Jantung Kina terasa akan meledak sana, ucapan Zayyan membuatnya hampir pingsan di tempat. Minggu depan dia dan pria ini akan menikah?
Kina menatap permen ditangannya lah membuka bungkus. Setelah itu dia memasukkan permen tersebut ke mulut Zana. Kemudian dia buru-buru beranjak dari sana.Tidak! Kina tidak mau menikah dengan Zayyan. Mimpinya tadi benar-benar sialan. Harusnya dia percaya dengan arti mimpi itu supaya Kina bisa mempersiapkan diri untuk kabur. Sekarang Kina menyesal!"Horeeee … Kak Kin bersedia menikah dengan Daddy," ujar Zana dengan suara cempreng, sangat gembira.Zayyan menatap kepergian Kina dengan seulas senyuman tipis. Memangnya perempuan itu ingin kabur kemana? Cih, kemanapun Kina pergi, dia hanya berakhir dalam pelukan Zayyan."Tidak!" teriak Kina yang sudah di pintu keluar, "aku tidak mau menikah dengan Duda. Tidak akan!" teriak Kina pada Zana, lalu setelah itu cepat-cepat keluar dari sana.Luis langsung memberi isyarat pada bodyguard agar menghentikan atau menangkap Kina, lalu membawanya ke tempat ini. Sikap Kina tadi membuat Luis malu pada Zayyan, terlebih kakak dari menantunya ini datang.Reigha Abbas Azam! Orang terhormat dan berbahaya, sama seperti Zayyan. Keduanya makhluk sangat misterius di keluarga Azam!"Duda? Apa itu duda?" polos Zana, alih alih mendekati Daddynya, dia lebih memilih menghampiri sang nenek. Sejujurnya Zana takut pada Daddynya, sebab Daddynya jarang berbicara padanya dan tidak pernah mau diajak bermain dengannya. Tatapan Daddynya juga sangat mengerikan! "Nenek, Duda itu siapa?" tanya Zana setelah duduk di atas pangkuan Sarah--ibu Kina."Duda itu … teman Kak Kina," jawab Sarah setelan memutar otak, "Kak Kina tidak mau menikah dengan temannya karena Kak Kina maunya menikah dengan Daddy kamu.""Oh, begitu." Zana memangut, pertanda jika dia mengerti dengan perkataan neneknya. "Jadi Kak Kina akan menjadi Mommy Zana?""Iya, Sayang.""Horeee …." Zana menyeru happy, tetepi langsung terdiam saat bersitatap dengan Daddynya. Haih, Daddynya tak pernah galak dan marah padanya, akan tetapi Daddynya pendiam! Zana takut ditelan hidup-hidup oleh Daddynya. Namun, walau begitu, Zana sangat menyayangi Daddynya. Sebab ketika dia sakit, Daddynya lah orang pertama yang akan merawatnya. Daddynya akan menggendongnya lalu menimangnya hingga dia tertidur."Ah, Tuan Zay, mengenai Kina, anak itu … kami pastikan dia akan menikah dengan anda," ucap Luis, nadanya tegas tetapi tersimpan kekhawatiran di dalamnya. "Kina akan menjadi milik anda dan menjadi ibu Zana.""Kina memang ibunya Zana, sejak awal," ucap Zayyan dingin.Luis dan Sarah yang paham dengan perkataan Zayyan, hanya menanggukkan kepala secara pelan."Kina menolak menikah dengan anda se-sebab dia takut jika setelah menikah, anda tidak akan memperbolehkannya untuk mengejar impiannya," ucap Sarah, berbicara sangat hati-hati sebab dia takut salah bicara. "Nak Zayyan, bisakah kamu membiarkan Kina untuk …-""Kalian tidak punya hak untuk mengaturku," ucap Zayyan memotong, "dan tak perlu berpura-pura peduli padanya," tambah Zayyan, menatap dengan menghunus tajam ke arah orang tua Kina. "Ya-ya, Tuan. Sepenuhnya setelah ini Kina menjadi milik anda. Kami tidak akan mencampuri," ucap Luis cepat, berupaya menyenangkan Zayyan agar pria itu tidak memberikan serangan."Yah, memang. Setelah menikah dengan adikku, Kina sepenuhnya menjadi milik keluarga kami. Kalian terlalu payah, tidak pernah benar-benar mengurusnya," ucap Reigha, kakak Zayyan yang ikut ke sini untuk melamar Kina.Orang tua mereka sedang di luar negeri, oleh sebab itu Reigha lah yang mengambil alih. Sejujurnya Reigha bukanlah kakak tertua, masih ada Rafael–Kakak pertama Zayyan. Namun, apapun yang terjadi padanya, sejak dulu Reigha lah yang mengatasi.Mendengar ucapan kakak dari menantu mereka, Luis dan Sarah hanya diam. Ingin membantah tetapi itu benar adanya. Salah satu putri mereka mengidap penyakit autoimun, mereka terlalu fokus padanya sehingga lupa pada putri mereka yang lain. Mereka memang salah!"Minggu depan Kina harus menjadi milikku. Sedikit saja timbul kekacauan, maka kalian dalam masalah besar, Tuan dan Nyonya Dharmasya," peringat Zayyan, memberikan ancaman agar kedua orang ini memastikan jika pernikahannya dengan Kina berjalan dengan lancar. Urusan Kina enggan menikah dengannya, Zayyan tak peduli!Bisa dikatakan selama ini Zayyan sangat menantikan status duda ini, karena dengan begitu dia bisa menikah dengan pujaannya."Baik, Tuan Reigha, kami akan mengurus pesta pernikahan yang megah untuk Tuan Zay dan Putri kedua kami.""Humm."***Sekitar jam lima sore, Kina kembali ke rumah. Dia yakin jika Zayyan dan kakaknya sudah pulang dari."By one sini, Pah, kalau berani!" Kina bermonolog sendiri, menyiapkan mental serta mengumpulkan keberanian untuk menghadapi papanya. Dia yakin jika dia akan dimarahi oleh Luis karena masalah tadi."Hiaaah …." Kina menendang udara, memberikan gerakan seperti kung-fu, "aku ini mantan atlet renang, Pah. Hiya … hiya … hiya …." Sembari berbicara sendiri, Kina terus melakukan gerakan kung Fu, "kalau Papa berani, aku bakalan bilang kalau Papa itu anak ikan! Dengan begitu, kota ini akan banjir, Papa tenggelam dan aku selamat-- aku bisa berenang!" ucapnya, terus kung Fu dan mencerocos tanpa lawan bicara."Hiya …." Kina kembali menendang udara--saat dia berada di belokan, lorong menuju tangga rumah. Namun, tiba-tiba saja seseorang muncul, membuat kaki Kina yang menendang hampir menyentuh dada bidang dari sosok tersebut.Mata Kina membelalak horor, reflek menarik kaki dan langsung mundur beberapa langkah. Jantungnya berdebar kencang, hampir pecah sebab kelakuannya sendiri. Dia hampir saja menendang pria yang ia takuti dan hindari, Zayyan LavRoy Azam!"Ma--Maaf," ucap Kina gugup, membungkuk untuk meminta maaf. Pria itu hanya diam, membuat Kina semakin takut serta panik.Sial! Kenapa pria ini masih di rumahnya.Ketika Kina menegakkan punggung, Zayyan sudah berada tepat di depannya–jarak yang sangat dekat, membuat Kina mabuk oleh aroma parfum Zayyan yang sangat pekat di indera penciumannya. Kina lagi-lagi dibuat panik, jantungnyaa semakin parah–terasa akan copot. Zayyan melangkah mendekatinya, pria itu mencoba mengikis jarak.Kina reflek mundur, seiring langkah kaki Zayyan mendekatinya. Namun, Kina tidak bisa kemana-mana lagi, punggungnya tertahan oleh dinding di belakangnya."Selain denganku kau tidak akan bisa menikah dengan pria manapun." Zayyan tiba-tiba bersuara, membuat sekujur tubuh Kina merinding.Kina sangat gugup, berkeringat dingin saat jemari Zayyan menyentuh kulit wajahnya. Jari panjang dan besar dari pria itu, membelai pipinya dengan gerakan yang … itu membuat Kina merasa horor. Sentuhan Zayyan halus dan dingin, seperti hantu! Kina merinding dan takut!"Aku menjadi duda juga untukmu," tambah Zayyan, membuat Kina mengernyit tak paham. Tampang mukanya bercampur aduk.Zayyan lalu memeluk pinggang Kina, kemudian secara tiba-tiba mencium kening perempuan itu. Sontak Kina melototkan mata. Jantungnya terasa berhenti berdetak untuk beberapa detik, saking syoknya ketika keningnya dicium oleh Zayyan. Setelah itu Zayyan beranjak dari sana, meninggalkan Kina yang masih berdiri dengan raut muka pucat.Dulu, pria itu sangat sopan. Tetapi sekarang, dia lancang mencium Kina! Hanya karena dia duda?! Atau memang istilah duda itu suka menggoda itu benar adanya?"Hah? Kak Kin Berciuman dengan Daddy?"Deg deg deg"Ikut Kakak!" ucap Kina tegas, menarik Zana dari sana agar ikut dengannya. Setelan sampai di kamarnya, dia mengunci pintu agar tak ada yang masuk. "Yang kamu lihat tadi-- Kakak dan Daddymu hanya berbicara. Nggak ada berciuman-berciuman. Lagian kamu tahu tahu dari mana pasal berciuman. Masih kecil juga," ucap Kina pada Zana, dia duduk di lantai beralaskan karpet berbulu. Disusul oleh Zana, yang duduk tepat di sebelahnya. "Tapi kan tidak apa-apa. Kak Kin akan menikah dengan Daddy," celetuk Zana, tiba-tiba berdiri sebab melihat toples berisi bola-bola coklat di meja yang ada dalam kamar. "Kapan aku setuju menikah dengan Daddy kamu? Enggak yah, Zana. Kakak nggak mau menikah dengan Daddy kamu, dia itu du--" Ucapan Kina berhenti seketika, mengingat perkataan Zayyan padanya tadi. 'Aku menjadi duda juga untukmu.' Kepalanya mendadak dipenuhi dengan kalimat dari Zayyan tersebut. Apa maksudnya dan kenapa Kina terus memikirkan itu? "Tadi Kak Kin sudah setuju menjadi Mommy Zana." Zana tidak
"Zayyan, kamu dari mana? Daddy dan Mommy sudah menunggu dibawah dan ijab kabul akan segera dimulai. Cepat ke sana!" galak seorang perempuan, mendapat senyuman tipis dari Zayyan. "Baik, Kakak ipar," jawabnya singkat, masih mengembangkan senyuman indah pada sang kakak. Ziea--kakak ipar Zayyan tersebut, memicingkan mata, menatap bibir adiknya dengan penuh kecurigaan. "Kenapa bibir kamu merah? Kamu habis ngapain, Zayyan?" "Bukankah pengantin harus memakai lipstik, Kak?" Zayyan menjawab sekenehnya, begitu santai dan sama sekali tak panik pada Ziea. "Cepat hapus. Nanti Kak Egamu melihat, dia bisa marah padamu. Nah, lap bibirmu. Mbak tahu kamu habis ngapain. Ck ck, nggak bisa sabar apa?!" Ziea memberikan tissue pada Zayyan, diambil cepat oleh adik iparnya tersebut. Zayyan lagi-lagi tersenyum setelah itu buru-buru beranjak dari sana. ***"A--aku benar-benar telah menjadi istri dari mantan kakak iparku sendiri. Aaaa … bagaimana bisa dan seperti apa aku setelah ini?" panik Kina, saat ini
"Ini foto kita bertiga, Mommy. Ada Daddy, Mommy dan Zana," antusias Zana, di mana saat ini tengah berbaring sembari melihat-lihat hasil foto pernikahan Daddy dan Mommy barunya. Ada banyak foto mereka bertiga yang membuat Zana merasa senang luar biasa. Zana tidak memiliki foto dengan mendiang mamanya, tetapi Zana merasa tak masalah. Sejujurnya Zana merasa hambar dengan mama kandungnya, mungkin karena sejak kecil Kina lah yang merawatnya. Padahal Kina selalu menjelaskan padanya jika mama kandungnya adalah perempuan baik dan pahlawan sebab bertaruh nyawa demi melahirkan Zana. Namun, tetap saja Zana merasa tak ada muncul perasaan apapun yang dia rasakan untuk mamanya. Mungkin karena mamanya juga tak pernah peduli padanya. Maksudnya, mamanya tak pernah mengajaknya mengobrol dan bahkan ogah menatapnya saat Zana berkunjung ke rumah sakit. "Apa kamu dan Mama kandungmu pernah berfoto bersama? Atau … kalian punya foto keluarga?" tanya Kina, ikut berbaring di ranjang sembari ikut melihat-lih
"Katakan, kau ingin malam pertama yang panas atau malam pertama yang panjang?" Deg deg degMata Kina membelalak tak percaya, syok sekaligus takut pada Zayyan. 'Perasaan Kak Zayyan nggak begini deh. Jangankan mesum, menatapku lama-lama saja, dulu dia nggak pernah. Tapi kok-- kok habis ditinggal istrinya dia jadi mesum begini?' batin Kina, bergerak mundur dengan pandangan serta gerak-gerik gugup. "Ma-malam jum'at saja, Kak," jawab Kina sekenehnya. Dia mengatakan malam jum'at karena malam jumat kliwon adalah malam yang mengerikan dan banyak hantu. Maksud Kina ke arah sana. Namun, saat melihat Zayyan menyunggingkan smirk tipis yang mengisyaratkan sesuatu, Kina seketika membelalak. Saat itu juga dia ngeh dengan apa yang barusan ia katakan. Kina dengan cepat menggelengkan kepala. "Bu-bukan!" pekiknya setengah frustasi, menyilangkan tangan di depan dada dan terus mundur secara panik, "ma-maksudku bukan itu, Kak--Mas. Tolong jangan berpikiran ke arah sana.""Tidak." Zayyan menjawab enteng,
"Kemari," titah Zayyan dengan nada datar, tetapi menyunggingkan smirk tipis ke arah Kina. Maniknya memancar terang, namun cukup mengerikan serta mengintimidasi bagi Kina. Kina menggelengkan kepala, takut menghampiri Zayyan. Sial! Ini semua gara-gara bocah kematian di sebelahnya. Kina rasanya ingin sekali mencubit Zana! "Kemari, Angie," perjelas Zayyan. Pada akhirnya Kina menghampiri Zayyan, dia terpaksa karena malu ditatap oleh tangan kanan suaminya dan para pelayan di rumah ini. Setelah di depan Zayyan, Kina langsung meraih tangan pria itu kemudian menyalamnya. Dengan kikuk dan gugup, dia mencium punggung tangan pria yang telah sah menjadi suaminya tersebut. Setelah melakukannya, Kina buru-buru beranjak. Akan tetapi sialnya Zayyan tak melepas tautan tangan diantara mereka. Pria itu menyentak tangannya–membuat Kina berakhir menabrak dada bidang Zayyan secara cukup kuat. Bug' "Au …." Kina meringis pelan. Namun, mendadak membatu dengan punggung memanas dan pipi memerah saat Zayyan
"Mommy sedang apa?" tanya Zana, saat ini memperhatikan secara lekat dan teliti pada apa yang Kina lakukan. Zana sangat senang. Seharian dia bermain dengan Kina dan tadi mereka mandi bersama. Meskipun dia biasa melakukan ini, tetapi kali ini terasa berbeda sebab Kina berstatus sebagai mommynya. Walau Kina masih menyebut dirinya 'aku dan bukan 'mommy, tetapi Zana sudah sangat bersyukur. Mungkin Kina masih memposisikan diri sebagai teman bagi Zana, tetapi tanpa sadar sudah sejak lama dia berperan sebagai ibu dari Zana. Seperti tadi, setelah mandi bersama, dia yang membantu Zana berpakaian, mengeringkan rambut keponakannya yang sekarang sudah menjadi anaknya. Lalu dia juga menata rambut putrinya tersebut. Kina hanya perlu terbiasa dipanggil mommy dan sadar jika dia memang ibu bagi Zana. Saking pedulinya dia pada Zana, dia sendiri tak sempat mengeringkan rambut. Sekarang malah sibuk meletakkan sesuatu di setiap meja yang ada pada ruangan di rumah ini. "Aku sedang menukar kalender baru
"Kau menghapus hari jum'at agar tidak ada yang namanya malam jum'at, Humm?" "Hehehe …." Kina cengengesan, menatap takut bercampur tak enak pada Zayyan. Bukan masalah tak ingin melakukan kewajibannya sebagai seorang istri, tetapi Kina hanya merasa tak sepatutnya hubungannya dengan Zayyan sejauh itu. Sampai saat ini, Zayyan masih kakak ipar yang harus ia hormati dan segani. Zayyan milik kakaknya dan Kina tak mungkin merampas Zayyan dari kakaknya. Namun, alasan paling jujur adalah Kina sangat takut! "Cengir!" dengkus Zayyan, menyentil kening Kina cukup kuat. Perempuan itu buru-buru mengusap kening lalu menjauh saat Zayyan melepas pelukannya pada pinggang istrinya. Zayyan merogok saku celana, mengeluarkan handphone kemudian mengotak-atik sejenak handphone tersebut. Setelahnya Zayyan menarik Kina, dia duduk di pinggir ranjang sedangkan Kina duduk di atas pangkuannya. Punggung Kina tegak dan kaku, jantungnya berdebar kencang dan mukanya begitu konyol. Ini pertama kalinya dia sangat int
"Jika Kenna sakit perut setelah ini, kau akan tahu akibatnya!" marah Zayyan, saat ini sudah berada di rumahnya–menginterogasi Kina karena telah berani membawa Zana keluar rumah dan memakan makanan yang dilarang untuk putrinya. Bukan karena ingin merasa lebih tinggi perihal status, tetapi putrinya tidak bisa memakan jajanan sembarang. Zana bisa sakit perut atau paling parah demam berminggu-minggu. Imun putrinya berbeda dengan imun anak lainnya. "Maafkan aku," ucap Kina menundukkan kepala. 'Lebay sekali. Makan batagor doang nggak bakalan bikin putrimu KO kali. Ck.' batinnya, dongkol pada Zayyan sebab menurutnya Zayyan berlebihan pada Zana. Maksud Kina, memang benar tidak semua lambung orang sama dan tidak semua orang bisa makan ini ataupun itu. Tetapi jika dibiasakan bukankah akan terbiasa?! Contohnya Zana. Jajanan seperti itu memang membuatnya sakit perut, tapi itu karena belum terbiasa. "Kau memang telah menjadi ibunya. Tetapi bukan berati kau bisa seenaknya membawa Zana keluar da
"Seru nggak tadi mainnya sama Kak Kendrick?" tanya Zana pada putranya, mendapat anggukan dari putranya tersebut. "Selu." Abizard menjawab dengan cepat, "tapi sekalang Abi mengantuk, Mom. Abi ingin tidul." Abizard memeluk leher mommynya lalu menyenderkan kepala ke pundak sang mommy. "Hu'um. Kita sudah di rumah dan bentar lagi kita sampai ke kamar," ucap Zana, menggendong putranya. Dia tersenyum lembut, mengingat masa indah saat mengandung putranya. Ebrahim– suaminya, dulu sering muntah-muntah saat Zana mengandung Abizard. Saat melahirkan, Ebrahim menangis karena terharu. Suaminya begitu bahagia, terus mengungkapkan kata cinta pada Zana. Senyuman Zana lebih lebar saat mengingat kebaikan suaminya yang bersedia ikut menjaga Abizard. Meskipun Ebrahim sudah lelah dari kantor, malam butuh tidur, tetapi semisal Abizard terbangun di malam hari, Ebrahim bersedia menjaga putra mereka. Ebrahim bukan hanya suami yang baik, tetapi dia juga ayah yang sangat baik. Yah, walau suaminya itu semakin
---Empat tahun kemudian--- "Weiiih, itu anak siapa? Tampan sekali. Ya ampun!!" pekik seorang perempuan, berlari kecil ke arah Alana untuk menghampiri anak laki-laki yang terlihat tampan dan menggemaskan tersebut. Ketika anak itu tersenyum manis padanya, perempuan cantik itu semakin dibuat meleleh. "Aaaa … tampan sekali, dan … sangat manis. Murah senyum yah," ucap Kanza, mengusap pucuk kepala anak kecil yang ia tebak berusia tiga tahun atau empat tahun tersebut. "Alan, ini anak siapa?" tanyanya kembali. Mereka semua habis foto keluarga, kemudian acara lanjut dengan makan bersama–kediaman Azam. Tadi, anak ini tak ada. Oleh sebab itu Kanza terus bertanya-tanya siapa anak kecil tampan yang menggemaskan ini. "Abizard Mahendra, putranya Kak Ebrahim dan …-" jawab Alana tetapi dipotong cepat oleh Kanza. "Hah? Kak Ebrahim sudah menikah? I--ini anak dia?" kaget Kanza yang tak tahu jika Ebrahim, kakak dari sahabatnya ini telah menikah. Kanza adalah istri Razie dan mereka sudah punya
Hari ini adalah hari kelulusan Zeeshan. Akan tetapi karena orangtuanya sudah kembali ke Paris–setelah sehabis pesta ulang tahun pernikahan Gabriel dan Satiya, maka Zana dan Ebrahim lah yang menjadi perwakilan untuk menghadiri acara perpisahan tersebut. Ebrahim sebenarnya tak ingin Zana keluar rumah karena takut Zana bertemu dengan Jaki–sepupu jauh Zana yang suka pada Zana, saat di pesta ulang tahun pernikahan Gabriel. Ebrahim semakin posesif pada istrinya, dia sangat menggilai Zana. Namun, ini adalah hari penting adik istrinya, mau tak mau Ebrahim harus mengizinkan. "Awas saja jika matamu jelalatan," peringat Ebrahim, menggandeng erat tangan istinya. Mereka berjalan menuju aula, tempat kelulusan dilaksanakan. Zana menatap suaminya cemberut, mendengkus setelahnya. 'Setelah pulang dari pesta, Kak Ebrahim semakin galak. Dia sangat suka mengurungku dan lebih pengekang. Ck, nggak asik sekali.' batin Zana, menganggukkan kepala lesu secara pelan. Setelah sampai di tempat, Zana dan Ebrah
"Lah." Zana menganga kaget, syok melihat Ebrahim ada di sana. Dia mengerjapkan mata kemudian segera bangkit, menghampiri suaminya. Namun, tindakannya tersebut ia urungkan karena banyak sepupunya yang laki-laki ada di sana. Sejujurnya Zana sedikit tak suka bertemu para keluarganya. "Kenapa tidak jadi menemui Kak Ebra?" tanya Kina, sudah berada di sebelah putrinya–ikut menatap kemana arah mata putrinya melihat. Kina dan Zayyan baru pulang dari Paris. Ada dua alasan yang membuat mereka segera pulang. Pertama, kehamilan Zana dan yang kedua ulang tahun pernikahan mertua Kina. "Aih, ada banyak abang-abang speak om-om di sana, Mom. Zana tak suka," celetuk Zana pelan, cukup kaget ketika mommynya berada tepat di sebelahnya. Kina berdecak pelan, menepuk pundak Zana lalu menarik putrinya untuk beranjak dari sana. "Mommy itu sebenarnya ingin marah sama kamu. Suami kamu kan sakit, kenapa masih dibawa kemar
"Tu-Tuan Zayyan." Tamara berdiri, menutup hidung yang mungkin patah akibat pukulan Zana. Dia menundukkan kepala pada sang Tuan Azam yang terkenal dengan rumor dark. Tamara sering mendengar rumor mengerikan tentang Zayyan LavRoy Azam, sosok dingin yang katanya mudah melenyapkan seseorang yang mengusiknya. Zayyan juga mudah marah dan tak terkendalikan, mereka bilang hanya sosok Reigha serta istri Zayyan sendiri yang bisa menenangkan Zayyan apabila marah.Sekarang sosok itu ada di hadapan Tamara. Meski sudah berumur, tak bisa Tamara pungkiri jika dia terpesona. Sosok itu luar biasa sangat tampan, berkarisma dan berwibawa. Ah iya, Zayyan LavRoy Azam memang dikenal sebagai Azam tertampan. Akan tetapi, katanya tak ada wanita yang berani mendendekati pria ini–saking banyaknya rumor mengerikan tentang Zayyan. "Tuan, perempuan ini memukulku dan hidungku …-" Tamara ingin mengadu agar Zana dimarahi oleh sosok mengerikan itu. Namun, tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangan sehingga Tarama berhe
"Jika Mas Ebra masih merasa mual, Mas Ebra sebaiknya tak usah datang. Mas Ebrahim istirahat saja di rumah, aku saja yang ke sana," ucap Zana lemah lembut, mengusap pucuk surai lebat Ebrahim. Suaminya tengah berbaring di ranjang, berbantalkan paha Zana. Dia sesekali menelusup ke perut Zana, mencium dengan rakus aroma istrinya. Seperti biasa, Zana wangi dan segar. Ah yah, ada bayi miliknya yang berkembang dalam perut Zana. Bisakah Ebrahim berbangga diri? Karena bukan hanya menaklukan putri Azam yang terkenal tukang onar ini, tetapi dia juga bisa membuatnya mengandung benihnya. "Ck." Ebrahim berdecak pelan. Bagaimana bisa dia membiarkan Zana pergi sendiri tanpa dirinya? Walaupun ke kediaman Azam–untuk merayakan ulangtahun pernikahan kakek neneknya, tetapi Ebrahim tak bisa membiarkan Zana. Namun, kondisi Ebrahim beberapa hari ini semakin parah. Dia semakin sering mual dan demamnya jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Apa karena bakso bakar? "Aku ikut." Ebrahim berucap serak
"Humm?" Ebrahim mengerutkan kening, menatap tak percaya pada Zana. Istrinya tadi memanggilnya …- "Ahahaha … katanya Zana tak mau," ucap Lea dengan nada meledek. Zana yang menyadari panggilannya pada Ebrahim langsung melebarkan mata. Dia menatap Ebarhim cepat dan segera menggelengkan kepala. "Aku-- aku bisa jelasin, Kak," panik Zana. Lea dan Haiden terkekeh geli karena mendengar ucapan Zana. Menantu mereka sangat lucu. "Tak ada yang harus kamu jelaskan, Zana," geli Haiden pada sang menantu. "Aku salah …." Zana menutup wajah dengan tangan, "panggil," lanjutnya, menahan senyuman geli. Ebrahim tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Zana, dia juga mencubit gemas pipi istrinya. Makhluk satu ini sangat lucu. "Tidak apa-apa kau memanggil Kakak dengan sebutan mas. Dengan begitu kakak juga akan memanggilmu Dek." "Elleh." Alana memutar bola mata jengah mendengar ucapan kakannya. Maklum, Alana jomblo dan dia sedikit mual dengan hal berbau romantis. "Muka seram sok manis," lanjut Alana
"Kak." Panggil seseorang yang tengah Nindi dan Zana bahas. Keduanya langsung menoleh, Zana dengan tatapan penuh interogasi dan Nindi dengan muka panik serta pucat. Matilah Nindi jika sampai Zeeshan melihat gelang ini! Tunggu! Zeeshan memanggil perempuan ini dengan sebutan apa? Sayang, Kak atau apa? Saking gugupnya dia, Nindi tak ingat betul. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Zana, memicingkan mata pada adiknya. Setelah itu melirik tipis pada gadis di samping Zeeshan, setelah itu dia senyum jahil. Zeeshan yang paham dengan lirikan kakaknya, segera menoleh pada sosok di sebelahnya–di mana gadis di sebelahnya langsung menutup wajah menggunakan novel. "Aku diminta oleh Kak Ebra untuk menyusulmu. Dia takut Kakak kenapa-napa," jelas Zeeshan. "Kak Zan sudah selesai?" "Belum." Zana menjawab santai, "aku masih ingin mencari komik kesukaanku." "Aku punya." Zeeshan menjawab cepat, langsung menggandeng tangan kakaknya–menariknya supaya beranjak dari sana. "Dek, duluan yah," pamit Zana
Zana berhenti sejenak di toko buku, dia ingin membelikan Alana buku. Ada sebuah novel yang menjadi incaran Alana, sudah keluar, dan Zana ingin menbelikannya pada Alana. "Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri karya CacaCici," gumam Zana, mengingat-ingat novel yang ingin ia cari tersebut. Tak lama, Zana menemukan buku itu. Dia membaca sinopsis dan dia menjadi tertarik. "Kisah seorang suami yang tiga tahun mendiami istrinya karena salah paham, dan ketika istrinya lelah barulah dia sadar akan cinta yang dia miliki pada istrinya. Dia mengejar cinta istrinya dan berupaya menjadi suami yang baik juga. Wah … menarik sekali novel ini. Penulisnya pasti keren. Ckckck …." Zana mengambil dua buku karena dia juga menginginkannya. "Permisi, Kak." Zana yang ingin beranjak dari sana untuk membayar buku yang dia ambil, seketika beranjak. Dia menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Ada hal yang aneh, perempuan itu terlihat terkejut saat melihat Zana. Sedangkan Zana, dia merasa tak pernah mengenali