papi pikir sudah waktunya kamu memberitahukan Prayan siapa ayah kandungnya. Jangan biarkan anak itu tidak tahu siapa ayah kandungnya.”Suasana restoran tempat pertemuan mereka makin ramai pengunjung. Tempat ini terkenal karena makanan yang enak se-Jakarta. Namun, rasanya sama saja di lidah Anya.Entah apa tuj
Season IIBab 95Beberapa tahun mengenal, Stefan tahu kalau saat ini Anya tidak dalam keadaan baik-baik saja."Beritahu saya kamu ada di mana, saya akan ke sana," kata Stefan tidak ada kompromi, langsung memutus pembicaraan.Anya kaget, melihat sekilas layar ponselnya. Stefan sudah tidak tersambung dengannya.Wanita itu lalu menghapus air mata, mengedikkan bahu. Maklum dengan sikap Stefan, Anya lalu membagikan lokasi tempatnya saat ini.Beberapa saat kemudian, Stefan muncul di tempat Anya sebutkan tadi.Kafe yang nyaman, untuk minum kopi. Anya berpikir, dia harus berpindah tempat, agar tidak penat.Cukup papinya dan Aska membuat Anya stres hingga dia tidak tahu harus bagaimana."Saya kagum, kamu masih tahu kopi favorit saya," puji Stefan ramah. Hal yang tidak biasa.Anya membalasnya dengan senyuman lebar, "Aku akan selalu ingat, pagi itu ... Kamu bilang, kurang tidur semalaman, paginya ada rapat direksi, dan si mbok membuat kopi terlalu manis."Stefan tergelak, sambil menatap cangkir
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.