Saat ini Kina berada di depan sekolah Taman Kanak-kanak putrinya. Kina begitu panik karena Zana sudah ada yang menjemput. Sehabis bertemu dengan Bintang, Kina memang pulang ke rumah karena Zana pulang masih satu jam lagi. Sedangkan Zayyan, setelah muncul tiba-tiba di sana, dia langsung pergi. Pria itu balik ke kantor. Sekarang Kina mencoba menghubungi Zayyan, ingin memberitahu jika Zana dibawa pulang oleh salah satu sepupu suaminya. Entah itu siapa! Guru tidak bersedia memberitahu. "Mas Zayyan tidak bisa dihubungi lagi. Bagaimana ini?" monolog Kina, begitu cemas karena tidak tahu harus mencari putrinya kemana. Hingga tiba-tiba Kina mengingat mertuanya. Kina segera menghubungi, berharap jika Zana ada di sana. Mungkin sepupu suaminya tersebut membawa Zana ke sana. Mungkin juga sepupu suaminya yang dimaksud oleh guru tersebut adalah Maxim, dan Maxim memang dekat dengan Zana. ***Pada akhirnya Kina ke kediaman Azam yang lama, ternyata sepupu suaminya yang lain lah yang menjemput Zana
"JANGAN MEMANGGILKU MOMMY!" teriak Kina kelepasan. Dia kasihan dengan Zana tetapi Kina muak dengan semua yang terjadi padanya. Coba saja tadi Kina tak menemukan Zana, pasti dia akan dalam masalah besar. "ANGIE!" Bentak Zayyan dari tempatnya, buru-buru pulang karena melihat banyak panggilan tak terjawab dari sang istri. Ada rapat penting dan Zayyan meninggalkan ponsel di ruangannya. Zayyan langsung membawa Zana dalam gendongannya. "Ada apalagi denganmu?!" dinginnya, setelah itu segera pergi untuk menenangkan putrinya. Kina menatap kepergian Zayyan dan Zana, dia mengedikkan pukdak–ingin terlihat tak peduli dengan semua yang terjadi, tetapi air matanya kembali jatuh. See? Zayyan hanya memperhatikan putrinya. Sikap Zayyan barusan telah menjelaskan semuanya, Kina hanya sebatas pengasuh. Tidak lebih! Baru beberapa menit duduk di sofa, Zayyan tiba-tiba datang dan dengan kasar menarik Kina untuk ikut dengannya. "Ikut denganku," dingin Zayyan, menarik pergelangan tangan Kina secara kuat.
"Kak Ziea," panggil Kina pelan, menatap ke arah Ziea dengan penuh harap. Kina menguping pembicaraan Kakak iparnya dengan Zayyan, tak banyak yang Kina bisa dengar. Tetapi Kina mendengar mereka menyebut jika Kina masih punya harapan untuk sembuh. "Iya, Kin?" Ziea menoleh ke arah Kina. Dia dan suaminya datang ke tempat ini untuk sekedar berkunjung, melihat kondisi Zayyan maupun Kina. Sekaligus mempertemukan putrinya dengan Zana. "Aku ingin bertanya pada Kakak." Kina mendekat ke arah Ziea yang sedang mengupas buah, "kakak pasti tahu, aku punya penyakit apa?" tanya Kina kemudian, menatap Ziea semakin penuh harap. Dia yakin, Ziea tahu apa penyakitnya karena Ziea dekat dengan Zayyan dan Ziea juga selalu mengurus masalah Zayyan. Ziea mendadak gugup, tersenyum kaku sembari menatap kaget pada Kina. Dia terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Aku … mendengar Kak Reigha membahas penyakit ku pada Mas Zayyan. Aku yakin Kak Ziea juga tahu …." Nada bicara Kina bergetar. "Mungkin, hanya aku yang
Kina hanya merasa jika dia pernah memakai seragam high school tetapi dia tidak ingat satupun siapa temannya, bagaimana pengalamannya dan seperti apa masa sekolah menengah ke atas."Aku tidak ingat?" Kina mengambil posisi duduk, baru sadar dan merasa aneh dengan dirinya yang lupa pada masa tersebut. Sejujurnya ada kilasan seperti dirinya tinggal dengan neneknya, dia ke kantin dengan temannya dan dia sering terlambat ke sekolah. Namun, ingatan tersebut membuat Kina merasa bingung–benarkah Kina pernah melakukan itu atau … itu hanya sekedar delusi yang Kina ciptakan di kepalanya sendiri? ***Karena kejadian kemarin, Kina lebih banyak diam. Dia tidak mengobrol dengan Zayyan dan memilih mengurung diri dalam kamar. Yang Kina sesali adalah satu, kenapa dia baru sadar jika banyak ingatan yang hilang dari memorinya. Seperti masa high school, kenapa Zayyan dan Sheila dulu bisa berteman, atau seperti apa pernikahan awal Sheila dan Zayyan dulu? Kina baru sadar jika dia tak mengingat itu. "Apa ak
Kina membuka pintu kamar misterius tersebut, sudah lama Kina penasaran dengan isi kamar tersebut. Namun, baru saat ini Kina punya keberanian untuk masuk kedalam. Kebetulan maid tak ada di lantai ini, mereka semua sibuk di lantai bawah. Begitu juga dengan bodyguard. Zayyan masih di kantor dan Zana sudah ke sekolah. Ceklek' Jantung Kina berdebar kencang kala berhasil membuka pintu tersebut. Anehnya, meskipun semua orang dilarang masuk ke kamar ini akan tetapi pintu tak dikunci. Mungkin karena seorang maid membersihkan ruangan ini akan tetapi lupa menguncinya. Kina masuk dengan langkah gugup, mengunci kamar dari dalam supaya tak ada yang tahu jika dia memasuki kamar terlarang ini. Kina menyalakan lampu, kemudian menatap penjuru kamar yang tak begitu luas tersebut. Kamar Sheila di rumah mereka jauh lebih luas dibandingkan kamar ini. Bukan ingin mengatakan Zayyan suami jahat, tetapi bagaimana bisa Sheila bertahan hidup di kamar ini? Sheila terbiasa dimanjakan bak princess, kamar luas
Hingga Kina mendadak ingat jika sang kakak sangat suka menulis diary. Kakaknya punya kebiasaan mencurahkan hati lewat sebuah buku harian. Jangan-jangan Sheila memiliki buku harian dan isinya tentang kekejaman Zayyan. Sedangkan Zayyan, dia tidak tahu buku itu disimpan di mana oleh Sheila sehingga dia melarang siapapun masuk ke dalam kamar ini. "Masuk diakal," gumam Kina, seketika dengan semangat mencari buku tersebut. Dia membongkar semua yang ada di sana. Kamar yang rapi tersebut kini seperti kapal pecah, akan tetapi Kina masih belum menemukan buku tersebut. Mata Kina menatap ke arah boneka pemberiannya. "Kenapa hanya ada boneka ini?" tanyanya entah pada siapapun, meraih boneka tersebut lalu mengamatinya secara lekat. "Ini boneka pemberianku. Apa karena boneka ini dariku makanya Mas Zayyan tidak membuangnya? Tapi-- ada yang aneh dengan boneka ini." Kina memicingkan mata, merasa aneh karena boneka beruang tersebut menggunakan baju. Seingatnya boneka ini tak memakai baju. Atau … S
Di halaman berikutnya, Kina membaca rencana busuk Sheila. Kina tersenyum tipis, tatapan kosong dengan mata berkaca-kaca. Sejenak terdiam lalu dia terkekeh sendiri, menggelengkan kepala sembari buru-buru menyekat bulir kristal yang sempat jatuh. Dia sangat tak menyangka jika kakak yang dia bangga-banggakan ke semua orang, kakak yang dia sangat sayangi dan lindungi, ternyata sangat jahat. Jahat sekali! Dalam halaman tersebut, Sheila mengungkap dirinya yang nekat menjebak Zayyan. Dia menaruh sebuah obat terlarang pada minuman yang akan dia suruh orang memberinya pada Zayyan. 'Aku memberi obat ke minuman Zayyan dan berharap setelah itu aku akan berakhir di ranjang bersamanya, tanpa busana dan merasakan nikmatnya surga duniawi. Harapanku semakin dekat, Zayyan lengah dan dengan gampang meminum minuman itu tanpa curiga. Tapi … kenapa si anak bodoh itu muncul?!' Ungkapan Sheila dalam bentuk tulisan. Anak bodoh yang ia maksud adalah Kina. Dijelaskan di sana Kina datang untuk mengantar
Bukan hanya jahat, tetapi Sheila juga keji dan playing victim. Dia salah tetapi bisa membalikkan fakta sehingga Kina yang terlihat salah. Benarkah dia kakak yang Kina sayangi? Merasa sedikit lebih baik, Kina membaca kembali diary tersebut. Setelah kejadian itu Sheila menuliskan jika dia terus menekan Kina. Dia menyuruh Kina meminum pil, sering memakan nanas dan suka mendesak Kina supaya keluar untuk melakukan aktivitas lebih padat. Sheila sengaja supaya Kina tidak hamil, ia tidak rela Kina mengandung anak dari pria yang dia sukai. Sheila juga berpikir Zayyan tak tahu atau tak sadar setelah melecehkan Kina, setelah kejadian itu Zayyan tak pernah muncul. Mengabari pun tidak. Hingga suatu hari Zayyan dan keluarganya datang. Sheila sangat gugup karena dia tahu Zayyan datang untuk melamar Kina. Dan ternyata itu benar. Sedangkan Kina, melihat keluarga Zayyan datang, dia kabur dari halaman belakang. Perasaan takut menyelimuti dirinya, takut dicemooh oleh semua orang. Dia hanya gadis p
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali