Season IIBab 96 StefanPrayan pulang dengan hati yang senang tak terkira. Stefan menghadiahi dia banyak mainan.“Mama! Mama!” pekiknya sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah.Anya menyambut Prayan, anak itu tidak pernah sebahagia itu. Rayan selalu bahagia bila dekat dengan Stefan.“Anak Mama,” ujar Anya yang membuka kedua tangan. Lalu Prayan menubruk Anya.“Rayan bawa mainan banyak,” katanya menggemaskan. Telunjuk kecilnya yang gemuk menunjuk ke arah pintu.Ada Stefan dan sopir yang disuruh membawakan barang yang dibeli oleh Prayan.“Wah, banyak sekali!” ujar Anya, matanya membeliak sopir itu sampai tidak terlihat saking banyak mainan yang dibeli.Prayan tersenyum makin lebar, lalu berlari memeluk Stefan.Anya mengucapkan terima kasih kepada Stefan, sementara Prayan ada dalam pelukannya.“Sepertinya kamu perlu mandi dan ganti baju,” kata Stefan lembut kepada Prayan.“Sama Papa aja,” rajuk Prayan manja.Stefan menatap Anya, meminta persetujuan. “Boleh. Hanya saja ….”Anya tersenyum
Season II BAB 97 “Apa bapak mau masuk ke dalam ruang operasi?” tawar seorang perawat setelah brankar Andini sudah tidak ada di kamar bersalin.Jeff terus terang kebingungan ada rasa khawatir. Namun, Jeff bukan suaminya, jadi, dia tidak berhak masuk ikut melihat Andini dioperasi.“Apa Andini akan baik-baik saja kalau saya tidak di sana?”Perawat itu tersenyum. “Kondisi Bu Andini prima, dia akan baik-baik saja. Tapi, bapak sebagai suaminya jangan lupa berdoa agar istri bapak selamat, anak bapak juga sehat.”“Baik kalau begitu,” jawab Jeff sambil berjalan keluar dari kamar bersalin.Pertanyaan perawat tadi mengiang di telinga Jeff. Kata ‘bapak’ dan ‘anak’ rasanya Jeff senang mendengarnya.Di ruang tunggu operasi, Jeff menunggu dengan gelisah. Tidak bisa duduk, ada sesuatu yang mengganjal di bokongnya.Tidak lama terdengar tangis suara bayi, memecah kesunyian sore yang panas. Ruang tunggu yang sepi dan koridor rumah sakit yang temaram.“Apa itu …” tanya Jeff dalam hati, dia mengintip ke
Season IIBab 98“Apa proses perceraian kalian bermasalah?” ulang Jeff karena tidak ada jawaban dari AndiniAndini membuang pandangan sesaat, lalu menatap Jeff. “Dia … tidak mau menceraikanku, Jeff. Semua proses persidangan diulur. Hakim sudah memutuskan, tapi untuk Stefan selalu ada cara untuk mempertahankan hubungan brengsek ini.”Jeff memajukan badan, dahinya mengernyit. “Sebenarnya, apa yang ayahmu katakan benar. Kamu harus tenui dia. Bukan hanya mengabari.”Andini menggeleng, “Tidak bisa.”“Kenapa?” pertanyaan Jeff kali ini mendensak Andini. “Apa karena kamu masih mencintainya?”“Tidak. Aku hanya tidak ingin kalau Stefan suatu saat memohon agar aku kembali padanya.”Jeff menghela napas, “An … mungkin ini akan berbeda kalau kamu menemuinya langsung. Kamu bisa memberitahu betapa pentingnya perceraian ini untuk kalian.”“Mungkin semua akan berbeda kalau kalian saling membicarakan masalah ini,” tambah Jeff.Andini menatap Jeff seperti mengharapkan sesuatu. “Baiklah, aku akan mengatur
Season IIBab 99“Dedek bayi!”Pekikkan Celine membuat Andini kaget, tidak sangka kalau Celine akan menemukan Adam.Veronica juga tidak menyangka dengan apa yang ada di rumah itu. Dia menatap Andini yang menunduk.“Dia anakku,” kata Andini ketika menggendong Adam, ada Veronica dan Celine.“Is he or she?” tanya Celine, suaranya yang cempreng selalu berhasil memecah kecanggungan antara mereka.“He, namanya Adam, kamu namanya siapa?” tanya Andini ramah. “Kamu cantik sekali,” pujinya sambil membelai rambut panjang indah Celine.“Terima kasih, Aunty. Boleh saya memegang Adam?”“Boleh,” izin Andini lalu duduk di sofa agar Celine bisa melihat dengan jelas.Veronica dan Dito diam, salin bertatap bergantian.Namun, tidak tahu apa yang ingin disampainkan.“Kalian pasti lapar, biar saya pesankan makanan,” ujar Andini.“Yes, Aunty! Saya lapar!” pekik Celine juga.“Sstt, Celine. Jangan teriak nanti adek bayi bangun.”“Tante pesankan makanan, ya. Supaya perutnya terisi lagi. Untuk sementara, tante
Season IIBab 100 Andini tidak melihat ke arah jam dinding. Dia hanya mendengar gerungan mobil di garasi, dan dia tahu itu suara mobil Jeff.Andini dengan cepat bangkit dari rebah, keluar dari kamar dan membukakan pintu.Jeff terpaku ketika pintu rumah terbuka sendiri. Mulutnya menganga.Andini menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi Jeff yang mau masuk ke dalam rumah.Tubuh Jeff beku, tidak tahu harus apa. “Um, kamu belum tidur?”“Aku terbangun karena Adam minta menyusu,” jawab Andini juga serba salah. “Masuk. Kamu—sudah makan?”Jeff menggeleng, “Saya kelaparan,” katanya mengiba, menyandarkan tubuhnya di daun pintu. “Apa kamu akan menolong saya?” Andini tersenyum, “Kalau begitu, ayo, kita makan, ini adalah mencamil tengah malam-ku, karena kelaparan setelah menyusui.”Andini menggandeng tangan Jeff untuk ke dalam rumah.“Aku punya bihun goreng, mi goreng, capcay dan udang, kamu mau makan apa?”Dahi Jeff mengerut, “Kamu beli makanan banyak sekali. Apa ada pesta?”Andini tersenyum,
Season II Bab 101“Pulang?” ulang Stefan, dahinya mengerut, suaranya berbisik lirih. Emosinya mereda, mungkin Andini akan kembali selamanya ke Jakarta, pikirnya.“Apa dia akan kembali kepada saya?” tanya Stefan lagi, kali ini lelaki itu semangat mengatakannya.“Kami sebagai pengacara belum tahu apa yang akan dilakukan Bu Andini. Bagaimana kalau memang dia mau rujuk? Anda juga belum menandatangani surat cerainya. Apakah Anda akan menerimanya.”“Memangnya, ini harus ditanyakan sekarang? Bukannya nanti saja ketika mediasi?” pertanyaan Stefan seperti anak lugu yang belum pernah bertemu wanita.“Memang. Hanya saja, peringatan mau atau tidaknya harus saya infokan ke pengacara Bu Andini.”“Kalau begitu saya akan katakan saja nanti ketika mediasi. Saya tidak mau mengatakannya sekarang,” jawab Stefan.Dan, hal itu membuat pengacaranya mendengus. “Baik kalau begitu.”“Kamu juga bisa infokan kepada pengacaranya kalau saya akan mendatangi di mana pun dia berada saat ini. Untuk ke Jakarta kalau m
Season IIBab 102 Jeff terganggu sama sekali dengan surat pengunduran diri Andini.Membaca surat pengunduran Andini berulang-ulang. Untuk Jeff ini terlalu tidak masuk akal.Suara dering telepon antar ruang mengagetkan Jeff.Ditto sejak datang ke kantor memperhatikan gerak gerik Jeff yang tidak biasa. Melamun sambil menatap laptop, itu bukan gaya Jeff.“Ya?” katanya setelah menekan tombol.“Pak, Bu Andini ada di sambungan telepon. Menanyakan, apa bapak mau antar ayahnya ke bandara?” itu suara sekretaris Jeff yang menelepon di telepn antar ruangan, Jeff memakai pengeras suara, jadi apa yang dibicarakan semua bisa mendengarnya.Dito sudah mulai bertugas di kantor Jeff hari ini. Dan ada di dekatnya saat sekretaris itu bertanya.“Tidak. Bilang saya minta maaf,” jawab Jeff seolah tidak mau peduli.“Baik, Pak,” si sekretaris itu memutus sambungan telepon.Dito menatap Jeff heran, siapa sebenarnya Andini. Veronica juga tidak bicara apa pun soal Andini. Apa iya, dia hanya sekadar teman keluar
Season IIBab 103“Jadi, kita beli saja beberapa barang, bagaimana?” Stefan cemas mondar mandir di depan Felix. Beberapa menit Stefan diam, dan sekaran tetiba bersuara.“Barang apa maksud bapak?” dahi Felix mengerut menatap Stefan. Kemarin dia bilang mau asisten baru.Jadi, Felix memberikan data beberapa kandidat yang sudah dia sortir.Namun, tampaknya Stefan begitu cemas sejak Felix datang.“Barang apa, Pak? Saya mengajukan beberapa kandidat untuk menjadi asisten bapak. Bukan mengajukan proposal untuk membeli barang kantor.”Stefan berhenti mondar mandir menatap Felix. “Barang untuk bayi saya. Kamu ini bagaimana? Apa kamu tidak menyimak dari tadi?”Felix baru mengerti, selama di ruangan ini apa yang membuat Stefan cemas dan gelisah begini.Tidak lama, terdengar suara ketukan di pintu.“Masuk!” sahut Stefan.Setelah itu muncul sekretaris Stefan, Laura. Raut wajahnya tegang, senyumannya seperti dipaksa.Membawa sebundel kertas, lalu diserahkan kepada Stefan.“Pak, ini beberapa barang y
Season IIBab 122 (Ektra Part)Aska menyampaikan semua maksudnya dengan tenang, semata demi Anya. Agar dia percaya lagi kepadanya.“Demi anak kita, Prayan. Aku ingin menebus semua kesalahan-kesalahanku dulu.”Anya menghela napas perih dalam hatinya. Semua yang dia lakukan bersama Aska adalah kesalahan.Beberapa saat tidak ada yang bicara, hanya helaan napas Anya.“Aku tidak tahu, sejak kamu dipenjara, aku tidak pernah bicara apa pun soal ayah kepada Prayan. Hubungan aku dan papi juga tidak terlalu baik satt ini.”Aska mengangguk-angguk, “Aku mengerti. Aku tidak akan memaksakan apa yang aku inginkan. Hanya satu hal aku ingin minta tolong. Sampaikan semua barang ini untuk Prayan.”Anya melirik semua barang yang ada di meja yang memisahkan kursi mereka. Ada senyuman tipis di bibir Anya.“Aku tidak tahu apa yang anak itu suka,” kata Aska ikutan tersenyum, kalau aku hitung, usianya sudah sebelas tahun, kan? Jadi, aku pikir, dia pasti menyukai semacam mesin permainan.”“Ya, dia suka. Aku ak
Season IIBab 121 (Ekstra Part)Beberapa tahun kemudianAska bebas setelah berkelakuan baik dalam sel tahanan.“Sekarang, keinginanku hanya satu,” ucapnya kepada Joshua yang duluan bebas satu tahun lalu.“Apa?” tanya Joshua, tidak ada teman, musuh yang dulu rasanya dekat, sekarang juga menjauh. Jadi, Joshua pikir tidak ada salahnya menjemput Aska dihari dimana dia dibebaskan.“Mantan napi tidak punya tempat di masyarakat,” sambung Joshua lagi, lalu mendesah putus asa.Aska memerhatikan raut wajah Joshua yang muram.“Bagaimana kalau kita memulai usaha?” cetus Aska. “Aku punya tabungan, tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk membeli bahan baku.”Tatapan mata Aska berbinar cemerlang, menatap keluar beranda apartemen Joshua.“Bagaimana?” tanyanya sambil menatap Joshua—yang diam.“Entah,” Joshua mengedikkan bahu, “Sekarang aku hanya ingin praktek lagi. Susah sekali rasanya dapat kepercayaan orang lain. Gagal.”Aska menghela napas, dia tahu persis bagaimana perasaan Joshua.“Aku hanya ingi
Season IIBab 120“Dan sekarang karena kesalahan kecil, Joshua ada di sini dianggap aib, kalian mau membuang saya begitu saja?” sentak Joshua, menghapus air matanya dengan cepat.Sebagai seorang ibu yang pernah melahirkannya, mama Joshua tentu terpukul. Nuraninya sebagai seorang ibu, tidak mampu membiarkan anaknya menderita dipenjara.Mama Joshua menoleh ke belakang.“Josh selalu ikuti apa yang mama dan papa mau. Jadi juara kelas, sampai masuk kuliah kedokteran dengan nilai sempurna.”Namun, papa Joshua berkata lain, “Biarkan saja. Biar dia kapok. Jangan sekali-kali kamu lemah terhadap anak itu.”Papa Joshua tidak mau lagi mendengar atau menyaksikan drama anaknya. Jadi, dengan cepat lelaki itu meninggalkan ruangan jenguk para narapidana.Mama mau tidak mau mengikuti papa. Selama ini papa yang mengatur semua kehidupannya. Dan selalu benar, jadi apa pun yang papa lakukan kali ini, mama yakin ini pasti benar.“Maafkan Mama, Joshua,” bisik mamanya sambil meninggalkan ruangan itu dengan ha
Season IIBab 119 “Hm,” Sofia menggumam sambil bersedekap menatap tajam ke arah penyidik. Ada hal yang mencurigakan.“Tapi, Bu Andini bisa jadi tersangka kalau pernyataannya ada yang melenceng dari bukti yang ada. Jadi, untuk sementara waktu, Bu Andini kami sarankan tetap ada di dalam kota agar kami bisa berkoordinasi dengan mudah.”“Baik, saya akan menjamin itu,” ucap Sofia. “Adalagi yang bisa kami bantu?” tanya Sofia dengan ramah.Sebagai seorang pengacara dia tahu kalau koordinasi seperti ini akan meringankan Andini.“Kalau begitu, terima kasih atas waktunya, Bu Andini,” ucap si penyidik sambil berjabat tangan.Andini dan Sofia meninggalkan ruangan penyelidikan tanpa banyak kata. Tidak ada senyuman, napas Andini masih memburu. Badannya masih terasa kaku.Dia tidak bisa merasakan kakinya menapak di tanah.Stefan menepati janjinya menunggui Andini sampai selesai. Lelaki itu berdiri begitu melihat Andini dan Sofia keluar dari ruangan investigasi. Dan memberikan Andini pelukan hangat.
Season II Bab 118Tatapan mata Stefan ke arah Andini terasa begitu intens setelah menutup telepon. Ada getaran yang tidak biasa, Andini bisa merasakannya, hingga ruangan itu terasa begitu tegang.“Ada sesuatu di Jakarta, kita harus segera pulang.”Andini tidak kuasa menahan semua pertanyaan yang ada dalam benaknya. “Ada apa?”Stefan tidak menjawab, dia memasukan semua barang ke dalam koper. Dan Andini tidak bisa menolak, atau adu argumentasi. Dia mengikuti Stefan mengemas semua barang dengan cepat, lalu dalam waktu singkat, memasukkan barang bawaan ke mobil.Berpamitan kepada ayah dan ibu Stefan.Dan sudah ada di mobil, perjalanan ke Jakarta.“Polisi, menangkap Joshua,” Stefan membuka obrolan sambil fokus menyetir.“Joshua?” Andini mengulang perkataan Stefan. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar kabar apa pun dari lelaki itu. “Tunggu. Ditangkap? Maksudnya ditangkap polisi?”Seingat Andini, Joshua dulu adalah dokter dan dari keluarga yang terhormat. Mana mungkin kalau tetiba lela
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop