Satu minggu berlalu setelah Nathalia dan si nomor misterius mengirim pesan pada Kina. Awalnya Kina senang tetapi sekarang dia mulai ragu. Nathalia terus mengirim foto kebersamaan dirinya dengan Zayyan, dan keduanya begitu romantis. Kina risau.Bagiamana jika yang mengirim pesan kemarin bukan Zayyan? Bagiamana jika benar Nathalia dan Zayyan memang berselingkuh? Sialnya, Kina ingin ragu, ingin marah dan ingin membenci Zayyan, tetapi Kina tak bisa. Zayyan adalah orang yang menyehatkan dirinya dari sebuah keadaan hina. Yah, penderita gangguan jiwa memanglah hina dimata orang lain, dan Zayyan berhasil menyembuhkannya dari sana. Zayyan tak meninggalkannya saat itu, bahkan sabar menunggu selama lima tahun untuk bisa kembali mendapatkannya. Lalu bagiamana Kina ingin ragu? Bagaimana Kina ingin marah? Bagaimana caranya Kina membencinya? Cinta dan pengorbanan Zayyan terlalu besar, Kina akui dia tak dapat mengimbangi cinta Zayyan dan bahkan dia merasa berhutang budi pada suaminya yang telah memp
"Zayyan, aku sudah kotor." Air mata Nathalia jatuh, wajahnya pucat dan bibirnya membiru. Pandangannya hanya tertuju pada Zayyan, pria yang datang padanya untuk menyelamatkannya. "Aku sudah datang. Ikutlah denganku," ucap Zayyan pelan dan lembut, mendapat anggukan dari Nathalia. "Tetapi agk-aku sudah sangat kotor. Mereka mengira aku istrimu da--dan mereka ... hiks ... aku menjijikkan." Natahlia terisak pilu, langsung berjongkok di tanah. Pesta itu-- pesta yang ia pamerkan pada Kina, ternyata boomerang untuknya. Itu sebuah pesta dunia gelap, tempat berkumpulnya pada pemimpin mafia yang kejam dan haus kedudukan. Zayyan mengajaknya ke sana, tentu dia senang karena merasa dia sangat spesial. Reigha, Jabier dan Samantha juga ikut.Pesta topeng itu begitu megah, dan Nathalia sangat senang di sana. Semua orang menghormatinya karena mengira dia adalah belahan jiwa sang King of the darkness-Tuan LavRoy. Namun, ketika dipertengahan pesta, tiba-tiba penjahat mengepung tempat itu. Ada musuh. Za
"Argkkkk …." Jeritan Nathalia panjang dan begitu pilu. Pria itu tak terusik sama sekali, dia malah tertawa mendengar suara pilu tersebut. Bagi Zayyan, itu adalah nyanyian yang merdu. "Za--Zayyan, ada apa dengan ka-kamu? Hiks … agk-aku Nathalia," ucap Nathalia sudah payah, tak berani membuka mulut lebar karena pisau yang masih menancap di sana. "Ini adalah tanggung jawabku." Zayyan terkekeh lucu. Melihat raut muka ketakutan Nathalia, Zayyan merasa terhibur, "tanggung jawabku untuk mengantarmu pulang sampai tujuan." "Zayyan … a-aku salah ap-- argkkk!""Tujuanmu mati." Zayyan menginjak jemari Nathalia dengan kuat, perempuan itu menjerit dan Zayyan semakin suka melakukannya. "Sa-sakitttt!" "Nathalia, kau temanku. Seharusnya kau mengenaliku." Zayyan menjauh dari Nathali, kembali berjalan ke pinggir jurang dan menoleh ke bawah. "Za--Zayyan … aku salah apa? A-aku … salah apa?" Natahlia terus mengulang kalimatnya
Hari ini tepat dua bulan Kina berpisah dengan suaminya. Perut Kina mulai besar, kehamilannya sudah terlihat. Namun, karena tubuhnya yang kecil kadang-kadang Kina masih bisa menyembunyikan perutnya dengan mengenakan pakaian oversize. Kina sebenarnya tak malu, bahkan dia senang dengan kehamilannya. Ini bentuk cintanya dengan Zayyan. Namun, wajah Kina tak mendukung. Orang-orang sering mengira dirinya masih golongan remaja, sehingga mereka punya pikiran negatif pada Kina. Terlebih Kina kemana-mana tak didampingi oleh suaminya, orang-orang semakin mengira yang bukan-bukan pada kandungannya. Oleh sebab itu, Kina memilih menyembunyikan perutnya dengan mengenakan baju oversize–ketika Kina keluar rumah. Jika di rumah neneknya, Kina bebas. "Kamu jadi ojek online di sini?" tanya Kina pada Bintang, sahabatnya yang ternyata juga terkena dampak Azam. Yah, Kina menyebut situasi ini sebagai dampak Azam. Bintang juga ternyata diasingkan oleh kakaknya, dia dipindahkan ke kota ini dan sama seperti K
"Kerjaan apa?" "Tapi sebelumnya karena aku haus, kamu beli dulu gih minuman. Sama gunting yah. Cepat," perintah Kina, mendapat tatapan bingung dari Bintang. Tetapi pria itu tetap menurut. Dia segera menghampiri sepeda motornya lalu beranjak dari sana untuk mencari minuman dan gunting. Tak lama Bintang kembali, menyerahkan minuman botol pada Kina. Sedangkan Kina dia langsung minum, masih di pinggir jalan. Sejak tadi mereka memang di sana. "Sekarang kamu duduk." Kina memerintah. Lagi-lagi Bintang yang bingung, menurut saat Kina menyuruhnya duduk di sana. Dia tidak masalah karena … sejak tadi mereka sudah duduk di sini. Nge-gembel bersama! Hobi keduanya. Kina sibuk memotong botol minuman yang terbuat dari plastik. Setelah terbagi dua, bagian yang sudah mirip gelas plastik tersebut ia letakkan ke tangan Bintang. Kina mengeluarkan dompet lelah mengisi gelas plastik di tangan Bintang tersebut dengan selembar uang dua ribu. "Hehehe …." Kina cengengesan pada Bintang kemudian secara beran
Zana mendongak sepenuhnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca dan bibir yang sudah melengkung ke bawah. "Kemari, Kenna," ucap sosok di depannya. "Daddy …." Zana memekik, langsung berlari ke arah sang Daddy yang sudah berjongkok di depannya–merentangkan tangan untuk memeluk tubuhnya. Zayyan tersenyum lebih indah dari yang sebelumnya ketika putrinya sudah berada dalam pelukannya. Perasaan hangat dan rindu menyatu dalam hatinya. Sembari mengusap punggung Zana, Zayyan beberapa kali mengecup pucuk kepala putrinya. Zayyan telah menyelesaikan tugasnya, hanya bertiga dengan kakaknya dan Jabier. Padahal jika mereka mau menolong, mungkin pekerjaan ini akan lebih cepat selesai. Tetapi-- seperti biasa, kakak-kakaknya yang lain hanya peduli tentang keselamatan keluarga sendiri. Mereka menyerahkan semua tanggung jawab pada Reigha. Sedangkan Zayyan, tak mungkin dia membiarkan kakaknya berjuang sendiri. Chris sudah tertangkap, pria itu sudah mati–terbunuh saat pertarungan. Zayyan yang melenyapka
Tuk' Buah itu jatuh dari mulut Kina, terkejut sangat melihat sosok pria yang menggendong putrinya. Kina tak bisa berkata-kata dan tubuhnya membeku–dengan jantung yang berdebar kencang dan panas dingin yang telah menyelimuti diri. Zayyan juga terdiam, reflek menurunkan Zana dari gendongannya. Dia tetap diam, terpana oleh penampilan Kina yang sedang memakai kebaya merah maroon. Sangat cantik! "Neng, sudah selesai." Kina terkejut lalu buru-buru membayar rujaknya. Setelah itu dia tetap berdiri kikuk di depan pria yang sangat ia rindukan ini. Padahal selama ini, Kina selalu menghayal jika semisal suaminya pulang dia akan langsung berhambur ke pelukan Zayyan. Atau … melakukan adegan romantis seperti di film India yang pernah Kina tonton, berlari-lari di taman bunga bersama suaminya. Fakta dan kenyataannya … bahkan untuk bergerak mendekati suaminya pun--saat ini-- Kina tak berani. Dia gugup, kikuk dan benar-benar grogi. "Mommy kenapa diam? Daddy juga," celetuk Zana, menatap
"Aku mencintaimu," ucap Kina dengan cepat, mengepalkan tangan untuk melawan ketakutan di dirinya. Kina takut, karena semua berawal dari rasa cinta. Kehancurannya-- semua kejahatan Sheila dan penderitaan Kina terjadi karena cinta. Kina takut oleh hal itu, dia berusaha menghindari hal-hal seperti itu. Setiap kali Zayyan mengatakan cinta padanya, sejujurnya Kina takut. Dan setiap kali Zayyan menuntutnya untuk membalas perasaan pria ini, Kina jauh lebih takut. Namun, Kina mengabaikan semua rasa itu panik berlebihan itu. Kenyataannya … kehilangan dan berpisah dengan Zayyan dua bulan ini, jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Kina tak peduli lagi! Perpisahan dua bulan ini membuat Kina berubah pemahaman tentang cinta. Sebelumnya dia takut mengutarakan isi hatinya karena masalah yang menimpanya. Tetapi sekarang, selagi suaminya di sisinya Kina akan terus mengatakan cinta pada Zayyan. Zayyan menaikkan kedua alis, sangat kaget saat Kina mengatakan cinta padanya. Jantung Zayyan berdebar ken
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali