"Argkkkk …." Jeritan Nathalia panjang dan begitu pilu. Pria itu tak terusik sama sekali, dia malah tertawa mendengar suara pilu tersebut.
Bagi Zayyan, itu adalah nyanyian yang merdu."Za--Zayyan, ada apa dengan ka-kamu? Hiks … agk-aku Nathalia," ucap Nathalia sudah payah, tak berani membuka mulut lebar karena pisau yang masih menancap di sana."Ini adalah tanggung jawabku." Zayyan terkekeh lucu. Melihat raut muka ketakutan Nathalia, Zayyan merasa terhibur, "tanggung jawabku untuk mengantarmu pulang sampai tujuan.""Zayyan … a-aku salah ap-- argkkk!""Tujuanmu mati." Zayyan menginjak jemari Nathalia dengan kuat, perempuan itu menjerit dan Zayyan semakin suka melakukannya."Sa-sakitttt!""Nathalia, kau temanku. Seharusnya kau mengenaliku." Zayyan menjauh dari Nathali, kembali berjalan ke pinggir jurang dan menoleh ke bawah."Za--Zayyan … aku salah apa? A-aku … salah apa?" Natahlia terus mengulang kalimatnyaHari ini tepat dua bulan Kina berpisah dengan suaminya. Perut Kina mulai besar, kehamilannya sudah terlihat. Namun, karena tubuhnya yang kecil kadang-kadang Kina masih bisa menyembunyikan perutnya dengan mengenakan pakaian oversize. Kina sebenarnya tak malu, bahkan dia senang dengan kehamilannya. Ini bentuk cintanya dengan Zayyan. Namun, wajah Kina tak mendukung. Orang-orang sering mengira dirinya masih golongan remaja, sehingga mereka punya pikiran negatif pada Kina. Terlebih Kina kemana-mana tak didampingi oleh suaminya, orang-orang semakin mengira yang bukan-bukan pada kandungannya. Oleh sebab itu, Kina memilih menyembunyikan perutnya dengan mengenakan baju oversize–ketika Kina keluar rumah. Jika di rumah neneknya, Kina bebas. "Kamu jadi ojek online di sini?" tanya Kina pada Bintang, sahabatnya yang ternyata juga terkena dampak Azam. Yah, Kina menyebut situasi ini sebagai dampak Azam. Bintang juga ternyata diasingkan oleh kakaknya, dia dipindahkan ke kota ini dan sama seperti K
"Kerjaan apa?" "Tapi sebelumnya karena aku haus, kamu beli dulu gih minuman. Sama gunting yah. Cepat," perintah Kina, mendapat tatapan bingung dari Bintang. Tetapi pria itu tetap menurut. Dia segera menghampiri sepeda motornya lalu beranjak dari sana untuk mencari minuman dan gunting. Tak lama Bintang kembali, menyerahkan minuman botol pada Kina. Sedangkan Kina dia langsung minum, masih di pinggir jalan. Sejak tadi mereka memang di sana. "Sekarang kamu duduk." Kina memerintah. Lagi-lagi Bintang yang bingung, menurut saat Kina menyuruhnya duduk di sana. Dia tidak masalah karena … sejak tadi mereka sudah duduk di sini. Nge-gembel bersama! Hobi keduanya. Kina sibuk memotong botol minuman yang terbuat dari plastik. Setelah terbagi dua, bagian yang sudah mirip gelas plastik tersebut ia letakkan ke tangan Bintang. Kina mengeluarkan dompet lelah mengisi gelas plastik di tangan Bintang tersebut dengan selembar uang dua ribu. "Hehehe …." Kina cengengesan pada Bintang kemudian secara beran
Zana mendongak sepenuhnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca dan bibir yang sudah melengkung ke bawah. "Kemari, Kenna," ucap sosok di depannya. "Daddy …." Zana memekik, langsung berlari ke arah sang Daddy yang sudah berjongkok di depannya–merentangkan tangan untuk memeluk tubuhnya. Zayyan tersenyum lebih indah dari yang sebelumnya ketika putrinya sudah berada dalam pelukannya. Perasaan hangat dan rindu menyatu dalam hatinya. Sembari mengusap punggung Zana, Zayyan beberapa kali mengecup pucuk kepala putrinya. Zayyan telah menyelesaikan tugasnya, hanya bertiga dengan kakaknya dan Jabier. Padahal jika mereka mau menolong, mungkin pekerjaan ini akan lebih cepat selesai. Tetapi-- seperti biasa, kakak-kakaknya yang lain hanya peduli tentang keselamatan keluarga sendiri. Mereka menyerahkan semua tanggung jawab pada Reigha. Sedangkan Zayyan, tak mungkin dia membiarkan kakaknya berjuang sendiri. Chris sudah tertangkap, pria itu sudah mati–terbunuh saat pertarungan. Zayyan yang melenyapka
Tuk' Buah itu jatuh dari mulut Kina, terkejut sangat melihat sosok pria yang menggendong putrinya. Kina tak bisa berkata-kata dan tubuhnya membeku–dengan jantung yang berdebar kencang dan panas dingin yang telah menyelimuti diri. Zayyan juga terdiam, reflek menurunkan Zana dari gendongannya. Dia tetap diam, terpana oleh penampilan Kina yang sedang memakai kebaya merah maroon. Sangat cantik! "Neng, sudah selesai." Kina terkejut lalu buru-buru membayar rujaknya. Setelah itu dia tetap berdiri kikuk di depan pria yang sangat ia rindukan ini. Padahal selama ini, Kina selalu menghayal jika semisal suaminya pulang dia akan langsung berhambur ke pelukan Zayyan. Atau … melakukan adegan romantis seperti di film India yang pernah Kina tonton, berlari-lari di taman bunga bersama suaminya. Fakta dan kenyataannya … bahkan untuk bergerak mendekati suaminya pun--saat ini-- Kina tak berani. Dia gugup, kikuk dan benar-benar grogi. "Mommy kenapa diam? Daddy juga," celetuk Zana, menatap
"Aku mencintaimu," ucap Kina dengan cepat, mengepalkan tangan untuk melawan ketakutan di dirinya. Kina takut, karena semua berawal dari rasa cinta. Kehancurannya-- semua kejahatan Sheila dan penderitaan Kina terjadi karena cinta. Kina takut oleh hal itu, dia berusaha menghindari hal-hal seperti itu. Setiap kali Zayyan mengatakan cinta padanya, sejujurnya Kina takut. Dan setiap kali Zayyan menuntutnya untuk membalas perasaan pria ini, Kina jauh lebih takut. Namun, Kina mengabaikan semua rasa itu panik berlebihan itu. Kenyataannya … kehilangan dan berpisah dengan Zayyan dua bulan ini, jauh lebih menakutkan dan mengerikan. Kina tak peduli lagi! Perpisahan dua bulan ini membuat Kina berubah pemahaman tentang cinta. Sebelumnya dia takut mengutarakan isi hatinya karena masalah yang menimpanya. Tetapi sekarang, selagi suaminya di sisinya Kina akan terus mengatakan cinta pada Zayyan. Zayyan menaikkan kedua alis, sangat kaget saat Kina mengatakan cinta padanya. Jantung Zayyan berdebar ken
"Ini kopinya buat siapa yah?" gumam Kina yang sedang mengaduk secangkir kopi. Tadi dia kabur dari kamar karena salah tingkah, di mana dia spontan mengatakan akan membuatkan kopi untuk Zayyan. Tetapi sekarang setelah kopi ia buat, Kina bingung akan memberinya pada siapa. Zayyan? Jelas Kina sadar suaminya tak meminta kopi. "Mommy …." Kina tergelonjak kaget lalu reflek menoleh ke arah sebelah, di mana putrinya yang masih mengenakan pakaian adat berdiri dengan senyum lebar pada Kina. "Hais, kenapa bajunya tak diganti, Nana?" Kina setengah mengomel pada putrinya. "Nana kan sudah bilang kalau Nana suka baju ini dan Nana akan memakainya sampai besok." Kina memijit pangkalan hidung, menatap lelah ke arah putrinya yang nakal dan keras kepala. Rasanya Kina ingin berteriak 'kamu ini anak siapa sih?' tetapi Kina tahu betul kalau ini anaknya dan kelakuan Zana sama persis dengannya. "Yaudalah, semerdeka kamu saja, Na," ucap Kina, memilih kembali mengaduk kopi. "Jangan minum kopi, Mommy Saya
"Nyonya tak apa-apa?" tanya Samantha, di mana saat ini Kina dan dirinya sedang mengobrol berdua di teras halaman belakang rumah. Semua orang mungkin sedang istirahat, lelah dari perjalanan panjang. Kina sendiri, setelah membuat kopi untuk Zayyan--tadi, dia memilih duduk di sini. Lalu tak lama Samantha datang. "Aku baik-baik saja, Kak," jawab Kina dengan nada lembut, tak lupa senyuman tipis supaya Samantha yakin dirinya baik-baik saja. "Selama di Italia, aku selalu memikirkan Nyonya. Aku sangat mengkhawatirkan Nyonya. Dan ternyata Nyonya baik-baik saja, kekhawatiran ku tak berlandas," ucap Samantha, menatap Kina begitu teduh dan lembut. Dia sangat tulus menyayangi nyonya-nya, dia memiliki kenakan buruk tentang seorang adik. Lalu Kina hadir menyembuhkan rindunya. Baginya Kina bukan hanya sekedar pasien, tetapi lebih dari itu. "Selain rindu, aku tidak diganggu oleh apapun, Kak. Aku malah merasa sangat sehat selama di sini. Nenek menjagaku dengan baik, orang-orang di sini menghar
"Kina benar." Satiya mendukung menantunya. Jabier mengangguk pelan. Ada kesempatan jadi dia sikat saja. Lumayan! "Kapan kau ada waktu, Samantha?" Samantha menatap sangat gugup pada Jabier. Dalam perjanjian hubungan palsu mereka, lamaran tak termasuk. Lalu dia harus bagaimana? Jika dia menolak lamaran, siapa tahu ini bagian dari hubungan palsu mereka. Tetapi jika dia mengiyakan, bagiamana jika Jabier tak serius dengan semua ini lalu sebenarnya berharap Samantha menolak? Samantha sudah mencoba membaca pikiran pria ini, akan tetapi raut muka Jabier yang terlalu datar membuat Samantha tak bisa menebak apapun. Argkk! Ini yang Samantha benci dari pria-pria Azam, sangat sulit diprediksi. "Aku siap kapanpun, Tuan," jawab Samantha pada akhirnya. Persetan jika sebenarnya Jabier juga terjebak dengan tagihan lamaran dari auntynya. Dia terlalu lempeng, Samantha tak bisa menebak jalan pikirannya. Jadi jangan s