"Aku tidak suka sayap ayam," ucap Kina tiba-tiba di saat Zayyan akan memberinya semur sayap ayam. Dia sengaja mengatakan tak suka sayap ayam sebab ingin tahu apa reaksi Zayyan. Pria itu menaikkan sebelah alis, seperti keheranan pada Zahra. Tangannya menggantung di udara, tidak jadi menyuapkan potongan sayap ayam tersebut pada Kina. "Ini makanan favoritmu, Kitten." 'Kan benar. Dia tahu kalau aku suka ayam. Bukan cuma kebetulan saja.' batin Kina, tetep kaget walau dia sudah menebak dari awal, "darimana Mas Zayyan tahu aku suka sayap ayam?" tanya Kina memberanikan diri karena keingintahuannya. Apa dahulu Sheila suka menceritakannya pada Zayyan? Tidak mungkin! Sheila sangat menyukai Zayyan, mana mau dia mencerikan perempuan lain meskipun itu adiknya pada Zayyan. Lalu Dari Zana? Lebih masuk di akal tetapi tidak mungkin Zayyan tahu se detail ini. "Aku tahu apapun tentangmu, Angie. Semua," jawab Zayyan, menyiapkan kembali sayap ayam pada Kina. Sejenak Kina menguyah lalu berbicara.
Seharian ini Kina dan Zana jalan-jalan dengan Ziea, kakak ipar suaminya yang sangat baik dan menyenangkan. Kina bertemu dengan si kembar Razie dan Zira, serta bisa berkenalan dengan Lea (sahabat sekaligus kakak ipar Ziea). Mereka semua sangat baik dan Kina sangat senang seharian ini. Rasanya tak ada lagi beban pikiran yang ia tanggung dan tubuhnya berasa jauh lebih rileks. Tak seperti kemarin-kemarin, di mana Kina selalu merasa berada di dunia mimpi. Kina dan Zana telah sampai di rumah, kakak suaminya sudah tak ada dan rumah sudah sepi. "Mommy, lihat itu," ucap Zana tiba-tiba, menarik Kina untuk mendekat ke sebuah tembok yang dipajang oleh foto keluarga. Zana terlihat bahagia dan riang, sedangkan Kina terlihat membeku di tempat. Foto tersebut adalah foto pernikahannya dengan Zayyan. Tentunya ada Zana duduk ditengah-tengah Zayyan dan Kina. "Fotonya sangat besar dan bagus, Nana merasa senang melihatnya," ungkap Zana, menatap foto dengan binaran indah di mata. Akhirnya Zana bisa pun
"Apa yang kamu lakukan? Yang sopan!" bisik seorang perempuan yang membantu Kina masuk ke ruangan ini. Kina hanya diam, merapatkan bibir sembari menatap gugup pada Zayyan. Dia merutuki diri dalam hati, menyesal karena telah memanggil sayang pada Zayyan. Mampus! Zayyan menatap sepenuhnya pada Kina, menyunggingkan smirk tipis melihat wajah gugup istrinya. "Ini modelnya?"Kina mengangkat pandangan ke arah Zayyan lalu menggelengkan kepala pelan. Dia ingin bersuara, mengatakan jika dia bukan seorang model. Namun, orang-orang disampingnya langsung menjawab, mengatakan jika Kina adalah model baru yang sangat berbakat. "Ya, Tuan. Dia model baru, muda dan sangat berbakat.""Baiklah. Aku setuju menggunakan model ini," ucap Zayyan santai. Pihak agensi begitu senang, berbeda dengan Kina yang terlihat ingin membantah tetapi tak ada yang mau mendengarnya. "Tinggalkan kami berdua di sini. Ada hal penting yang harus model kalian tahu jika ingin bekerja dengan perusahaan ku," ucap Zayyan kembali,
Zayyan mendekati Kina, mengalungkan tangan di pinggang Kina lalu menyentaknya–merapatkan tubuh Kina dengan tubuhnya. "Jawab lebih dulu pertanyaan ku!" Kina menggelengkan kepala dengan kaku, gugup karena merasa posisinya saat ini sangat intim dengan Zayyan. Tadi, saat shooting iklan, mereka bahkan lebih intim dari ini. Namun, Kina tidak panik sebab mereka di depan umum dan tak mungkin Zayyan berani jauh. Sedangkan di sini-- mereka berdua dalam toilet, Zayyan bisa bertindak lebih jauh. "Aku akan berhenti bekerja di sini. I-ini bukan bakatku, Mas. Aku sangat tertekan bekerja di sini," ungkap Kina, tanpa canggung. Ada keberanian karena berharap Zayyan akan membantunya keluar dari pekerjaan ini. "Ouh." Zayyan memangut pelan, tersenyum tipis pada Kina. "Itu artinya kau setuju bekerja sebagai pemberi Vitamin untukku?" 'Aduh. Pilihan yang sulit ini.' batin Kina, menggaruk kepala karena bingung harus menjawab apa. "Kurasa aku lebih baik mencari pekerjaan lain, Mas Zayyan.""Begitu yah." Za
"Umm … Nana juga mau dibelikan buku gambar, Daddy," cicit Zana tiba-tiba, terdengar ragu. Anak itu meremas tangan lalu menggoyang-goyangkan tubuh secara pelan–tanda jika dia sedang gugup. Zayyan menoleh ke arah putrinya. "Daddy sudah menaruh alat gambar untukmu di meja belajarmu," ucap Zayyan datar, masih memperhatikan putrinya yang kini sudah memasang raut muka bahagia. "Benarkah?" tanya Zana antusias, mendapat anggukan dari sang daddy. "Nana akan memeriksanya," ucap Zana bersemangat, langsung berlari masuk dalam rumah. Dia tak sabar melihat alat gambar yang daddynya belikan padanya. Dia pikir daddynya lupa padanya, ternyata daddynya mengingatnya. Zana rasa, semenjak daddynya menikah dengan mommy Kina-nya, daddynya menjadi sering membawakan sesuatu untuk Zanase pulang bekerja. Daddynya juga menjadi lebih sering mengobrol dengannya. Zana sangat bahagia. Setelah Zana masuk dalam rumah, Kina memutuskan untuk masuk. Akan tetapi lengannya ditahan oleh Zayyan. Pria itu menyuruhnya k
Saat ini Kina, Zayyan dan Zana berada di kediaman Azam. Mereka di sana untuk acara perkumpulan keluarga besar Azam. Untuk mempererat hubungan satu sama lain. Kina masih canggung tetapi dia merasa jika ini jauh lebih baik dari yang pertama kali ke rumah Azam. Sejak tadi Kina bersama Satiya, ibu mertuanya yang sangat humble dan baik. Kina juga berkenalan dengan Aayara–istri kakak sepupu Zayyan, dan Aayara termasuk sangat dekat dengan Zayyan. Mereka seperti adik kakak. Kina sangat suka pada Aayara, dia manis, lucu dan ceplas-ceplos. "Hai semua." Kina sedang makan puding–duduk di sudut ruangan, menemani Zana bermain fuzzle. Dia langsung mendongak untuk melihat siapa orang yang baru datang tersebut. Deg'Ada tiga perempuan dewasa yang sangat cantik, datang. Namun, mata Kina hanya terfokus pada sosok perempuan di posisi tengah. Dia … berpenampilan mirip dengan Sheila, vibes perempuan itu sama seperti kakaknya. Hal tersebut membuat jantung Kina langsung berdebar kencang. Entah kenapa di
Bug' Zana terjatuh cukup kuat, kakinya terbentur keras di halaman belakang. Para Kakek neneknya ada di sana, tetapi tak ada yang sadar jika Zana terjatuh karena Zana bermain cukup jauh dari mereka. Seorang anak laki-laki mendorong Zana karena ingin mengambil pita merah di kepala Zana. Di sisi lain, Zira-- kakak sepupu Zana yang berusia tiga belas tahun, tengah pergi untuk mengambil minum. "Pelit sekali!" ketus anak laki-laki tersebut sembari merampas jepitan rambut bentuk pita tersebut secara kasar dari kepala Zana. Seketika itu juga Zana menangis, rambutnya ikut tertarik dan sangat sakit. Ditambah lagi lututnya yang mengeluarkan darah, sakit dan terasa perih secara bersamaan. "Aaaa …." Tangisan Zana menggema, membuat Gabriel menoleh cepat ke arah sana. Dia langsung bangkit kemudian segera menghampiri cucunya. Sedangkan anak laki-laki yang mendorong Zana segera kabur. "Zana sayang," ucap Gabriel, langsung meraih Zana dalam gendongannya. "Kakimu terluka," gumam Gabriel cukup khaw
"Copet!!" teriak Kina. Dia panik, tak tahu harus bagaimana dan dia merasa bodoh. Menyedihkannya, tak ada satupun orang disekitar Kina yang bergerak untuk membantu. Kina menangis, tersinggung dengan sikap orang-orang tersebut. Mereka hanya diam, pura-pura tuli dengan sibuk pada handphone masing-masing. "Kalian manusia apa bukan," serak Kina, menatap orang-orang di sana. "Aku kecopetan dan …-" Upayanya bersuara berhenti. Percuma, orang-orang tersebut bahkan enggan mendengar Kina. Pada akhirnya Kina mengejar sendiri copet yang naik sepeda motor tersebut. Kina merasa dirinya telah gila. Apa yang dia kejar? pencopet itu sama sekali tak meninggalkan jejak lari ke arah mana. Ditambah Kina hanya berjalan, tak punya kendaraan untuk mengejar. Kina merasa semakin bodoh dan konyol. Sekarang Kina tak tahu harus kemana. Tasnya hilang, uang dan HP ada di sana. Perlahan Kina berkeringat dingin, berjalan tanpa arah dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu harus kemana dan harus bagaimana. Tiba-tiba