"Angie," tegur Zayyan, berusaha melepas gigitan Kina pada bibirnya sendiri. Setelah lepas, Kina kembali bersuara. "Mereka tidak bisa menyakitiku, aku sudah terbiasa. Ucapan mereka tidak menyakitkan sama sekali. Yang mereka lakukan tadi, bukan apa-apa bagiku. Aku dilecehkan? Yah, aku tahu …." Deg deg deg' Zayyan menatap kaget pada Kina, begitu juga dengan yang lainnya. "Aku tahu siapa pelakunya dan aku …-" Kina mengedikkan pundak, "tidak peduli." Sejenak Kina terdiam untuk mengatur emosional, kemudian lanjut berbicara. "Dia satu-satunya orang yang mau mengurusku saat aku-- gila. Aku tidak sakit hati dengannya, sedikitpun tidak. Aku tahu dia dijebak dan kakakku lah yang menjebaknya. Bukan! Aku tidak gila karena dia. Tapi-- Kakakku ada di sana, aku meminta tolong padanya, aku memohon …- tapi dia memilih menonton …-" Lagi-lagi semua orang di sana termasuk Zayyan, dibuat kaget dengan hal itu. Sungguh, Zayyan tidak tahu tentang hal itu. Yang dia tahu dia telah merusak Kina, dan bod
Setelah Ziea dan yang lainnya pulang dari sini, Kina langsung merebahkan tubuh di sofa–masih di ruang tengah. Ternyata berpura-pura kuat itu sangat melelahkan, Kina merasa energinya tersedot. "Aaa … tiba-tiba pengen makan mangga muda campur steak. Pasti enak banget! Tapi pengen nugget juga, campur soup buah. Uuu … enaknya. Kalau mie rebus buatan Mas Zayyan? Anjay … pasti enak banget. Bayangin ajah, CEO masak mie rebus. Gantengnya dapat, mie rebusnya pun iya," gumam Kina, mengusap-usap perutnya yang masih rata sembari menatap langit-langit ruangan tersebut. Di dalam kepala Kina, dipenuhi oleh banyak makanan. Kina sangat ingin! Tadi, dia tak napsu makan karena masalah itu. Sekarang Kina ingin makan banyak. "Mommy," panggil suara mungil, membuat Kina yang sedang berkhayal makan banyak, seketika menoleh cepat ke arah putrinya. "Apa, Sayang?" jawab Kina. Zana buru-buru berlari ke arah Kina kemudian menyerahkan satu cup es krim pada Mommynya. Kina mengambil posisi duduk untuk mema
"Mas Zayyan tidak 'humm?" Zayyan hanya diam, menatap datar ke arah Kina. Serba salah! "Lupakan saja, Mas." Kina menyender ke sopa, melirik Zayyan yang masih setia menatapnya dengan raut muka yang flat. 'Satu lagi yang menyebalkan dari Mas Zayyan selain 'hum nya dia. Ini! Mas Zayyan suka sekali menatapku intens. Lama lagi. Seperti nggak ada objek lain. Atau … leher Mas Zayyan tak berfungsi? Jangan-jangan selain malas bicara, nih orang juga malas mutar-mutar leher.' Mengingat fungsi leher, Kina langsung menoleh ke sana kemari. Lehernya berfungsi dengan sempurna! "Kau sedang apa, Darling?" tanya Zayyan, merasa aneh dengan Kina yang tiba-tiba menoleh ke sana kemari. "Aku sedang uji coba fungsi leher, Mas," jawab Kina enteng, masih menoleh sana sini tetapi kini dengan cara yang lebih cepat. Zayyan mendengus pelan. Benar-benar anak kucing, sangat random! Bisa-bisanya istrinya kepikiran ke sana. Uji coba leher? Ada ada saja. Namun, tiba-tiba saja Kina diam–duduk lesu sembar
Ini sudah pagi dan Kina sedang menikmati udara segar bersama Zana. Mereka jalan-jalan ke pantai dan sudah mendapat izin dari Zayyan. Kina tak tahu kenapa Zayyan mengizinkan begitu saja, biasanya sangat sulit. Tetapi Kina tak ambil pusing, yang terpenting dia bisa menikmati udara segar dan pemandangan indah di pulau ini. Soal mie rebus, Kina harus bersabar karena kata suaminya tak ada mie di sini. Zayyan sudah menyuruh anak buahnya untuk mengirim mie ke pulau ini. Kina harus menunggu untuk sebuah mie rebus. Kina, Zana dan Samantha berjalan bersama menuju pantai. Dia berencana untuk memancing. Kina pikir tak ada orang di sana, ternyata sepupu suaminya serta para kakak tertua ada di sana. Kina tak bergabung dan pura-pura tak melihat. Dia menghindar dengan cara berjalan ke arah bagian lain. Tatapan orang-orang tertuju padanya, mereka memperhatikan Kina yang datang ke tempat ini tanpa adanya Zayyan. Mereka cukup bingung karena Kina memilih ke tempat lain, sama sekali tak menyapa salah s
"Ternyata mudah," ucap Zayyan, menyunggingkan smirk tipis sembari menatap bangga hasil masakannya–sebuah mie rebus. "Ini sangat bagus, Tuan. Kurasa Nyonya akan sangat menyukainya," ucap Rain, memuji penampilan mie rebus tuannya. "Humm." Zayyan berdehem sebagai jawaban, semakin merasa bangga karena Rain memuji hasil masakannya. "Angie masih di pantai. Ck, bagaimana jika …-""Daddy," seru Zana, membuat Zayyan menghentikan ucapan dan langsung menoleh pada putrinya. Sedangkan Zana, dia berlari kecil menuju ke arah daddynya. Dia tersenyum cerah, tak sabar menceritakan hal seru yang baru saja ia dan mommyna rasakan. "Daddy, aku dan Mommy memancing. Mommy sangat hebat karena mendapat banyak sekali ikan. Ihihihi … sangat seru, Daddy. Na--Kenna sangat suka memancing dengan Mom-" cerita Zana secara antusias setelah berada di sebelah daddynya. Dia mendongak karena sang daddy begitu tinggi. Akan tetapi ucapan Zana berhenti saat daddynya menggendong tubuhnya. Zana tertawa riang, senang karena
"Dia memukul wajah Stefani, tulang hidung Stefani patah dan sekarang pipinya masih sakit," ucap Maudi, di mana ketika dia menoleh ke arah Zayyan, tatapan pria itu sudah menghunus tajam ke arahnya. Pria itu mengerikan, menyunggingkan evil smirk dengan raut muka berbalut dingin. Zayyan duduk menyender ke sofa, dan tatapannya menghunus tajam pada Maudi–seakan sebuah kode jika setelah ini Maudi yang akan dijadikan korban oleh kemarahan Zayyan. Aura mengerikan menguar dari pria itu, membuat suasana semakin mencekam. Maudi beberapa kali meneguk saliva, tetapi dia berusaha tenang. Tak mungkin Zayyan bisa melakukan hal kasar padanya, counter pria itu ada di sini. Gabriel! "Alasan?" Gabriel berkata singkat. Maudi mencoba mengabaikan aura mengerikan yang menusuk tubuhnya. Demi Tuhan! Kenapa Zayyan sangat mengerikan? Tak seperti visualnya yang sangat tampan dan soft. "Karena Ki-Kina, Paman. Ada masalah antara Kina, Stefani dan Nathalia. Se-sebenarnya … Kina bertengkar dengan Nathalia, kalua
Gabriel menatap kedua putranya yang saat ini duduk di hadapannya. Sebenarnya ada tiga, akan tetapi yang satu hanya menemani adiknya–tak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kedua putranya yang lain. Yah, Reigha ada di sana. Duduk tenang dengan sebuah buku yang entah darimana dia dapat. Pria dingin itu membaca buku tanpa terganggu sama sekali dengan suasana yang tegang serta mencekam. Gabriel menghela napas pelan, berupaya tetap tenang untuk menghadapi masalah antara putra-putranya. "Apa yang dikatakan Stefani?" tanya Gabriel datar, tak ingin basa-basi lagi. "Hal buruk," jawab Zayyan cepat. "Sebuah fakta," jawab Rafael tak mau kalah. "Perempuan gila, sinting, kekanak-kanakan, rus …-""Wibawahmu hilang," potong Reigha cepat, mengalihkan pandangan dari buku ke arah Rafael. Dia tak ingin ikut campur dan berniat hanya memantau Zayyan, khawatir Zayyan kehilangan kendali karena masalah ini. Namun, sepertinya dia harus ikut campur. "Wanita yang kau katai itu-- istri dari adikmu," lan
"Kalian semua memilih berlibur, kalian bersenang-senang diatas kehancuranku." Rafael seketika terdiam, menatap lekat pada Zayyan. Perasaan bersalah langsung menyelimuti hatinya. Tapi-- dia sama sekali masalah itu. Saat dia pulang dari liburannya, Zayyan terlihat biasa saja. Dan memang … saat itu Zayyan mendadak menjadi sangat pendiam, tak pernah mau bertemu dengan siapapun saat itu. Hanya sibuk dengan istrinya yang gila. Gabriel berdecak pelan, kembali merasa miris dengan Rafael. Dia sedih melihat Zayyan dan semakin sedih ketika melihat genangan kristal bening muncul di pelupuk mata putranya. Gabriel menyaksikan sendiri kehancuran putranya saat itu, Zayyan yang linglung saat Kina kabur dari rumah, berniat mencari Kina bersama bayi kecil yang terus menangis. Untung mereka datang, di mana Satiya langsung mengambil cucu mereka dari Zayyan lalu Gabriel, Reigha dan Zayyan bergegas mencari Kina yang ditemukan di depan rumah Kina sendiri. Berdiri terdiam sembari menatap kosong pada bangun