Ini sudah pagi dan Kina sedang menikmati udara segar bersama Zana. Mereka jalan-jalan ke pantai dan sudah mendapat izin dari Zayyan. Kina tak tahu kenapa Zayyan mengizinkan begitu saja, biasanya sangat sulit. Tetapi Kina tak ambil pusing, yang terpenting dia bisa menikmati udara segar dan pemandangan indah di pulau ini. Soal mie rebus, Kina harus bersabar karena kata suaminya tak ada mie di sini. Zayyan sudah menyuruh anak buahnya untuk mengirim mie ke pulau ini. Kina harus menunggu untuk sebuah mie rebus. Kina, Zana dan Samantha berjalan bersama menuju pantai. Dia berencana untuk memancing. Kina pikir tak ada orang di sana, ternyata sepupu suaminya serta para kakak tertua ada di sana. Kina tak bergabung dan pura-pura tak melihat. Dia menghindar dengan cara berjalan ke arah bagian lain. Tatapan orang-orang tertuju padanya, mereka memperhatikan Kina yang datang ke tempat ini tanpa adanya Zayyan. Mereka cukup bingung karena Kina memilih ke tempat lain, sama sekali tak menyapa salah s
"Ternyata mudah," ucap Zayyan, menyunggingkan smirk tipis sembari menatap bangga hasil masakannya–sebuah mie rebus. "Ini sangat bagus, Tuan. Kurasa Nyonya akan sangat menyukainya," ucap Rain, memuji penampilan mie rebus tuannya. "Humm." Zayyan berdehem sebagai jawaban, semakin merasa bangga karena Rain memuji hasil masakannya. "Angie masih di pantai. Ck, bagaimana jika …-""Daddy," seru Zana, membuat Zayyan menghentikan ucapan dan langsung menoleh pada putrinya. Sedangkan Zana, dia berlari kecil menuju ke arah daddynya. Dia tersenyum cerah, tak sabar menceritakan hal seru yang baru saja ia dan mommyna rasakan. "Daddy, aku dan Mommy memancing. Mommy sangat hebat karena mendapat banyak sekali ikan. Ihihihi … sangat seru, Daddy. Na--Kenna sangat suka memancing dengan Mom-" cerita Zana secara antusias setelah berada di sebelah daddynya. Dia mendongak karena sang daddy begitu tinggi. Akan tetapi ucapan Zana berhenti saat daddynya menggendong tubuhnya. Zana tertawa riang, senang karena
"Dia memukul wajah Stefani, tulang hidung Stefani patah dan sekarang pipinya masih sakit," ucap Maudi, di mana ketika dia menoleh ke arah Zayyan, tatapan pria itu sudah menghunus tajam ke arahnya. Pria itu mengerikan, menyunggingkan evil smirk dengan raut muka berbalut dingin. Zayyan duduk menyender ke sofa, dan tatapannya menghunus tajam pada Maudi–seakan sebuah kode jika setelah ini Maudi yang akan dijadikan korban oleh kemarahan Zayyan. Aura mengerikan menguar dari pria itu, membuat suasana semakin mencekam. Maudi beberapa kali meneguk saliva, tetapi dia berusaha tenang. Tak mungkin Zayyan bisa melakukan hal kasar padanya, counter pria itu ada di sini. Gabriel! "Alasan?" Gabriel berkata singkat. Maudi mencoba mengabaikan aura mengerikan yang menusuk tubuhnya. Demi Tuhan! Kenapa Zayyan sangat mengerikan? Tak seperti visualnya yang sangat tampan dan soft. "Karena Ki-Kina, Paman. Ada masalah antara Kina, Stefani dan Nathalia. Se-sebenarnya … Kina bertengkar dengan Nathalia, kalua
Gabriel menatap kedua putranya yang saat ini duduk di hadapannya. Sebenarnya ada tiga, akan tetapi yang satu hanya menemani adiknya–tak ada sangkut pautnya dengan permasalahan kedua putranya yang lain. Yah, Reigha ada di sana. Duduk tenang dengan sebuah buku yang entah darimana dia dapat. Pria dingin itu membaca buku tanpa terganggu sama sekali dengan suasana yang tegang serta mencekam. Gabriel menghela napas pelan, berupaya tetap tenang untuk menghadapi masalah antara putra-putranya. "Apa yang dikatakan Stefani?" tanya Gabriel datar, tak ingin basa-basi lagi. "Hal buruk," jawab Zayyan cepat. "Sebuah fakta," jawab Rafael tak mau kalah. "Perempuan gila, sinting, kekanak-kanakan, rus …-""Wibawahmu hilang," potong Reigha cepat, mengalihkan pandangan dari buku ke arah Rafael. Dia tak ingin ikut campur dan berniat hanya memantau Zayyan, khawatir Zayyan kehilangan kendali karena masalah ini. Namun, sepertinya dia harus ikut campur. "Wanita yang kau katai itu-- istri dari adikmu," lan
"Kalian semua memilih berlibur, kalian bersenang-senang diatas kehancuranku." Rafael seketika terdiam, menatap lekat pada Zayyan. Perasaan bersalah langsung menyelimuti hatinya. Tapi-- dia sama sekali masalah itu. Saat dia pulang dari liburannya, Zayyan terlihat biasa saja. Dan memang … saat itu Zayyan mendadak menjadi sangat pendiam, tak pernah mau bertemu dengan siapapun saat itu. Hanya sibuk dengan istrinya yang gila. Gabriel berdecak pelan, kembali merasa miris dengan Rafael. Dia sedih melihat Zayyan dan semakin sedih ketika melihat genangan kristal bening muncul di pelupuk mata putranya. Gabriel menyaksikan sendiri kehancuran putranya saat itu, Zayyan yang linglung saat Kina kabur dari rumah, berniat mencari Kina bersama bayi kecil yang terus menangis. Untung mereka datang, di mana Satiya langsung mengambil cucu mereka dari Zayyan lalu Gabriel, Reigha dan Zayyan bergegas mencari Kina yang ditemukan di depan rumah Kina sendiri. Berdiri terdiam sembari menatap kosong pada bangun
"Aku pamit." Zayyan berdiri lalu segera keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Reigha, daddynya dan Rafael yang sudah menampilkan raut muka penuh penyesalan. Daddynya benar, dia sudah sangat jauh dari saudara-saudaranya. "Lima tahun Zayyan menunggu Kina sembuh, Kina melupakannya dan sampai detik ini Kina masih belum sepenuhnya sembuh." Reigha bersuara, "lalu kau dan kemarin malah membully-nya. Untuk anak itu tidak mempermasalahkan.""Nathalia melakukan hal yang sama dengan Sheila, Kakak Kina. Dia pernah mengaku menjadi mama dari Zana, berusaha menarik perhatian orangtua Kina dan tentunya ingin merebut Zayyan dari Kina. Kina baru saja mengetahui kejahatan kakaknya, di mana selama lima tahun terakhir ini dia lupa semuanya. Termasuk Zayyan! Dia baru tahu, masih trauma dengan kejahatan kakaknya lalu ada Nathalia yang sangat mirip dengan kakaknya. Samantha–dokter Kina, menyebut jika Kina mengalami trauma pada Sheila, semua yang mirip dengan kakaknya adalah ancaman bagi kesehatan jiw
"Aaahk!" Zana menjerit cukup kencang saat rambutnya ditarik sangat kasar oleh seorang anak laki-laki, sepupunya. "Lepaskan rambutku, Doni!" jerit Zana. Anak itu melepas rambut Zana akan tetapi merampas jepitan pita di kepala Zana. Setelah itu, jepitan tersebut di lempar lalu diinjak oleh anak bernama Doni tersebut. "Hei!" galak Kina yang buru-buru berjalan ke arah putrinya dan anak kecil yang nakal tersebut. Kina mendorong pelan Doni lalu meraih pita putrinya yang sudah kotor. Sedangkan anak kecil itu, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Dia melihat mamanya lewat. "Ahk … Mama …," tangis Doni, anak laki-laki berusia sembilan tahun. Tangisannya berhasil membuat mamanya datang, di mana Maudi langsung menghampiri putranya dengan tergesa-gesa. Sedangkan Kina, dia berdecis sinis melihat tingkah anak itu–sembari merapikan rambut putrinya. "Kamu!" teriak Maudi pada Kina. "Perempuan sinting dan gila! Anak kecil begini … kamu lukai. Siku tangan putraku terluka gara-gara kamu," marah
"Ada apa ini?" Gabriel menatap sekitar. Awalnya dia hanya lewat, akan tetapi melihat otang-orang keluar serta sempat mendengar keributan, dia memilih untuk melihat kondisi. "Granddad," pekik Zana, langsung berlari ke arah kakeknya–di mana dia langsung memeluk kaki sang kakek. Sembari masih memeluk kaki kakeknya, Zana mengadukan perihal hal yang terjadi. Dia mendongak, "Granddad, Mommy tidak salah. Mommy hanya membalas perbuatan Doni padaku dengan cara menarik rambut Tante Maudi. Soalnya Doni menarik rambutku dan merusak jepitan pitaku. Mommy tidak salah, Granddad," ucap Zana dengan nada redup, sedikit bergetar karena benar-benar takut mommynya kembali dijahati seperti di pantai kemarin. "Jangan memarahi Mommy …," pinta Zana lagi, menatap kakeknya dengan manik berkaca-kaca dan bibir yang melengkung ke bawah. Orang-orang sudah berkumpul, mereka pasti ingin menghakimi mommynya seperti kemarin. Kina hanya diam, menatap putrinya dengan peras