"Jangan salah paham, Kina. Samantha kekasihku, dia dan Zayyan tidak memiliki hubungan apa-apa selain pertemanan dan pekerjaan," ucap Jabier setelah memeluk pinggang Samantha secara tiba-tiba, di mana perempuan tersebut terlihat sudah membatu dan memerah pipinya. "O-oh, enggak salah paham kok, Pak." Kina menjawab kikuk. "Kakak saja," ucap Jabier kembali, isyarat supaya Kina memanggilnya kak. "Oh, iya, Kak." "Pernekalkan dirimu pada Ki …-"Jabier sebenarnya ingin menyuruh Samantha memperkenalkan diri secara langsung dan bisa dikatakan resmi pada Kina. Namun, sebelum ucapannya selesai, Kina tiba-tiba saja bangkit dari kursi lalu menautkan tangan pada Samantha. "Aku Kina Anggita, salam kenal, Kak," ucap Kina ramah, bersalaman dengan Samantha yang terlihat cukup kaget dengan tingkah Kina. Selama ini dia hanya memantau Kina dari kejauhan dan tak langsung. Ini kali pertama dia berkenalan langsung dengan Kina."Saya Samantha, Nyonya Kina. Saya do-- mak-maksduku ke-kekasih Tuan Jabier,"
"Kalau kamu memang ibu kandung Zana, kenapa Mas Zayyan tidak menikahimu dan malah menikahiku setelah Kakakku meninggal?" "Cih." Nathalia berdecis sinis, menatap semakin remeh pada Kina. Wanita gila ini berani menggertaknya? "Jelas kamu tahu alasannya, Kina Stupid. Kamu! Alasannya karena kamu pengasuh gratis yang telah Zayyan siapkan." "Itu benar!" Stefania–sepupu Zayyan tersebut menimpali. Dia adalah shipper Zayyan dan Nathalia, dia pendukung garis keras hubungan keduanya. Oleh sebab itu dia membenci Sheila dan juga Kina yang menurutnya adalah duri dalam hubungan Zayyan Nathalia. "Kamu itu hanya pengasuh Zana. Kak Zayyan sengaja membiarkan Zana diasuh sama kamu karena mungkin supaya kamu menanggung kesalahan kakak kamu yang sudah merebut Kak Zayyan dari Nathalia. Sedangkan saat itu, setelah melahirkan, Nathalia terpaksa ke luar negeri untuk mengejar karir. Dan kamu-- seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, kamu hanya pengasuh. Lagian foto itu nggak cukup buat ngebuktiin kalau Zana
Setelah di sana, barulah Zayyan memperlihatkan wajah marah yang sangat mengerikan. "Kau meninggalkan Zana dipusat perbelanjaan. KENAPA?!" marah Zayyan, berteriak murka di akhir kalimat karena tak habis pikir pada Kina yang tega meninggalkan Zana di tempat seperti itu. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Zana? Bagaimana jika ada yang berniat melukai Zana saat dia mencari Kina? Kina tersentak kaget, tetapi reflek menggelengkan kepala dengan raut muka panik bercampur ketakutan. "A--aku tidak meninggalkan Zana di pusat perbelanjaan. Bahkan kami …-"Zayyan memotong lagi–mencengkeram kuat pundak Kina. "Kau bosan mengasuh Zana?! Kau kerepotan?! Jika iya-- katakan secara langsung padaku supaya aku mencari pengasuh untuk membantumu menjaga Zana. Jangan malah sengaja meninggalkan Zana di pusat perbelanjaan. Itu tencanamu supaya Zana hilang, benar?!" Kina menggelengkan kepala, tanpa bisa ia tahan dan bendung air matanya jatuh melintasi pipi. Tudingan Zayyan begitu jahat. Iya, Kina akui beber
Kasur terasa bergerak, membuat Kina terbangun dari tidurnya–dia mengintip diam-diam pada Zayyan yang bangkit dari ranjang. Setelah kejadian itu, di mana Zayyan marah besar dan hampir memukul Zana, mereka bertiga tertidur di ranjang kecil Zana. Ada kehangatan yang menelusup dalam hati Kina, ada rasa salut maupun bangga pada sosok Zayyan. Saat pria ini begitu marah, bisa dikatakan kehilangan kontrol diri, tetapi Zayyan mampu menangkan mereka. Meskipun tempramental, tetapi bisahkah Kina sebut Zayyan seorang suami yang perfect. Tak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan Zayyan yang punya sifat tempramental. Namun, dibalik itu, dia mengagumkan. Dia bertanggung jawab dengan perbuatannya, dia mampu mengobati rasa takut Kina dan Zana pada saat yang bersamaan. Zayyan menenangkan dia dan Zana sekaligus. Bagaimana bisa seorang pria pemarah melakukan itu? Di sana lah letak perasaan takjub Kina. Dia takut pada Zayyan, dia panik melihat Zana menangis. Dia berpikir setelah mengatakan agar
"Zayyan!" Suara seruan dingin menggema dalam ruangan tersebut. Semua orang dalam ruangan itu semakin merasa mencekam, mendadak menunduk kala sosok yang baru datang tersebut berjalan mendekat. "Argkkk." Teriakan Nathalia masih menggema. Nyatanya, sosok itu telah datang tetapi Zayyan masih menarik rambutnya secara kuat. "Berhenti!" teriak Reigha, menghentikan adiknya yang sedang menganiaya seseorang. Zayyan mendengar, menoleh tajam pada Reigha–masih mencengkeram kuat rambut Nathalia. "Lepaskan tanganmu dari rambutnya," titah Reigha, berbicara dengan nada yang tenang akan tetapi terasa penuh peringatan dan adanya ancaman berbahaya. Zayyan berdecak marah. Dia membenci siapapun yang memanggil Reigha ke tempat ini. Dengan kesal dan sekuat tenaga, Zayyan melepas tangannya dari rambut Nathalia. Hal tersebut membuat Nathalia terhempas–kepalanya terbentur cukup kuat ke lantai. Zayyan sama sekali tak peduli, segera beranjak dari sana–melewati Reigha begitu saja, menatap lurus ke depan denga
"Semua makanan favoritku. Kau ingat?""Hah?" Kina mengerutkan kening, menatap makanan di atas meja–yang ia masak sendiri dengan tatapan bingung bercampur aneh. Ini semua makanan favorit Zayyan? Bagaimana bisa? "Ma-makanan favorit?" beo Kina, kini menatap Zayyan masih dengan pandangan heran. "Humm." Zayyan hanya berdehem, memilih tak memperpanjang karena tak ingin membuat Kina terbebani dengan pikiran sendiri. Sepertinya ini hanya kebetulan. "Hanya kebetulan," ucap Zayyan selanjutnya, tersenyum tipis pada Kina. Sedangkan Kina, dia membalas Zayyan dengan senyum kaku–dia gugup dan masih bingung dengan yang terjadi. Yah, mungkin hanya kebetulan dia memasak makanan favorit suaminya. Tetapi … benarkah hanya sekedar kebetulan?***Setelah makan malam bersama, Kina menggambar bersama dengan Zana–berupaya menghibur anak kecil tersebut supaya tidak sedih ataupun memikirkan hal tadi sore. Anak-anak memang mudah melupakan kesedihan dan cenderung cepat ceria seperti semula. Namun, percayalah, h
'Ah, sialan. Semua perempuan emang bodoh.' batin Kina, meletakkan tangan di dada, merasakan sesak dan nyeri dalam sana. 'Udah tahu sumber sakit hati, masih saja dikepoin. Dah lah, memang sudah benar aku cuma jadi pengasuh Zana. No cinta, no drama, no baper,' lanjutnya membatin, termenung sembari menggores pensil pada buku gambar. "Udang yang Mommy gambar sangat bagus, ajari Nana, Mommy," ucap Zana tiba-tiba, menatap kagum pada hasil gambaran Kina. Kina menoleh pada Zana, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala. Dia menyimpan perasaan gundah dalam hati, memilih fokus menggambar dengan Zana. Siapapun ibu kandung Zana, Kina tak peduli. Yang dia tahu hanya satu, anak ini selalu bersamanya sejak kecil dan Zana juga teman terbaiknya. Dia akan tetap menyayangi anak ini meskipun nanti terungkap jika Zana bukan anak Sheila dan ternyata anak Nathalia, sebab Zana … sebuah vitamin bagi Kina. "Perhatikan yah, Nana. Pertama, kamu harus buat huruf C, kalau udangnya mau hadap kira maka Nana ha
'Zayyan kiNa.' Sudah tiga hari berlalu, tetapi Kina terus memikirkan nama Zana. Zayyan menulis di sebuah kertas, Zana artinya Zayyan Kina. Namun, Kina merasa Zayyan terkesan memaksa. Menurutnya Zayyan Nathalia lebih cocok dibandingkan Zayyan Kina. 'Sebenarnya aku takut tambah kepedean jika Mas Zayyan memang sejak dulu menyukaiku. Nanti kenyataannya malah menyiksa, ternyata Mas Zayyan hanya sedang mempermainkanku. Sama seperti dia mempermainkan Kak Sheila.' batin Zana, mengaduk-aduk jus di depannya. Kina sedang di cafe, bertemu dengan sahabat lama yang bisa dikatakan lost kontak setelah mereka menyelesaikan pendidikan. Dia adalah orang yang sama dengan yang Kina kunjungi di rumah sakit. "E'eleh." Pemuda tampan yang duduk di depan Kina tersebut mendengus sinis, memperhatikan raut muka Kina yang terlihat muram. "Kayak punya beban hidup saja," ejeknya. Kina memutar bola mata jengah. "Emang ada beban hidup, Zodiak! Pengangguran nih, Boss," ketus Kina dengan nada nyolot. "Aelah,