"Jika Kenna sakit perut setelah ini, kau akan tahu akibatnya!" marah Zayyan, saat ini sudah berada di rumahnya–menginterogasi Kina karena telah berani membawa Zana keluar rumah dan memakan makanan yang dilarang untuk putrinya. Bukan karena ingin merasa lebih tinggi perihal status, tetapi putrinya tidak bisa memakan jajanan sembarang. Zana bisa sakit perut atau paling parah demam berminggu-minggu. Imun putrinya berbeda dengan imun anak lainnya. "Maafkan aku," ucap Kina menundukkan kepala. 'Lebay sekali. Makan batagor doang nggak bakalan bikin putrimu KO kali. Ck.' batinnya, dongkol pada Zayyan sebab menurutnya Zayyan berlebihan pada Zana. Maksud Kina, memang benar tidak semua lambung orang sama dan tidak semua orang bisa makan ini ataupun itu. Tetapi jika dibiasakan bukankah akan terbiasa?! Contohnya Zana. Jajanan seperti itu memang membuatnya sakit perut, tapi itu karena belum terbiasa. "Kau memang telah menjadi ibunya. Tetapi bukan berati kau bisa seenaknya membawa Zana keluar da
"Zayyan!" Zayyan yang sedang memukul para maid tersebut dengan kasar langsung menoleh ke arah belakang, mendapati Reigha, Ziea dan Rain (tangan kanan Zayyan) ada di sana. "Sudah berapa kali kukatakan padamu?! Kendalikan emosimu!" peringat Reigha, setengah membentak kepada adiknya tersebut. Bukan rahasia lagi jika Zayyan sangat tempramental, sulit mengendalikan emosi. Sebenarnya diantara Rafael, Reigha dan Zayyan, Zayyan lah yang paling bisa bersikap manis. Bahkan pada orang asing sekalipun. Zayyan bisa berbasa-basi serta ramah walau mood-moodan. Tak seperti Rafael yang sadis berbicara atau seperti Reigha yang selalu memilih menjadi batu saat bertemu orang asing. Namun, Zayyan yang manis juga lah yang paling mudah marah. Zayyan marah pada siapapun dan tidak memandang bulu. Di klan, Zayyan sangat suka pada bagian menghukum musuh. Mungkin itu yang membuatnya semakin ringan tangan pada siapapun. Yang berbahaya adalah Zayyan melukai siapapun, keluarga, teman atau istri sekalipun. Kasu
Cup'Bibir Kina menempel tepat di atas bibir Zayyan, membuat pria yang sedang sibuk dengan sebuah ponsel tersebut reflek menatap kaget ke arah Kina. Mata elang Zayyan bertemu dengan mata bulat Kina. Di sini harusnya Zayyan yang kaget dengan kelakuan Kina karena tiba-tiba menciumnya. Namun malah sebaliknya, Kina pucat pias dengan raut muka tegang. Syok! Kina mendorong Zayyan lalu berbalik dengan tidur menyamping. Rencananya dia ingin menghindari Zayyan, akan tetapi dia melakukan kesalahan besar karena dia berbalik ke arah Zayyan–seolah dia berhambur ke pelukan pria itu. "Cih." Zayyan berdecis geli, meletakkan handphone Kina kembali ke tempat semula lalu membenarkan posisi–berbaring sembari memeluk istrinya. Tadi dia sedang memeriksa isi handphone Kina. Hanya sekedar memeriksa. Zayyan kira Kina sudah tidur pulas dan jujur saja dia kaget ketika Kina menciumnya. Namun, wow! Zayyan suka. Itu sebuah keberuntungan! "Ja-jangan ge'er. Tadi aku ingin bangun dan ke-kebetulan Mas ada di ata
"Tadi malam kau mimpi buruk?""Hah?" Kina menatap aneh pada Zayyan, mengerjap beberapa kali lalu menggelengkan kepala. "Tidak, Mas." "Kau berkeringat jadi aku mengganti pakaianmu," ucap Zayyan santai, menatap Kina lekat untuk memperhatikan perubahan ekspresi perempuan tersebut. Kina terlihat membulatkan mata, sepertinya kaget. Melihat ekspresi tersebut, Zayyan diam-diam menyunggingkan senyuman tipis. Seperti biasa, Kina menggemaskan dengan ekspresi kaget. 'Ja-jadi Mas Zayyan tidak mengambil kesucianku, ta-tapi hanya mengganti pakaian saja? Karena aku berkeringat? Astaga, aku sudah berpikir macam-macam dan … aku kegeeran.' batin Kina, meringis sembari memukul jidat secara pelan. Dia mengira Zayyan telah merampas 'itu saat Kina tertidur pulas. Namun, ternyata dia salah. Jahatnya, Kina sudah berpikiran buruk pada suaminya padahal Zayyan baik dengan mengganti pakaiannya yang basah. "Angie." Zayyan langsung menangkap tangan Kina, menghentikan perempuan yang sedang memukul jidat tersebu
Setelah Edgar mengantar Kina, dia beristirahat sejenak di sana. Tak lama karena Kina takut orangtuanya pulang lalu memarahinya sebab ada di rumah ini. Kina menjemput Zana ke sekolah lalu mereka pulang bersama ke rumah mewah Zayyan. "Nana, kenapa tidak ada foto keluarga kamu, Daddy dan Mama Sheila?" tanya Kina, di mana sekarang dia sedang jalan-jalan menjelajahi penjuru rumah. Kemarin dia telah melakukan ini dan sekarang karena merasa tak ada pekerjaan, Kina mengulang kembali. "Kan sudah pernah Nana kasih tahu, jangankan foto keluarga, foto biasa saja kami tidak punya, Mommy," jawab Zana, terus mengikuti kemana Kina melangkahkan kaki. "Daddy kamu orang jahat yah," celetuk Kina, menoleh sekilas ke arah Zana, "kamu disuruh membenci mama sendiri, kalian harus jaga jarak, tidak ada foto keluarga, dan bahkan tak diperbolehkan memanggil Mama pada ibu kandung sendiri.""Daddy punya alasan sendiri, Mom," jawab Zana pelan, ragu-ragu. "Alasan apa? Memisahkan anak dari ibu kandungnya sendiri.
"Aku tidak suka sayap ayam," ucap Kina tiba-tiba di saat Zayyan akan memberinya semur sayap ayam. Dia sengaja mengatakan tak suka sayap ayam sebab ingin tahu apa reaksi Zayyan. Pria itu menaikkan sebelah alis, seperti keheranan pada Zahra. Tangannya menggantung di udara, tidak jadi menyuapkan potongan sayap ayam tersebut pada Kina. "Ini makanan favoritmu, Kitten." 'Kan benar. Dia tahu kalau aku suka ayam. Bukan cuma kebetulan saja.' batin Kina, tetep kaget walau dia sudah menebak dari awal, "darimana Mas Zayyan tahu aku suka sayap ayam?" tanya Kina memberanikan diri karena keingintahuannya. Apa dahulu Sheila suka menceritakannya pada Zayyan? Tidak mungkin! Sheila sangat menyukai Zayyan, mana mau dia mencerikan perempuan lain meskipun itu adiknya pada Zayyan. Lalu Dari Zana? Lebih masuk di akal tetapi tidak mungkin Zayyan tahu se detail ini. "Aku tahu apapun tentangmu, Angie. Semua," jawab Zayyan, menyiapkan kembali sayap ayam pada Kina. Sejenak Kina menguyah lalu berbicara.
Seharian ini Kina dan Zana jalan-jalan dengan Ziea, kakak ipar suaminya yang sangat baik dan menyenangkan. Kina bertemu dengan si kembar Razie dan Zira, serta bisa berkenalan dengan Lea (sahabat sekaligus kakak ipar Ziea). Mereka semua sangat baik dan Kina sangat senang seharian ini. Rasanya tak ada lagi beban pikiran yang ia tanggung dan tubuhnya berasa jauh lebih rileks. Tak seperti kemarin-kemarin, di mana Kina selalu merasa berada di dunia mimpi. Kina dan Zana telah sampai di rumah, kakak suaminya sudah tak ada dan rumah sudah sepi. "Mommy, lihat itu," ucap Zana tiba-tiba, menarik Kina untuk mendekat ke sebuah tembok yang dipajang oleh foto keluarga. Zana terlihat bahagia dan riang, sedangkan Kina terlihat membeku di tempat. Foto tersebut adalah foto pernikahannya dengan Zayyan. Tentunya ada Zana duduk ditengah-tengah Zayyan dan Kina. "Fotonya sangat besar dan bagus, Nana merasa senang melihatnya," ungkap Zana, menatap foto dengan binaran indah di mata. Akhirnya Zana bisa pun
"Apa yang kamu lakukan? Yang sopan!" bisik seorang perempuan yang membantu Kina masuk ke ruangan ini. Kina hanya diam, merapatkan bibir sembari menatap gugup pada Zayyan. Dia merutuki diri dalam hati, menyesal karena telah memanggil sayang pada Zayyan. Mampus! Zayyan menatap sepenuhnya pada Kina, menyunggingkan smirk tipis melihat wajah gugup istrinya. "Ini modelnya?"Kina mengangkat pandangan ke arah Zayyan lalu menggelengkan kepala pelan. Dia ingin bersuara, mengatakan jika dia bukan seorang model. Namun, orang-orang disampingnya langsung menjawab, mengatakan jika Kina adalah model baru yang sangat berbakat. "Ya, Tuan. Dia model baru, muda dan sangat berbakat.""Baiklah. Aku setuju menggunakan model ini," ucap Zayyan santai. Pihak agensi begitu senang, berbeda dengan Kina yang terlihat ingin membantah tetapi tak ada yang mau mendengarnya. "Tinggalkan kami berdua di sini. Ada hal penting yang harus model kalian tahu jika ingin bekerja dengan perusahaan ku," ucap Zayyan kembali,
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali