Kasur terasa bergerak, membuat Kina terbangun dari tidurnya–dia mengintip diam-diam pada Zayyan yang bangkit dari ranjang. Setelah kejadian itu, di mana Zayyan marah besar dan hampir memukul Zana, mereka bertiga tertidur di ranjang kecil Zana. Ada kehangatan yang menelusup dalam hati Kina, ada rasa salut maupun bangga pada sosok Zayyan. Saat pria ini begitu marah, bisa dikatakan kehilangan kontrol diri, tetapi Zayyan mampu menangkan mereka. Meskipun tempramental, tetapi bisahkah Kina sebut Zayyan seorang suami yang perfect. Tak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan Zayyan yang punya sifat tempramental. Namun, dibalik itu, dia mengagumkan. Dia bertanggung jawab dengan perbuatannya, dia mampu mengobati rasa takut Kina dan Zana pada saat yang bersamaan. Zayyan menenangkan dia dan Zana sekaligus. Bagaimana bisa seorang pria pemarah melakukan itu? Di sana lah letak perasaan takjub Kina. Dia takut pada Zayyan, dia panik melihat Zana menangis. Dia berpikir setelah mengatakan agar
"Zayyan!" Suara seruan dingin menggema dalam ruangan tersebut. Semua orang dalam ruangan itu semakin merasa mencekam, mendadak menunduk kala sosok yang baru datang tersebut berjalan mendekat. "Argkkk." Teriakan Nathalia masih menggema. Nyatanya, sosok itu telah datang tetapi Zayyan masih menarik rambutnya secara kuat. "Berhenti!" teriak Reigha, menghentikan adiknya yang sedang menganiaya seseorang. Zayyan mendengar, menoleh tajam pada Reigha–masih mencengkeram kuat rambut Nathalia. "Lepaskan tanganmu dari rambutnya," titah Reigha, berbicara dengan nada yang tenang akan tetapi terasa penuh peringatan dan adanya ancaman berbahaya. Zayyan berdecak marah. Dia membenci siapapun yang memanggil Reigha ke tempat ini. Dengan kesal dan sekuat tenaga, Zayyan melepas tangannya dari rambut Nathalia. Hal tersebut membuat Nathalia terhempas–kepalanya terbentur cukup kuat ke lantai. Zayyan sama sekali tak peduli, segera beranjak dari sana–melewati Reigha begitu saja, menatap lurus ke depan denga
"Semua makanan favoritku. Kau ingat?""Hah?" Kina mengerutkan kening, menatap makanan di atas meja–yang ia masak sendiri dengan tatapan bingung bercampur aneh. Ini semua makanan favorit Zayyan? Bagaimana bisa? "Ma-makanan favorit?" beo Kina, kini menatap Zayyan masih dengan pandangan heran. "Humm." Zayyan hanya berdehem, memilih tak memperpanjang karena tak ingin membuat Kina terbebani dengan pikiran sendiri. Sepertinya ini hanya kebetulan. "Hanya kebetulan," ucap Zayyan selanjutnya, tersenyum tipis pada Kina. Sedangkan Kina, dia membalas Zayyan dengan senyum kaku–dia gugup dan masih bingung dengan yang terjadi. Yah, mungkin hanya kebetulan dia memasak makanan favorit suaminya. Tetapi … benarkah hanya sekedar kebetulan?***Setelah makan malam bersama, Kina menggambar bersama dengan Zana–berupaya menghibur anak kecil tersebut supaya tidak sedih ataupun memikirkan hal tadi sore. Anak-anak memang mudah melupakan kesedihan dan cenderung cepat ceria seperti semula. Namun, percayalah, h
'Ah, sialan. Semua perempuan emang bodoh.' batin Kina, meletakkan tangan di dada, merasakan sesak dan nyeri dalam sana. 'Udah tahu sumber sakit hati, masih saja dikepoin. Dah lah, memang sudah benar aku cuma jadi pengasuh Zana. No cinta, no drama, no baper,' lanjutnya membatin, termenung sembari menggores pensil pada buku gambar. "Udang yang Mommy gambar sangat bagus, ajari Nana, Mommy," ucap Zana tiba-tiba, menatap kagum pada hasil gambaran Kina. Kina menoleh pada Zana, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala. Dia menyimpan perasaan gundah dalam hati, memilih fokus menggambar dengan Zana. Siapapun ibu kandung Zana, Kina tak peduli. Yang dia tahu hanya satu, anak ini selalu bersamanya sejak kecil dan Zana juga teman terbaiknya. Dia akan tetap menyayangi anak ini meskipun nanti terungkap jika Zana bukan anak Sheila dan ternyata anak Nathalia, sebab Zana … sebuah vitamin bagi Kina. "Perhatikan yah, Nana. Pertama, kamu harus buat huruf C, kalau udangnya mau hadap kira maka Nana ha
'Zayyan kiNa.' Sudah tiga hari berlalu, tetapi Kina terus memikirkan nama Zana. Zayyan menulis di sebuah kertas, Zana artinya Zayyan Kina. Namun, Kina merasa Zayyan terkesan memaksa. Menurutnya Zayyan Nathalia lebih cocok dibandingkan Zayyan Kina. 'Sebenarnya aku takut tambah kepedean jika Mas Zayyan memang sejak dulu menyukaiku. Nanti kenyataannya malah menyiksa, ternyata Mas Zayyan hanya sedang mempermainkanku. Sama seperti dia mempermainkan Kak Sheila.' batin Zana, mengaduk-aduk jus di depannya. Kina sedang di cafe, bertemu dengan sahabat lama yang bisa dikatakan lost kontak setelah mereka menyelesaikan pendidikan. Dia adalah orang yang sama dengan yang Kina kunjungi di rumah sakit. "E'eleh." Pemuda tampan yang duduk di depan Kina tersebut mendengus sinis, memperhatikan raut muka Kina yang terlihat muram. "Kayak punya beban hidup saja," ejeknya. Kina memutar bola mata jengah. "Emang ada beban hidup, Zodiak! Pengangguran nih, Boss," ketus Kina dengan nada nyolot. "Aelah,
Saat ini Kina berada di depan sekolah Taman Kanak-kanak putrinya. Kina begitu panik karena Zana sudah ada yang menjemput. Sehabis bertemu dengan Bintang, Kina memang pulang ke rumah karena Zana pulang masih satu jam lagi. Sedangkan Zayyan, setelah muncul tiba-tiba di sana, dia langsung pergi. Pria itu balik ke kantor. Sekarang Kina mencoba menghubungi Zayyan, ingin memberitahu jika Zana dibawa pulang oleh salah satu sepupu suaminya. Entah itu siapa! Guru tidak bersedia memberitahu. "Mas Zayyan tidak bisa dihubungi lagi. Bagaimana ini?" monolog Kina, begitu cemas karena tidak tahu harus mencari putrinya kemana. Hingga tiba-tiba Kina mengingat mertuanya. Kina segera menghubungi, berharap jika Zana ada di sana. Mungkin sepupu suaminya tersebut membawa Zana ke sana. Mungkin juga sepupu suaminya yang dimaksud oleh guru tersebut adalah Maxim, dan Maxim memang dekat dengan Zana. ***Pada akhirnya Kina ke kediaman Azam yang lama, ternyata sepupu suaminya yang lain lah yang menjemput Zana
"JANGAN MEMANGGILKU MOMMY!" teriak Kina kelepasan. Dia kasihan dengan Zana tetapi Kina muak dengan semua yang terjadi padanya. Coba saja tadi Kina tak menemukan Zana, pasti dia akan dalam masalah besar. "ANGIE!" Bentak Zayyan dari tempatnya, buru-buru pulang karena melihat banyak panggilan tak terjawab dari sang istri. Ada rapat penting dan Zayyan meninggalkan ponsel di ruangannya. Zayyan langsung membawa Zana dalam gendongannya. "Ada apalagi denganmu?!" dinginnya, setelah itu segera pergi untuk menenangkan putrinya. Kina menatap kepergian Zayyan dan Zana, dia mengedikkan pukdak–ingin terlihat tak peduli dengan semua yang terjadi, tetapi air matanya kembali jatuh. See? Zayyan hanya memperhatikan putrinya. Sikap Zayyan barusan telah menjelaskan semuanya, Kina hanya sebatas pengasuh. Tidak lebih! Baru beberapa menit duduk di sofa, Zayyan tiba-tiba datang dan dengan kasar menarik Kina untuk ikut dengannya. "Ikut denganku," dingin Zayyan, menarik pergelangan tangan Kina secara kuat.
"Kak Ziea," panggil Kina pelan, menatap ke arah Ziea dengan penuh harap. Kina menguping pembicaraan Kakak iparnya dengan Zayyan, tak banyak yang Kina bisa dengar. Tetapi Kina mendengar mereka menyebut jika Kina masih punya harapan untuk sembuh. "Iya, Kin?" Ziea menoleh ke arah Kina. Dia dan suaminya datang ke tempat ini untuk sekedar berkunjung, melihat kondisi Zayyan maupun Kina. Sekaligus mempertemukan putrinya dengan Zana. "Aku ingin bertanya pada Kakak." Kina mendekat ke arah Ziea yang sedang mengupas buah, "kakak pasti tahu, aku punya penyakit apa?" tanya Kina kemudian, menatap Ziea semakin penuh harap. Dia yakin, Ziea tahu apa penyakitnya karena Ziea dekat dengan Zayyan dan Ziea juga selalu mengurus masalah Zayyan. Ziea mendadak gugup, tersenyum kaku sembari menatap kaget pada Kina. Dia terdiam, tak tahu harus menjawab apa. "Aku … mendengar Kak Reigha membahas penyakit ku pada Mas Zayyan. Aku yakin Kak Ziea juga tahu …." Nada bicara Kina bergetar. "Mungkin, hanya aku yang