Season II BAB 97 “Apa bapak mau masuk ke dalam ruang operasi?” tawar seorang perawat setelah brankar Andini sudah tidak ada di kamar bersalin.Jeff terus terang kebingungan ada rasa khawatir. Namun, Jeff bukan suaminya, jadi, dia tidak berhak masuk ikut melihat Andini dioperasi.“Apa Andini akan baik-baik saja kalau saya tidak di sana?”Perawat itu tersenyum. “Kondisi Bu Andini prima, dia akan baik-baik saja. Tapi, bapak sebagai suaminya jangan lupa berdoa agar istri bapak selamat, anak bapak juga sehat.”“Baik kalau begitu,” jawab Jeff sambil berjalan keluar dari kamar bersalin.Pertanyaan perawat tadi mengiang di telinga Jeff. Kata ‘bapak’ dan ‘anak’ rasanya Jeff senang mendengarnya.Di ruang tunggu operasi, Jeff menunggu dengan gelisah. Tidak bisa duduk, ada sesuatu yang mengganjal di bokongnya.Tidak lama terdengar tangis suara bayi, memecah kesunyian sore yang panas. Ruang tunggu yang sepi dan koridor rumah sakit yang temaram.“Apa itu …” tanya Jeff dalam hati, dia mengintip ke
Season IIBab 98“Apa proses perceraian kalian bermasalah?” ulang Jeff karena tidak ada jawaban dari AndiniAndini membuang pandangan sesaat, lalu menatap Jeff. “Dia … tidak mau menceraikanku, Jeff. Semua proses persidangan diulur. Hakim sudah memutuskan, tapi untuk Stefan selalu ada cara untuk mempertahankan hubungan brengsek ini.”Jeff memajukan badan, dahinya mengernyit. “Sebenarnya, apa yang ayahmu katakan benar. Kamu harus tenui dia. Bukan hanya mengabari.”Andini menggeleng, “Tidak bisa.”“Kenapa?” pertanyaan Jeff kali ini mendensak Andini. “Apa karena kamu masih mencintainya?”“Tidak. Aku hanya tidak ingin kalau Stefan suatu saat memohon agar aku kembali padanya.”Jeff menghela napas, “An … mungkin ini akan berbeda kalau kamu menemuinya langsung. Kamu bisa memberitahu betapa pentingnya perceraian ini untuk kalian.”“Mungkin semua akan berbeda kalau kalian saling membicarakan masalah ini,” tambah Jeff.Andini menatap Jeff seperti mengharapkan sesuatu. “Baiklah, aku akan mengatur
Season IIBab 99“Dedek bayi!”Pekikkan Celine membuat Andini kaget, tidak sangka kalau Celine akan menemukan Adam.Veronica juga tidak menyangka dengan apa yang ada di rumah itu. Dia menatap Andini yang menunduk.“Dia anakku,” kata Andini ketika menggendong Adam, ada Veronica dan Celine.“Is he or she?” tanya Celine, suaranya yang cempreng selalu berhasil memecah kecanggungan antara mereka.“He, namanya Adam, kamu namanya siapa?” tanya Andini ramah. “Kamu cantik sekali,” pujinya sambil membelai rambut panjang indah Celine.“Terima kasih, Aunty. Boleh saya memegang Adam?”“Boleh,” izin Andini lalu duduk di sofa agar Celine bisa melihat dengan jelas.Veronica dan Dito diam, salin bertatap bergantian.Namun, tidak tahu apa yang ingin disampainkan.“Kalian pasti lapar, biar saya pesankan makanan,” ujar Andini.“Yes, Aunty! Saya lapar!” pekik Celine juga.“Sstt, Celine. Jangan teriak nanti adek bayi bangun.”“Tante pesankan makanan, ya. Supaya perutnya terisi lagi. Untuk sementara, tante
Season IIBab 100 Andini tidak melihat ke arah jam dinding. Dia hanya mendengar gerungan mobil di garasi, dan dia tahu itu suara mobil Jeff.Andini dengan cepat bangkit dari rebah, keluar dari kamar dan membukakan pintu.Jeff terpaku ketika pintu rumah terbuka sendiri. Mulutnya menganga.Andini menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi Jeff yang mau masuk ke dalam rumah.Tubuh Jeff beku, tidak tahu harus apa. “Um, kamu belum tidur?”“Aku terbangun karena Adam minta menyusu,” jawab Andini juga serba salah. “Masuk. Kamu—sudah makan?”Jeff menggeleng, “Saya kelaparan,” katanya mengiba, menyandarkan tubuhnya di daun pintu. “Apa kamu akan menolong saya?” Andini tersenyum, “Kalau begitu, ayo, kita makan, ini adalah mencamil tengah malam-ku, karena kelaparan setelah menyusui.”Andini menggandeng tangan Jeff untuk ke dalam rumah.“Aku punya bihun goreng, mi goreng, capcay dan udang, kamu mau makan apa?”Dahi Jeff mengerut, “Kamu beli makanan banyak sekali. Apa ada pesta?”Andini tersenyum,
Season II Bab 101“Pulang?” ulang Stefan, dahinya mengerut, suaranya berbisik lirih. Emosinya mereda, mungkin Andini akan kembali selamanya ke Jakarta, pikirnya.“Apa dia akan kembali kepada saya?” tanya Stefan lagi, kali ini lelaki itu semangat mengatakannya.“Kami sebagai pengacara belum tahu apa yang akan dilakukan Bu Andini. Bagaimana kalau memang dia mau rujuk? Anda juga belum menandatangani surat cerainya. Apakah Anda akan menerimanya.”“Memangnya, ini harus ditanyakan sekarang? Bukannya nanti saja ketika mediasi?” pertanyaan Stefan seperti anak lugu yang belum pernah bertemu wanita.“Memang. Hanya saja, peringatan mau atau tidaknya harus saya infokan ke pengacara Bu Andini.”“Kalau begitu saya akan katakan saja nanti ketika mediasi. Saya tidak mau mengatakannya sekarang,” jawab Stefan.Dan, hal itu membuat pengacaranya mendengus. “Baik kalau begitu.”“Kamu juga bisa infokan kepada pengacaranya kalau saya akan mendatangi di mana pun dia berada saat ini. Untuk ke Jakarta kalau m
Season IIBab 102 Jeff terganggu sama sekali dengan surat pengunduran diri Andini.Membaca surat pengunduran Andini berulang-ulang. Untuk Jeff ini terlalu tidak masuk akal.Suara dering telepon antar ruang mengagetkan Jeff.Ditto sejak datang ke kantor memperhatikan gerak gerik Jeff yang tidak biasa. Melamun sambil menatap laptop, itu bukan gaya Jeff.“Ya?” katanya setelah menekan tombol.“Pak, Bu Andini ada di sambungan telepon. Menanyakan, apa bapak mau antar ayahnya ke bandara?” itu suara sekretaris Jeff yang menelepon di telepn antar ruangan, Jeff memakai pengeras suara, jadi apa yang dibicarakan semua bisa mendengarnya.Dito sudah mulai bertugas di kantor Jeff hari ini. Dan ada di dekatnya saat sekretaris itu bertanya.“Tidak. Bilang saya minta maaf,” jawab Jeff seolah tidak mau peduli.“Baik, Pak,” si sekretaris itu memutus sambungan telepon.Dito menatap Jeff heran, siapa sebenarnya Andini. Veronica juga tidak bicara apa pun soal Andini. Apa iya, dia hanya sekadar teman keluar
Season IIBab 103“Jadi, kita beli saja beberapa barang, bagaimana?” Stefan cemas mondar mandir di depan Felix. Beberapa menit Stefan diam, dan sekaran tetiba bersuara.“Barang apa maksud bapak?” dahi Felix mengerut menatap Stefan. Kemarin dia bilang mau asisten baru.Jadi, Felix memberikan data beberapa kandidat yang sudah dia sortir.Namun, tampaknya Stefan begitu cemas sejak Felix datang.“Barang apa, Pak? Saya mengajukan beberapa kandidat untuk menjadi asisten bapak. Bukan mengajukan proposal untuk membeli barang kantor.”Stefan berhenti mondar mandir menatap Felix. “Barang untuk bayi saya. Kamu ini bagaimana? Apa kamu tidak menyimak dari tadi?”Felix baru mengerti, selama di ruangan ini apa yang membuat Stefan cemas dan gelisah begini.Tidak lama, terdengar suara ketukan di pintu.“Masuk!” sahut Stefan.Setelah itu muncul sekretaris Stefan, Laura. Raut wajahnya tegang, senyumannya seperti dipaksa.Membawa sebundel kertas, lalu diserahkan kepada Stefan.“Pak, ini beberapa barang y
Season II Bab 104Beberapa minggu kemuadian, Andini dan anaknya pulang ke Jakarta.Di rumah, ayahnya sudah mempersiapkan kamar untuk Andini dan anaknya.“Iya, ayah sampe cat sendiri kamar mbak begitu tahu mbak sama Adam,” kata Edo semangat sambil mengangkati barang yang Andini bawa.“Terima kasih,” ucap Andini. Senang dan sedih hadir ketika sampai di rumah ayahnya.Minggu depan adalah pertemuan mediasinya dengan Stefan, gugup, panik jadi satu. Yang terpenting Andini menatap anaknya.Apakah kalau mediasi itu gagal akan ada perebutan hak asuh?Ayah keluar dari kamarnya. Tersenyum melihat cucu yang baru saja lahir.“Jadi, apa kamu yakin, Nduk untuk mediasi dengan Nak Stefan? Apa kalian akan berbaikan?”Andini diam, lalu mengedikkan bahu. “Andini hanya berharap kalau keputusan ini benar. Paling tidak untuk Adam, Yah.” Andini menatap anaknya yang masih satu bulan itu.“Memang seharusnya anakmu tumbuh bersama ayah kandungnya,” ungkap Tarso, seolah setuju dengan keputusan Andini.“Iya, Yah,
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop
Season IIBab 113“Bisa saya bertanya sesuatu?” tanya Stefan, lalu menopang kepala di tangan sambil menatap Andini.“Ada apa?” tanya balik Andini, “Sesuatu yang serius?”Stefan mengangguk pelan.Tubuh mereka belum berpakaian lengkap, hanya pakaian dalam yang masih melekat dan ditutupi selimut.“Pertanyaan serius macam apa yang mau kamu tanyakan?” Andini meledek Stefan, dia pikir suaminya akan bercanda, setelah itu menggodanya lagi untuk babak kedua.“Di mana kamu tinggal selama tidak bersama saya?” suara Stefan tegas, namun, seperti ada senyuman singkat terulas di bibirnya.Andini tahu, kalau Stefan pasti akan menanyakan hal ini cepat atau lambat. Wanita itu melemaskan badan, tatapannya lurus ke langit-langit kamar.“Apa aku harus jujur kepadamu?”“Saya suamimu, tentu saja kamu harus jujur kepada saya. Walaupun kejujuran itu akan menyakiti saya.”“Baiklah ….” Andini menarik napas, menyiapkan kata. “Tapi, sungguh ini semua keinginanku sendiri, bukan karena suruhan atau tawaran orang la
Season IIBab 112Beberapa minggu kemudian ….“Harusnya kamu tidak perlu bawa barang dari rumah kamu. Di sini semuanya sudah saya sediakan,” ucap Stefan ketika melihat Andini repot mengatur barang yang masuk ke rumah barunya.Andini menghela napas, “Kamu ini, kan suami, jadi diam saja. Aku yang atur semua. Ingat, kan?” sambil menatap Stefan, Andini mengerling. Stefan mencibir, Adam dalam gendongannya. “Apa mamamu selalu begitu?” candanya, bayi itu hanya tersenyum, lalu menguap. “Karena kita lelaki bagaimana kalau kita tidur siang dulu?”“Itu lebih baik,” sambar Andini sambil menunjuk ke sisi rumah yang masih kosong.Pekerja yang dia bayar lalu lalang di rumah yang Stefan sudah renovasi itu.Andini cukup terkesan dengan penataan ruangan di rumah ini. Stefan yang membuatnya demikian. Ada jendela besar di ruang tamu, jadi rumah ini terang oleh sinar matahari. Kolam renang yang terkoneksi dengan kamar utama.Rumah ini serasa bagai Surga.Andini tidak berhenti bersyukur Stefan bisa member
Season IIBab 111Beberapa bulan lalu di Kalimantan ….Andini gelisah dan terganggu dengan sikap Jeff yang tidak membalas pesan dan tidak menjawab telepon. Selain itu, dia juga merasa bersalah, tidak bisa membalas perasaan Jeff.Karena yang ada dalam pikiran Andini selama berjauhan hanya Stefan. Walau Andini bersikeras ingin menceraikannya, bayangan lelaki itu melekat di kepala Andini.Walau Jeff adalah pria yang baik, peduli dan sangat penyayang. Tidak ada celah dalam kepriadian Jeff. Namun, sulit sekali menyukai Jeff seperti Andini mencintai Stefan.Hah, salahnya sendiri, belum apa-apa sudah bilang cinta. Padahal, Stefan tidak benar-benar menikahinya.Sebelum antar ayah ke bandara, Veronica mampir ke rumah Jeff.Andini yang mendengar bel pintu berdentang membukakan pintu. Matanya langsung membesar ketika membuka pintu, Veronica.“Silakan masuk,” ujar Andini ramah, penuh senyuman.Veronica wajahnya datar. Dibilang tidak menyenangkan juga tidak.Andini yang tidak enak, langsung mencar
Season IIBab 110Andini menepati janjinya memasak beberapa menu saat Stefan datang ke rumah.Ayah menyambut kedatangan Stefan dengan wajah yang datar. Pak Tarso tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan Stefan. Dalam pernikahan, Pak Tarso berpikir, pasangan suami istri seperti kaki yang berjalan mengarungi kehidupan.Jadi, di antaranya tidak ada yang salah. Kalau pun perceraian itu harus terjadi, artinya itu adalah keputusan terbaik yang Stefan dan Andini ambil.“Tidak sangka, kan, aku bisa masak?” celetuk Andini begitu Stefan menghela napas sambil memegang perutnya.Stefan tersenyum, “Ya. Harus saya akui kalau ini enak.” Ingatan Stefan tersedot ke masa beberapa tahun lalu. Ketika Anya menyiapkan kejutan untuknya.“Apa kamu ingat kejutan untuk saya beberapa tahun lalu? Anya bilang dia masak sendiri, apa itu ….”Andini tertawa kecil dan mengangguk, “Ya. Itu aku yang memasaknya.”“Harusnya saya yang memuji kamu waktu itu,” timpal Stefan melirik ke arah Pak Tarso yang berwajah suram.“Pak, ja
Season IIBab 109“Mbak! Mbak!” panggil Edo di luar kamar Andini. “Ditanyain sama Mbak Sarah, tuh!”Andini berpikir, apa yang sudah dia lakukan sampai Sarah menghubungi Edo?“Masuk aja, Do, aku lagi gantiin baju Adam,” kata Andini memekik.Edo masuk begitu Andini izinkan, “Mbak, ini Mbak Sarah, katanya Mbak Andini nggak bisa dihubungi. Jadi … Mas Stefan juga mencari Mbak Andini.”“Hah?” Andini merasa tak percaya, Adam ada dalam gendongannya, mulai menangis.Konsentrasi Andini pecah antara tangisan dan mengingat antara di mana ponselnya.Perlahan, Andini duduk di kursi, lalu menerima ponsel dari Edo.“Hallo?” sapa Andini. “Ah, iya, maaf, Sarah, rasanya ponselku terselip, entah di mana. Ada yang penting?”Andini melirik Edo yang keluar dari kamarnya. Karena Andini bersiap akan menyusui Adam.“Stefan, dia menghubungiku secara langsung. Dia tidak bisa menghubungi kamu. Aku pikir kamu sedang dalam masa … berpikir?” tebak Sarah.Andini diam sejenak, “Ya … aku hanya lupa di mana menaruhnya.