"Semua makanan favoritku. Kau ingat?""Hah?" Kina mengerutkan kening, menatap makanan di atas meja–yang ia masak sendiri dengan tatapan bingung bercampur aneh. Ini semua makanan favorit Zayyan? Bagaimana bisa? "Ma-makanan favorit?" beo Kina, kini menatap Zayyan masih dengan pandangan heran. "Humm." Zayyan hanya berdehem, memilih tak memperpanjang karena tak ingin membuat Kina terbebani dengan pikiran sendiri. Sepertinya ini hanya kebetulan. "Hanya kebetulan," ucap Zayyan selanjutnya, tersenyum tipis pada Kina. Sedangkan Kina, dia membalas Zayyan dengan senyum kaku–dia gugup dan masih bingung dengan yang terjadi. Yah, mungkin hanya kebetulan dia memasak makanan favorit suaminya. Tetapi … benarkah hanya sekedar kebetulan?***Setelah makan malam bersama, Kina menggambar bersama dengan Zana–berupaya menghibur anak kecil tersebut supaya tidak sedih ataupun memikirkan hal tadi sore. Anak-anak memang mudah melupakan kesedihan dan cenderung cepat ceria seperti semula. Namun, percayalah, h
'Ah, sialan. Semua perempuan emang bodoh.' batin Kina, meletakkan tangan di dada, merasakan sesak dan nyeri dalam sana. 'Udah tahu sumber sakit hati, masih saja dikepoin. Dah lah, memang sudah benar aku cuma jadi pengasuh Zana. No cinta, no drama, no baper,' lanjutnya membatin, termenung sembari menggores pensil pada buku gambar. "Udang yang Mommy gambar sangat bagus, ajari Nana, Mommy," ucap Zana tiba-tiba, menatap kagum pada hasil gambaran Kina. Kina menoleh pada Zana, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala. Dia menyimpan perasaan gundah dalam hati, memilih fokus menggambar dengan Zana. Siapapun ibu kandung Zana, Kina tak peduli. Yang dia tahu hanya satu, anak ini selalu bersamanya sejak kecil dan Zana juga teman terbaiknya. Dia akan tetap menyayangi anak ini meskipun nanti terungkap jika Zana bukan anak Sheila dan ternyata anak Nathalia, sebab Zana … sebuah vitamin bagi Kina. "Perhatikan yah, Nana. Pertama, kamu harus buat huruf C, kalau udangnya mau hadap kira maka Nana ha
'Zayyan kiNa.' Sudah tiga hari berlalu, tetapi Kina terus memikirkan nama Zana. Zayyan menulis di sebuah kertas, Zana artinya Zayyan Kina. Namun, Kina merasa Zayyan terkesan memaksa. Menurutnya Zayyan Nathalia lebih cocok dibandingkan Zayyan Kina. 'Sebenarnya aku takut tambah kepedean jika Mas Zayyan memang sejak dulu menyukaiku. Nanti kenyataannya malah menyiksa, ternyata Mas Zayyan hanya sedang mempermainkanku. Sama seperti dia mempermainkan Kak Sheila.' batin Zana, mengaduk-aduk jus di depannya. Kina sedang di cafe, bertemu dengan sahabat lama yang bisa dikatakan lost kontak setelah mereka menyelesaikan pendidikan. Dia adalah orang yang sama dengan yang Kina kunjungi di rumah sakit. "E'eleh." Pemuda tampan yang duduk di depan Kina tersebut mendengus sinis, memperhatikan raut muka Kina yang terlihat muram. "Kayak punya beban hidup saja," ejeknya. Kina memutar bola mata jengah. "Emang ada beban hidup, Zodiak! Pengangguran nih, Boss," ketus Kina dengan nada nyolot. "Aelah,
Saat ini Kina berada di depan sekolah Taman Kanak-kanak putrinya. Kina begitu panik karena Zana sudah ada yang menjemput. Sehabis bertemu dengan Bintang, Kina memang pulang ke rumah karena Zana pulang masih satu jam lagi. Sedangkan Zayyan, setelah muncul tiba-tiba di sana, dia langsung pergi. Pria itu balik ke kantor. Sekarang Kina mencoba menghubungi Zayyan, ingin memberitahu jika Zana dibawa pulang oleh salah satu sepupu suaminya. Entah itu siapa! Guru tidak bersedia memberitahu. "Mas Zayyan tidak bisa dihubungi lagi. Bagaimana ini?" monolog Kina, begitu cemas karena tidak tahu harus mencari putrinya kemana. Hingga tiba-tiba Kina mengingat mertuanya. Kina segera menghubungi, berharap jika Zana ada di sana. Mungkin sepupu suaminya tersebut membawa Zana ke sana. Mungkin juga sepupu suaminya yang dimaksud oleh guru tersebut adalah Maxim, dan Maxim memang dekat dengan Zana. ***Pada akhirnya Kina ke kediaman Azam yang lama, ternyata sepupu suaminya yang lain lah yang menjemput Zana
"JANGAN MEMANGGILKU MOMMY!" teriak Kina kelepasan. Dia kasihan dengan Zana tetapi Kina muak dengan semua yang terjadi padanya. Coba saja tadi Kina tak menemukan Zana, pasti dia akan dalam masalah besar. "ANGIE!" Bentak Zayyan dari tempatnya, buru-buru pulang karena melihat banyak panggilan tak terjawab dari sang istri. Ada rapat penting dan Zayyan meninggalkan ponsel di ruangannya. Zayyan langsung membawa Zana dalam gendongannya. "Ada apalagi denganmu?!" dinginnya, setelah itu segera pergi untuk menenangkan putrinya. Kina menatap kepergian Zayyan dan Zana, dia mengedikkan pukdak–ingin terlihat tak peduli dengan semua yang terjadi, tetapi air matanya kembali jatuh. See? Zayyan hanya memperhatikan putrinya. Sikap Zayyan barusan telah menjelaskan semuanya, Kina hanya sebatas pengasuh. Tidak lebih! Baru beberapa menit duduk di sofa, Zayyan tiba-tiba datang dan dengan kasar menarik Kina untuk ikut dengannya. "Ikut denganku," dingin Zayyan, menarik pergelangan tangan Kina secara kuat.
"Kak Ziea," panggil Kina pelan, menatap ke arah Ziea dengan penuh harap. Kina menguping pembicaraan Kakak iparnya dengan Zayyan, tak banyak yang Kina bisa dengar. Tetapi Kina mendengar mereka menyebut jika Kina masih punya harapan untuk sembuh. "Iya, Kin?" Ziea menoleh ke arah Kina. Dia dan suaminya datang ke tempat ini untuk sekedar berkunjung, melihat kondisi Zayyan maupun Kina. Sekaligus mempertemukan putrinya dengan Zana. "Aku ingin bertanya pada Kakak." Kina mendekat ke arah Ziea yang sedang mengupas buah, "kakak pasti tahu, aku punya penyakit apa?" tanya Kina kemudian, menatap Ziea semakin penuh harap. Dia yakin, Ziea tahu apa penyakitnya karena Ziea dekat dengan Zayyan dan Ziea juga selalu mengurus masalah Zayyan. Ziea mendadak gugup, tersenyum kaku sembari menatap kaget pada Kina. Dia terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Aku … mendengar Kak Reigha membahas penyakit ku pada Mas Zayyan. Aku yakin Kak Ziea juga tahu …." Nada bicara Kina bergetar. "Mungkin, hanya aku yang
Kina hanya merasa jika dia pernah memakai seragam high school tetapi dia tidak ingat satupun siapa temannya, bagaimana pengalamannya dan seperti apa masa sekolah menengah ke atas."Aku tidak ingat?" Kina mengambil posisi duduk, baru sadar dan merasa aneh dengan dirinya yang lupa pada masa tersebut. Sejujurnya ada kilasan seperti dirinya tinggal dengan neneknya, dia ke kantin dengan temannya dan dia sering terlambat ke sekolah. Namun, ingatan tersebut membuat Kina merasa bingung–benarkah Kina pernah melakukan itu atau … itu hanya sekedar delusi yang Kina ciptakan di kepalanya sendiri? ***Karena kejadian kemarin, Kina lebih banyak diam. Dia tidak mengobrol dengan Zayyan dan memilih mengurung diri dalam kamar. Yang Kina sesali adalah satu, kenapa dia baru sadar jika banyak ingatan yang hilang dari memorinya. Seperti masa high school, kenapa Zayyan dan Sheila dulu bisa berteman, atau seperti apa pernikahan awal Sheila dan Zayyan dulu? Kina baru sadar jika dia tak mengingat itu. "Apa ak
Kina membuka pintu kamar misterius tersebut, sudah lama Kina penasaran dengan isi kamar tersebut. Namun, baru saat ini Kina punya keberanian untuk masuk kedalam. Kebetulan maid tak ada di lantai ini, mereka semua sibuk di lantai bawah. Begitu juga dengan bodyguard. Zayyan masih di kantor dan Zana sudah ke sekolah. Ceklek' Jantung Kina berdebar kencang kala berhasil membuka pintu tersebut. Anehnya, meskipun semua orang dilarang masuk ke kamar ini akan tetapi pintu tak dikunci. Mungkin karena seorang maid membersihkan ruangan ini akan tetapi lupa menguncinya. Kina masuk dengan langkah gugup, mengunci kamar dari dalam supaya tak ada yang tahu jika dia memasuki kamar terlarang ini. Kina menyalakan lampu, kemudian menatap penjuru kamar yang tak begitu luas tersebut. Kamar Sheila di rumah mereka jauh lebih luas dibandingkan kamar ini. Bukan ingin mengatakan Zayyan suami jahat, tetapi bagaimana bisa Sheila bertahan hidup di kamar ini? Sheila terbiasa dimanjakan bak princess, kamar luas