"Apa yang kamu lakukan? Yang sopan!" bisik seorang perempuan yang membantu Kina masuk ke ruangan ini. Kina hanya diam, merapatkan bibir sembari menatap gugup pada Zayyan. Dia merutuki diri dalam hati, menyesal karena telah memanggil sayang pada Zayyan. Mampus! Zayyan menatap sepenuhnya pada Kina, menyunggingkan smirk tipis melihat wajah gugup istrinya. "Ini modelnya?"Kina mengangkat pandangan ke arah Zayyan lalu menggelengkan kepala pelan. Dia ingin bersuara, mengatakan jika dia bukan seorang model. Namun, orang-orang disampingnya langsung menjawab, mengatakan jika Kina adalah model baru yang sangat berbakat. "Ya, Tuan. Dia model baru, muda dan sangat berbakat.""Baiklah. Aku setuju menggunakan model ini," ucap Zayyan santai. Pihak agensi begitu senang, berbeda dengan Kina yang terlihat ingin membantah tetapi tak ada yang mau mendengarnya. "Tinggalkan kami berdua di sini. Ada hal penting yang harus model kalian tahu jika ingin bekerja dengan perusahaan ku," ucap Zayyan kembali,
Zayyan mendekati Kina, mengalungkan tangan di pinggang Kina lalu menyentaknya–merapatkan tubuh Kina dengan tubuhnya. "Jawab lebih dulu pertanyaan ku!" Kina menggelengkan kepala dengan kaku, gugup karena merasa posisinya saat ini sangat intim dengan Zayyan. Tadi, saat shooting iklan, mereka bahkan lebih intim dari ini. Namun, Kina tidak panik sebab mereka di depan umum dan tak mungkin Zayyan berani jauh. Sedangkan di sini-- mereka berdua dalam toilet, Zayyan bisa bertindak lebih jauh. "Aku akan berhenti bekerja di sini. I-ini bukan bakatku, Mas. Aku sangat tertekan bekerja di sini," ungkap Kina, tanpa canggung. Ada keberanian karena berharap Zayyan akan membantunya keluar dari pekerjaan ini. "Ouh." Zayyan memangut pelan, tersenyum tipis pada Kina. "Itu artinya kau setuju bekerja sebagai pemberi Vitamin untukku?" 'Aduh. Pilihan yang sulit ini.' batin Kina, menggaruk kepala karena bingung harus menjawab apa. "Kurasa aku lebih baik mencari pekerjaan lain, Mas Zayyan.""Begitu yah." Za
"Umm … Nana juga mau dibelikan buku gambar, Daddy," cicit Zana tiba-tiba, terdengar ragu. Anak itu meremas tangan lalu menggoyang-goyangkan tubuh secara pelan–tanda jika dia sedang gugup. Zayyan menoleh ke arah putrinya. "Daddy sudah menaruh alat gambar untukmu di meja belajarmu," ucap Zayyan datar, masih memperhatikan putrinya yang kini sudah memasang raut muka bahagia. "Benarkah?" tanya Zana antusias, mendapat anggukan dari sang daddy. "Nana akan memeriksanya," ucap Zana bersemangat, langsung berlari masuk dalam rumah. Dia tak sabar melihat alat gambar yang daddynya belikan padanya. Dia pikir daddynya lupa padanya, ternyata daddynya mengingatnya. Zana rasa, semenjak daddynya menikah dengan mommy Kina-nya, daddynya menjadi sering membawakan sesuatu untuk Zanase pulang bekerja. Daddynya juga menjadi lebih sering mengobrol dengannya. Zana sangat bahagia. Setelah Zana masuk dalam rumah, Kina memutuskan untuk masuk. Akan tetapi lengannya ditahan oleh Zayyan. Pria itu menyuruhnya k
Saat ini Kina, Zayyan dan Zana berada di kediaman Azam. Mereka di sana untuk acara perkumpulan keluarga besar Azam. Untuk mempererat hubungan satu sama lain. Kina masih canggung tetapi dia merasa jika ini jauh lebih baik dari yang pertama kali ke rumah Azam. Sejak tadi Kina bersama Satiya, ibu mertuanya yang sangat humble dan baik. Kina juga berkenalan dengan Aayara–istri kakak sepupu Zayyan, dan Aayara termasuk sangat dekat dengan Zayyan. Mereka seperti adik kakak. Kina sangat suka pada Aayara, dia manis, lucu dan ceplas-ceplos. "Hai semua." Kina sedang makan puding–duduk di sudut ruangan, menemani Zana bermain fuzzle. Dia langsung mendongak untuk melihat siapa orang yang baru datang tersebut. Deg'Ada tiga perempuan dewasa yang sangat cantik, datang. Namun, mata Kina hanya terfokus pada sosok perempuan di posisi tengah. Dia … berpenampilan mirip dengan Sheila, vibes perempuan itu sama seperti kakaknya. Hal tersebut membuat jantung Kina langsung berdebar kencang. Entah kenapa di
Bug' Zana terjatuh cukup kuat, kakinya terbentur keras di halaman belakang. Para Kakek neneknya ada di sana, tetapi tak ada yang sadar jika Zana terjatuh karena Zana bermain cukup jauh dari mereka. Seorang anak laki-laki mendorong Zana karena ingin mengambil pita merah di kepala Zana. Di sisi lain, Zira-- kakak sepupu Zana yang berusia tiga belas tahun, tengah pergi untuk mengambil minum. "Pelit sekali!" ketus anak laki-laki tersebut sembari merampas jepitan rambut bentuk pita tersebut secara kasar dari kepala Zana. Seketika itu juga Zana menangis, rambutnya ikut tertarik dan sangat sakit. Ditambah lagi lututnya yang mengeluarkan darah, sakit dan terasa perih secara bersamaan. "Aaaa …." Tangisan Zana menggema, membuat Gabriel menoleh cepat ke arah sana. Dia langsung bangkit kemudian segera menghampiri cucunya. Sedangkan anak laki-laki yang mendorong Zana segera kabur. "Zana sayang," ucap Gabriel, langsung meraih Zana dalam gendongannya. "Kakimu terluka," gumam Gabriel cukup khaw
"Copet!!" teriak Kina. Dia panik, tak tahu harus bagaimana dan dia merasa bodoh. Menyedihkannya, tak ada satupun orang disekitar Kina yang bergerak untuk membantu. Kina menangis, tersinggung dengan sikap orang-orang tersebut. Mereka hanya diam, pura-pura tuli dengan sibuk pada handphone masing-masing. "Kalian manusia apa bukan," serak Kina, menatap orang-orang di sana. "Aku kecopetan dan …-" Upayanya bersuara berhenti. Percuma, orang-orang tersebut bahkan enggan mendengar Kina. Pada akhirnya Kina mengejar sendiri copet yang naik sepeda motor tersebut. Kina merasa dirinya telah gila. Apa yang dia kejar? pencopet itu sama sekali tak meninggalkan jejak lari ke arah mana. Ditambah Kina hanya berjalan, tak punya kendaraan untuk mengejar. Kina merasa semakin bodoh dan konyol. Sekarang Kina tak tahu harus kemana. Tasnya hilang, uang dan HP ada di sana. Perlahan Kina berkeringat dingin, berjalan tanpa arah dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus kemana dan harus bagaimana. Tiba-tiba
Kina tidak tahu Zayyan kemana. Saat dia menyusul ke depan rumah, mobil pria itu sudah tak ada. "Mommy," panggil Zana tiba-tiba dari balik tembok, seperti sedang bersembunyi–terlihat ketakutan dan gelisah secara bersamaan. Perasaan Kina mencolos melihat Zana, hatinya sedih dan tak tenang. Dia langsung mendekati anak itu dan membawanya dalam pelukannya. "Nana kenapa, Sayang?" tanya Kina, sangat lembut dan penuh perhatian. Dia sangat mengkhawatirkan Zana, tatapan mata Zana yang berkaca-kaca membuat Kina sesak melihatnya. Apa saat dia pergi dari kediaman Azam telah terjadi sesuatu pada Zana? 'Memang yah, hanya aku yang benar-benar peduli pada anak ini. Sisanya … aku nggak tahu apakah mereka tulus atau tidak. Aku pergi bentar doang padahal tadi, tapi Zana sudah dalam kondisi ketakutan begini.' batin Kina, mengusap lembut rambut Zana lalu beralih menghapus air mata putri sambungnya yang sempat jatuh. "Katakan sama Mimi, kamu kenapa? Dimarahi Daddy?"Zana menggelengkan kepala, memelu
'Aku tidak ingin Zana sepertiku, Mas Zayyan. Membenci dan tidak ingin punya ayah,' bisik Kina pelan, nadanya santai dan tanpa beban namun berhasil membuat Zayyan yang tadinya senang karena mendapat dua kali ciuman dari Kina, mendadak terdiam dengan wajah tak enak. Zayyan menatap teduh ke arah Kina yang saat ini sudah berbicara santai dengan Zana. Seulas senyuman tipis tetapi tersirat kesedihan muncul di bibir Zayyan. Meskipun Kina mengatakan kalimat tadi dengan nada santai, tetapi Zayyan dapat merasakan kerapuhan di sana. Faktanya Kina adalah anak perempuan yang sangat berharap mendapatkan cinta dari ayah dan ibunya. Dan Zayyan seketika menyadari jika apa yang dia lakukan pada putrinya, hampir sama dengan apa yang Kina alami dari ayahnya. Dididik dengan keras dan penuh paksaan! Setiap langkah ditentukan oleh orangtuanya. Zayyan mengulurkan tangan ke atas kepala Kina, tiba-tiba berbicara lembut sembari tersenyum manis. "Baiklah, Wife, aku akan belajar menjadi Daddy yang manis. Tetap
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali