Season IIBab 92Tentu saja Anya kaget ketika Felix datang ke kantornya. Dan menerobos masuk ke ruangan wanita itu.“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Anya sinis dan galak.“Saya diminta Pak Stefan untuk mengambil alih Liberate,” jawab Felix tegas tatapannya tajam.“Omong kosong!” Anya mendesis, lalu mengambil ponsel yang ada di meja. Menelepon Stefan. Beberapa saat dia menunggu, tersambung juga ke Stefan.“Omong kosong apa yang kamu kasih ke saya, Stef?” tanya Anya tanpa sapaan atau salam layaknya suami istri.“Maksudmu omong kosong?”“Felix ada di depanku saat ini, apa maksudnya menggantikan posisiku?”“Ah, ya. Tadi saya baru dapat laporan berkala keuangan di Liberate. Satu bulan tidak ada perubahan, malah merugi, sepertinya saya tidak ingin Liberate jatuh lebih rugi lagi. Jadi, saya harap kamu mengerti, Felix akan menggantikan kamu di sana. Saya harap dalam beberapa bulan ke depan ada perubahan.”“Tapi, Stef, ini perusahaanku. Tahu?” desis Anya, Laras yang tadi ada di luar masuk ke
Season IIBab 93 Beberapa bulan berlalu, Andini menjalani kehamilannya seperti calon ibu pada umumnya. Melindung bayinya dengan makanan bergizi dan jarang keluar rumah, karena di luar virus sangat berbahaya untuk ibu hamil.Di luar kekhawatiran Andini, Jeff selalu ada memberikan kenyaman, hingga kadang Jeff merasa kalau Andini adalah istrinya.“Jadi, bagaimana perasaanmu?” tanya Jeff ketika melihat Andini masuk ke dalam rumah. Jadwal periksa ke dokter hari ini.“Baik. Tinggal menunggu anak ini keluar,” jawab Andini bersungut. Terengah-engah, napasnya pendek. Matanya mendelik ke arah Jeff. Lalu duduk di sofa agar nyaman. Usia kandungannya sudah sembilan bulan.Jeff paham keadaan Andini. Walau kelihatannya hamil itu adalah hal yang membahagiakan. Nyatanya membawa seorang anak dalam perut adalah hal yang sulit.Jeff mengambilkan jus yang sudah dia buatkan dari kulkas.“Mungkin jus ini akan membuatmu lebih baik,” katanya sambil menyodorkan segelas jus mangga.Andini tersenyum menerima ge
Season II Bab 94“Kamu bisa bekerja dengan Papi kalau kamu mau,” tawar Winata kepada Anya. Seolah papinya tidak peduli dengan segala keluh kesah Anya selama dua jam.Anya yang ada di depannya, mendengus, tidak mau menatap papinya lagi.Menyebalkan! Makinya dalam hati. Mereka bertemu untuk makan siang bersama di restoran baru atas rekomendasi Anya.“Papi pikir, kamu lebih suka dekat dengan Prayan,” timpal papinya, karena tidak ada jawaban sama sekali dari Anya.Anak semata wayangnya itu menghela napas. “Dia makin aktif. Kadang Anya merasa … kewalahan. Apalagi tidak ada Stefan.”“Nanti kamu akan terbiasa,” timpal papinya lagi. “Jangan pernah menyerah dalam hal mengurus Prayan. Dan Papi pikir sudah waktunya kamu memberitahukan Prayan siapa ayah kandungnya. Jangan biarkan anak itu tidak tahu siapa ayah kandungnya.”Suasana restoran tempat pertemuan mereka makin ramai pengunjung. Tempat ini terkenal karena makanan yang enak se-Jakarta. Namun, rasanya sama saja di lidah Anya.Entah apa tuj
Season IIBab 95Beberapa tahun mengenal, Stefan tahu kalau saat ini Anya tidak dalam keadaan baik-baik saja."Beritahu saya kamu ada di mana, saya akan ke sana," kata Stefan tidak ada kompromi, langsung memutus pembicaraan.Anya kaget, melihat sekilas layar ponselnya. Stefan sudah tidak tersambung dengannya.Wanita itu lalu menghapus air mata, mengedikkan bahu. Maklum dengan sikap Stefan, Anya lalu membagikan lokasi tempatnya saat ini.Beberapa saat kemudian, Stefan muncul di tempat Anya sebutkan tadi.Kafe yang nyaman, untuk minum kopi. Anya berpikir, dia harus berpindah tempat, agar tidak penat.Cukup papinya dan Aska membuat Anya stres hingga dia tidak tahu harus bagaimana."Saya kagum, kamu masih tahu kopi favorit saya," puji Stefan ramah. Hal yang tidak biasa.Anya membalasnya dengan senyuman lebar, "Aku akan selalu ingat, pagi itu ... Kamu bilang, kurang tidur semalaman, paginya ada rapat direksi, dan si mbok membuat kopi terlalu manis."Stefan tergelak, sambil menatap cangkir
Season IIBab 96 StefanPrayan pulang dengan hati yang senang tak terkira. Stefan menghadiahi dia banyak mainan.“Mama! Mama!” pekiknya sambil berlari kecil masuk ke dalam rumah.Anya menyambut Prayan, anak itu tidak pernah sebahagia itu. Rayan selalu bahagia bila dekat dengan Stefan.“Anak Mama,” ujar Anya yang membuka kedua tangan. Lalu Prayan menubruk Anya.“Rayan bawa mainan banyak,” katanya menggemaskan. Telunjuk kecilnya yang gemuk menunjuk ke arah pintu.Ada Stefan dan sopir yang disuruh membawakan barang yang dibeli oleh Prayan.“Wah, banyak sekali!” ujar Anya, matanya membeliak sopir itu sampai tidak terlihat saking banyak mainan yang dibeli.Prayan tersenyum makin lebar, lalu berlari memeluk Stefan.Anya mengucapkan terima kasih kepada Stefan, sementara Prayan ada dalam pelukannya.“Sepertinya kamu perlu mandi dan ganti baju,” kata Stefan lembut kepada Prayan.“Sama Papa aja,” rajuk Prayan manja.Stefan menatap Anya, meminta persetujuan. “Boleh. Hanya saja ….”Anya tersenyum
Season II BAB 97 “Apa bapak mau masuk ke dalam ruang operasi?” tawar seorang perawat setelah brankar Andini sudah tidak ada di kamar bersalin.Jeff terus terang kebingungan ada rasa khawatir. Namun, Jeff bukan suaminya, jadi, dia tidak berhak masuk ikut melihat Andini dioperasi.“Apa Andini akan baik-baik saja kalau saya tidak di sana?”Perawat itu tersenyum. “Kondisi Bu Andini prima, dia akan baik-baik saja. Tapi, bapak sebagai suaminya jangan lupa berdoa agar istri bapak selamat, anak bapak juga sehat.”“Baik kalau begitu,” jawab Jeff sambil berjalan keluar dari kamar bersalin.Pertanyaan perawat tadi mengiang di telinga Jeff. Kata ‘bapak’ dan ‘anak’ rasanya Jeff senang mendengarnya.Di ruang tunggu operasi, Jeff menunggu dengan gelisah. Tidak bisa duduk, ada sesuatu yang mengganjal di bokongnya.Tidak lama terdengar tangis suara bayi, memecah kesunyian sore yang panas. Ruang tunggu yang sepi dan koridor rumah sakit yang temaram.“Apa itu …” tanya Jeff dalam hati, dia mengintip ke
Season IIBab 98“Apa proses perceraian kalian bermasalah?” ulang Jeff karena tidak ada jawaban dari AndiniAndini membuang pandangan sesaat, lalu menatap Jeff. “Dia … tidak mau menceraikanku, Jeff. Semua proses persidangan diulur. Hakim sudah memutuskan, tapi untuk Stefan selalu ada cara untuk mempertahankan hubungan brengsek ini.”Jeff memajukan badan, dahinya mengernyit. “Sebenarnya, apa yang ayahmu katakan benar. Kamu harus tenui dia. Bukan hanya mengabari.”Andini menggeleng, “Tidak bisa.”“Kenapa?” pertanyaan Jeff kali ini mendensak Andini. “Apa karena kamu masih mencintainya?”“Tidak. Aku hanya tidak ingin kalau Stefan suatu saat memohon agar aku kembali padanya.”Jeff menghela napas, “An … mungkin ini akan berbeda kalau kamu menemuinya langsung. Kamu bisa memberitahu betapa pentingnya perceraian ini untuk kalian.”“Mungkin semua akan berbeda kalau kalian saling membicarakan masalah ini,” tambah Jeff.Andini menatap Jeff seperti mengharapkan sesuatu. “Baiklah, aku akan mengatur
Season IIBab 99“Dedek bayi!”Pekikkan Celine membuat Andini kaget, tidak sangka kalau Celine akan menemukan Adam.Veronica juga tidak menyangka dengan apa yang ada di rumah itu. Dia menatap Andini yang menunduk.“Dia anakku,” kata Andini ketika menggendong Adam, ada Veronica dan Celine.“Is he or she?” tanya Celine, suaranya yang cempreng selalu berhasil memecah kecanggungan antara mereka.“He, namanya Adam, kamu namanya siapa?” tanya Andini ramah. “Kamu cantik sekali,” pujinya sambil membelai rambut panjang indah Celine.“Terima kasih, Aunty. Boleh saya memegang Adam?”“Boleh,” izin Andini lalu duduk di sofa agar Celine bisa melihat dengan jelas.Veronica dan Dito diam, salin bertatap bergantian.Namun, tidak tahu apa yang ingin disampainkan.“Kalian pasti lapar, biar saya pesankan makanan,” ujar Andini.“Yes, Aunty! Saya lapar!” pekik Celine juga.“Sstt, Celine. Jangan teriak nanti adek bayi bangun.”“Tante pesankan makanan, ya. Supaya perutnya terisi lagi. Untuk sementara, tante
Season IIBab 122 (Ektra Part)Aska menyampaikan semua maksudnya dengan tenang, semata demi Anya. Agar dia percaya lagi kepadanya.“Demi anak kita, Prayan. Aku ingin menebus semua kesalahan-kesalahanku dulu.”Anya menghela napas perih dalam hatinya. Semua yang dia lakukan bersama Aska adalah kesalahan.Beberapa saat tidak ada yang bicara, hanya helaan napas Anya.“Aku tidak tahu, sejak kamu dipenjara, aku tidak pernah bicara apa pun soal ayah kepada Prayan. Hubungan aku dan papi juga tidak terlalu baik satt ini.”Aska mengangguk-angguk, “Aku mengerti. Aku tidak akan memaksakan apa yang aku inginkan. Hanya satu hal aku ingin minta tolong. Sampaikan semua barang ini untuk Prayan.”Anya melirik semua barang yang ada di meja yang memisahkan kursi mereka. Ada senyuman tipis di bibir Anya.“Aku tidak tahu apa yang anak itu suka,” kata Aska ikutan tersenyum, kalau aku hitung, usianya sudah sebelas tahun, kan? Jadi, aku pikir, dia pasti menyukai semacam mesin permainan.”“Ya, dia suka. Aku ak
Season IIBab 121 (Ekstra Part)Beberapa tahun kemudianAska bebas setelah berkelakuan baik dalam sel tahanan.“Sekarang, keinginanku hanya satu,” ucapnya kepada Joshua yang duluan bebas satu tahun lalu.“Apa?” tanya Joshua, tidak ada teman, musuh yang dulu rasanya dekat, sekarang juga menjauh. Jadi, Joshua pikir tidak ada salahnya menjemput Aska dihari dimana dia dibebaskan.“Mantan napi tidak punya tempat di masyarakat,” sambung Joshua lagi, lalu mendesah putus asa.Aska memerhatikan raut wajah Joshua yang muram.“Bagaimana kalau kita memulai usaha?” cetus Aska. “Aku punya tabungan, tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk membeli bahan baku.”Tatapan mata Aska berbinar cemerlang, menatap keluar beranda apartemen Joshua.“Bagaimana?” tanyanya sambil menatap Joshua—yang diam.“Entah,” Joshua mengedikkan bahu, “Sekarang aku hanya ingin praktek lagi. Susah sekali rasanya dapat kepercayaan orang lain. Gagal.”Aska menghela napas, dia tahu persis bagaimana perasaan Joshua.“Aku hanya ingi
Season IIBab 120“Dan sekarang karena kesalahan kecil, Joshua ada di sini dianggap aib, kalian mau membuang saya begitu saja?” sentak Joshua, menghapus air matanya dengan cepat.Sebagai seorang ibu yang pernah melahirkannya, mama Joshua tentu terpukul. Nuraninya sebagai seorang ibu, tidak mampu membiarkan anaknya menderita dipenjara.Mama Joshua menoleh ke belakang.“Josh selalu ikuti apa yang mama dan papa mau. Jadi juara kelas, sampai masuk kuliah kedokteran dengan nilai sempurna.”Namun, papa Joshua berkata lain, “Biarkan saja. Biar dia kapok. Jangan sekali-kali kamu lemah terhadap anak itu.”Papa Joshua tidak mau lagi mendengar atau menyaksikan drama anaknya. Jadi, dengan cepat lelaki itu meninggalkan ruangan jenguk para narapidana.Mama mau tidak mau mengikuti papa. Selama ini papa yang mengatur semua kehidupannya. Dan selalu benar, jadi apa pun yang papa lakukan kali ini, mama yakin ini pasti benar.“Maafkan Mama, Joshua,” bisik mamanya sambil meninggalkan ruangan itu dengan ha
Season IIBab 119 “Hm,” Sofia menggumam sambil bersedekap menatap tajam ke arah penyidik. Ada hal yang mencurigakan.“Tapi, Bu Andini bisa jadi tersangka kalau pernyataannya ada yang melenceng dari bukti yang ada. Jadi, untuk sementara waktu, Bu Andini kami sarankan tetap ada di dalam kota agar kami bisa berkoordinasi dengan mudah.”“Baik, saya akan menjamin itu,” ucap Sofia. “Adalagi yang bisa kami bantu?” tanya Sofia dengan ramah.Sebagai seorang pengacara dia tahu kalau koordinasi seperti ini akan meringankan Andini.“Kalau begitu, terima kasih atas waktunya, Bu Andini,” ucap si penyidik sambil berjabat tangan.Andini dan Sofia meninggalkan ruangan penyelidikan tanpa banyak kata. Tidak ada senyuman, napas Andini masih memburu. Badannya masih terasa kaku.Dia tidak bisa merasakan kakinya menapak di tanah.Stefan menepati janjinya menunggui Andini sampai selesai. Lelaki itu berdiri begitu melihat Andini dan Sofia keluar dari ruangan investigasi. Dan memberikan Andini pelukan hangat.
Season II Bab 118Tatapan mata Stefan ke arah Andini terasa begitu intens setelah menutup telepon. Ada getaran yang tidak biasa, Andini bisa merasakannya, hingga ruangan itu terasa begitu tegang.“Ada sesuatu di Jakarta, kita harus segera pulang.”Andini tidak kuasa menahan semua pertanyaan yang ada dalam benaknya. “Ada apa?”Stefan tidak menjawab, dia memasukan semua barang ke dalam koper. Dan Andini tidak bisa menolak, atau adu argumentasi. Dia mengikuti Stefan mengemas semua barang dengan cepat, lalu dalam waktu singkat, memasukkan barang bawaan ke mobil.Berpamitan kepada ayah dan ibu Stefan.Dan sudah ada di mobil, perjalanan ke Jakarta.“Polisi, menangkap Joshua,” Stefan membuka obrolan sambil fokus menyetir.“Joshua?” Andini mengulang perkataan Stefan. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar kabar apa pun dari lelaki itu. “Tunggu. Ditangkap? Maksudnya ditangkap polisi?”Seingat Andini, Joshua dulu adalah dokter dan dari keluarga yang terhormat. Mana mungkin kalau tetiba lela
Season IIBab 117“Mau beli apa?” tanyanya pedagang wanita itu dengan kasar.Stefan melirik Andini yang sedang salah tingkah, dia mengambil sembarang sayuran.Lelaki itu menahan tangan Andini.“Biasanya, pengasuh Adam membeli wortel, jagung dan brokoli untuk kebutuhan sehari-hari.”Andini terpaku dengan analisa Stefan, “Dari mana kamu ….”“Saya, kan, ayahnya, masa tidak tahu,: seloroh Stefan. “Walau saya sibuk bekerja, tapi, saya juga memperhatikan apa saja kebutuhan anak saya.”Andini tidak bisa menyimpan kebahagiaan yang ada di hatinya. Dia menggigit bibir bawahnya, lalu mencium pipi Stefan.“Kamu tahu, kan, kita ada di tempat umum,” peringat Stefan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Pipinya menghangat.Andini menoleh ke arah penjual sayuran, wajahnya makin memerah. Napasnya berembus cepat.“Maafkan aku, aku hanya tidak menyangka kalau suamiku perhatian,” kata Andini malu-malu.“Jadi, tiga puluh ribu,” kata si penjual ketus. Lalu menaruh barang yang dibeli Stefan dengan k
Season IIBab 116Andini merasa asing, pagi ini terbangun di ranjang yang berbeda.Ah, terang saja ini masih di rumah mertuanya.Tidak seperti Andini yang merasa asing, Stefan malah masih tidur dengan pulas. Jadi, Andini memutuskan untuk ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi, dan mandi.Sekalian saja, karena dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan.Jadi, apa yang harus dilakukan dihari pertama menginap di rumah mertua? Pikir Andini.Mungkin keluar dari kamar adalah ide yang tidak buruk.“Memangnya kamu mau ke mana?”Andini hampir melonjak mendengar pertanyaan Stefan yang tiba-tiba. Sejak kapan dia bangun?“Kamu …”“Saya sudah bangun dari tadi. Kamu saja yang tidak tahu.”Andini mengedikkan bahu. Acuh tak acuh, ini adalah balasan atas ketidak acuhan Stefan tadi malam.Ranjang mereka malam ini pun rasanya dingin. Sangat dingin.Memang, Stefan itu kenapa, sih, begini?Andini membatin, sambil becermin, matanya melirik ke arah suaminya yang perlahan bangkit, lalu ke kamar mandi.Apa
Season II Bab 115Sepanjang perjalanan, Andini hanya bisa mengira-ngira akan ke mana.Arahnya, si, akan ke rumah pantai. Tapi, untuk apa Stefan bilang, katanya akan mengungkap masa lalunya.Apa masa lalunya dengan perempuan dekat pantai?Andini memicing menatap Stefan.Lagian, awas saja kalau Stefan ternyata punya pacar sebelum Andini.Stefan hari ini setir sendiri. Adam dengan pengasuhnya di jok belakang.“Mungkin, kamu akan kaget nanti kalau kita sudah sampai di tempat tujuan.”Andini makin curiga ketika Stefan berkata demikian.“Kamu belum pernah bertemu dengan orang tua saya, kan? Dan dua adik saya.”Andini membeku, menatap Stefan dari samping. Astaga! Jadi, selama ini Andini salah sangka.“Jadi ini adalah jalan ke ….” Andini tidak bisa meneruskan perkataannya.“Ya,” jawab Stefan singkat. “Selama ini, saya selalu minta cuti dalam satu bulan 2 atau 3 hari untuk mengunjungi orang tua. Apa kamu tidak memperhatikan?”Andini membuang pandangan ke arah jendela. Ternyata prasangkanya sa
Season IIBab 114“Saya rasa, perlu bawa baju untuk kita, And,” kata Stefan tetiba sambil menatap ke laptop.Andini sudah menyiapkan keperluan Adam sejak malam. Karena Stefan mengubah jadwal kepergiannya menjadi besok.“Baju ganti untuk kita?” Andini sekadar mengkonfirmasi. “Sebenarnya kita mau ke mana?”Stefan menutup laptopnya, lalu menatap Andini. “Sudah saya bilang, kan, ini kejutan.”Andini menghela napas dan memutar bola mata.Stfena bisa melohat kejengkelan istrinya yang penasaran. Lelaki itu tersenyum tipis, lalu bangkit dari ranjang menghampiri istrinya.Berlutut, memperhatikan Andini yang sedang sibuk mengepak pakaian. “Apa yang kamu perlukan biar saya ambilkan,” tawar Stefan.Andini menggaruk kepala, “Baju yang kamu mau pakai selama di sana dan baju aku. Lalu pakaian dalam.”“Baik, saya akan ambilkan di lemari,” ucap Stefan sambil berjalan menuju lemari besar yang ada di kamar itu.“Terima kasih,” ucap Andini begitu Stefan memberikan beberapa pakaian untuk dimasukkan ke kop