Saat masuk ke dalam mobil, Kanaya dan Tania terlihat antusias menatap teman ibunya yang ada di dalam mobil.
"Tante Irma!" teriak keduanya dengan wajah senang.
Irma saat itu hanya membalas balik senyum kecil dari bibirnya, saat melihat dua anak kecil yang ada tepat di kursi belakang mobil itu.
"Anak-anak menyebalkan ini lagi! Kenapa aku harus mengiyakan Vania untuk membawa anak-anak berisik ini jalan-jalan bersamaku? Bikin tambah sakit kepala saja dibuatnya!" batin Irma yang terlihat tersenyum, tapi hatinya menolak keras kehadiran dua bocah perempuan di hadapannya itu.
"Kalian duduk yang benar. Pakai sabuk pengaman ya! Hari ini mama dan Tante Irma mau ajak kalian jalan-jalan ke taman hiburan. Bagaimana? Kalian senang tidak mau jalan-jalan dengan Tante Irma?" tanya Vania dengan senyum penuh semangat.
"Senang!" teriak kedua anak itu serentak.
Akhirnya mobil yang dikendarai Vania pun mulai berjalan menuju arah taman hiburan. Tentu saja anak-anak Vania terlihat senang, dan antusias menyanyi sepanjang jalan menuju arah taman hiburan itu. Sementara Irma, terlihat hanya sedikit meringis, merasa gendang telinganya tidak kuat mendengar nyanyian bocah-bocah yang ada di kursi belakang mobil itu.
"Berisik sekali! Kenapa mereka tidak bisa diam? Kalau bukan karena Vania banyak uang, dan bisa memberikan manfaat untuk hidupku, aku tidak akan sudi satu mobil dengan dua anak berisik ini," batin Irma yang terus menggerutu dalam hati selama mereka berada di dalam mobil.
Tak beberapa lama, mobil Vania pun sampai di taman hiburan. Dia mencari tempat parkir mobil, dan membawa dua anaknya keluar dari mobil menuju taman hiburan itu. Sementara Vania begitu antusias ajak dua anaknya ke teman hiburan itu, terlihat Irma berjalan mengiringi mereka dengan wajah yang sedikit lesu.
"Benar-benar bocah sialan! Apa mereka tidak capek sepanjang jalan terus bernyanyi dan mengoceh ini itu? Kepalaku sakit sekali!" batin Irma sambil sesekali memijat keningnya.
Vania membeli tiket masuk wahana, dan mulai menaiki beberapa wahana anak untuk membahagiakan dua anak perempuannya itu. Biasanya Vania datang ke taman hiburan dengan suaminya, tapi kali ini dia ditemani sahabatnya bermain dengan kedua anaknya di taman hiburan itu.
Di mata Vania, Irma sudah dia anggap seperti saudara perempuannya sendiri. Tapi bagi Irma, Vania tak lebih hanya sekedar pohon uangnya, yang bisa dia gunakan saat dia benar-benar kepepet. Irma tahu kondisi keuangan Vania yang serba berkecukupan. Dibandingkan kehidupan dia, tentu kehidupan Vania adalah impian yang dia inginkan selama ini.
Irma semakin iri pada Vania, saat tahu selain bergelimang harta, Vania juga punya suami yang tampan dan perkasa. Saat melihat foto pernikahan Vania dan suaminya, dia sudah bisa membayangkan rasanya bersetubuh dengan suami sahabatnya itu.
"Aku harus cari kesempatan untuk bertemu langsung dengan suami Vania. Aku yakin dia akan tergoda padaku setelah dia melihat aku nanti. Dia harus jadi milikku. Aku harus rebut semua hal-hal baik yang Vania miliki," batin Irma yang mulai berpikir jahat untuk merebut suami teman baiknya itu.
Vania masih mengajak kedua anaknya bermain, sementara Irma hanya diam di kursi tunggu yang ada di taman itu. Tidak tertarik dirinya bergabung dengan Vania bak bocah seperti itu. Dia harus tetap terlihat elegan, dia harus tetap terlihat cantik, siapa tahu ada seseorang yang memperhatikannya dan mengajak dia kencan nanti.
Seperti yang dibayangkan Irma, seorang pria berusia 33 tahun datang menghampirinya. Dia cukup tampan. Tubuh tinggi dan terlihat perkasa. Hal pertama yang dilihat Irma adalah isi dompet, dan barang tersembunyi dibalik celana pria itu.
Setelah dia memastikan pria itu bisa memuaskannya, Irma pun berbisik pelan di telinga pria itu. Dengan wajah cantik, dia mulai menggoda pria di hadapannya itu.
"Aku mau tahu isi dompetmu!" bisik Irma saat itu.
"Aku ada uang tunai satu juta. Apakah ini cukup?" ucap pria itu sambil memberikan dompetnya pada Irma.
"Cukup. Mau ajak aku ke mana? Aku pasrah!"
"Ayo, ayo ikut aku!" ucap pria itu dengan senyum mesumnya menarik tangan Irma untuk ikut bersamanya ke arah gudang di sekitar taman hiburan itu.
Pria itu tak tahan lagi. Dia mencium bibir Irma secara brutal. Sementara tangan pria itu menjelajahi tubuh seksi gadis itu.
"Pelan-pelan! Lakukan sampai kamu puas!" bisik binal gadis itu.
Mendengar kata-kata Irma, pria itu pun makin bernafsu. Seperti itulah selama ini cara Irma mencari uang. Dia berpura-pura bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah rumah makan, padahal sebenarnya dia menjual tubuhnya pada suami pemilik rumah makan itu. Saat istri pemilik rumah makan tahu perselingkuhan suami dan pekerjanya, tentu saja dia langsung memecat Irma. Bukan hanya itu, bahkan dia menyebarkan informasi tentang Irma yang menjual diri pada suaminya yang berusia lima puluh tahunan.
Bagi Irma tidak perduli seperti apa bentuk rupa pria yang dia setubuhi, selama diberi uang dan kepuasan, dia tidak menolak. Selama ini orang-orang di sekitarnya tahu Irma seorang janda baik dan terhormat, tapi kenyataannya dia bisa tidur dengan siapa saja yang mampu membayarnya. Namun bagaimanapun dia tidak mungkin seumur hidup terus menjual diri. Jadi dia memutuskan untuk mengejar suami Vania dan mencari cara menggoda suami temannya itu agar mau menjadikan dia istri keduanya.
Setelah cukup lama tinggal dengan pria asing itu, akhirnya keduanya keluar dari gudang terbengkalai, yang ada di sekitar taman hiburan. Irma mengambil uang dari dompet pria yang menyetubuhinya itu. Dia langsung merapikan bajunya dan pergi meninggalkan pria itu. Sepertinya Irma sudah lihai dalam hal itu. Setelah membuat pria itu mabuk dengan tubuhnya dan kelelahan, dia langsung mengambil uang dan pergi dari tempat itu.
Sementara Vania terlihat kebingungan mencari Irma yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Saat sedang mencari Irma, Vania terkejut melihat sang suami datang untuk menjemput mereka. Karena tidak juga bertemu dengan Irma, akhirnya Vania memutuskan untuk pulang dengan suaminya. Sementara mobil yang sebelumnya dibawa Vania, dikendarai oleh supir yang mengantar Candra ke taman hiburan itu.
"Kalian baru pulang dari sekolah, bisa-bisanya main ke taman hiburan tanpa ajak papa. Kalian benar-benar mencari kesenangan sendiri ya? Papa tidak akan belikan ice cream lagi untuk kalian," ucap Candra sambil mengendarai mobil, tapi sesekali melihat dua anaknya di kursi belakang mobil dari kaca spion.
"Papa gak diajak! Kamu main dengan teman mama!" ucap Kanaya dengan wajah polosnya.
"Teman? Teman mama yang mana?" tanya Candra bingung.
"Itu loh Tante Irma. Teman kampus mama dulu!" balas Kanaya lagi.
Mendengar nama Irma, Candra langsung menoleh ke arah Vania dengan wajah tidak suka.
"Ma, bukankah aku sudah bilang kalau kamu gak boleh punya hubungan apapun dengan janda itu. Dia bukan wanita baik-baik. Aku gak mau kamu terpengaruh hal buruk karena dekat dengannya. Terlebih lagi dia suka memanfaatkanmu untuk bayar kontrakannya. Dia bukan teman yang baik, yang pantas kamu anggap saudara," ucap Candra yang membuat Vania terkejut melihat ekspresi marah suaminya saat itu.
Vania terlihat diam, tak berani mengelak pada apa yang dikatakan suaminya itu. Tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Candra, selama ini Vania dekat dengan Irma, tapi tidak pernah sekalipun wanita itu bersikap seperti seorang teman. Dia datang hanya saat butuh. Dia selalu meminta bantuan pada Vania, dan selalu berakhir membuat Vania mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk wanita itu. Sudah lama Candra geram. Setiap kali ditanya darimana, Vania mengatakan pergi dengan Irma. Awalnya Candra tidak terlalu perduli, tapi saat Vania beberapa kali bercerita jika Irma berulang kali diusir dari kontrakan karena nunggak, tentu saja Candra marah. Lagi-lagi istrinya lah yang harus membayar uang kontrakan temannya yang nunggak beberapa bulan. Masih muda tapi suka dikasihani, mirip pengemis, itulah bayangan Candra tentang wanita yang jadi teman baik istrinya itu. "Pokonya lain kali kalau dia pinjam uang, atau dia nunggak bayar kontrakan, kamu gak boleh kasih pinjam dia uang lagi. Dia itu
Candra terkejut dengan kedatangan seorang wanita cantik di rumahnya itu. Padahal jelas-jelas selama ini, setelah dia menikah dengan Vania, dia tidak pernah merasakan lagi getaran cinta selain saat bersama istrinya. Tapi bisa-bisanya di pertemuan pertamanya dengan wanita ini, hati Candra dibuat bergetar dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Candra tahu ini salah. Dia sadar kalau seharusnya tidak ada perasaan semacam ini setelah dia menikah dan punya anak dari Vania. Vania istri yang baik, Candra pun sangat mencintai dia. Tapi di sisi lain, Candra juga seorang pria. Dia kaya, dia punya segalanya, dan dia juga ingin merasakan cinta lain yang mungkin bisa lebih memuaskan hasratnya.Pikiran Candra masih melayang, menatap gadis cantik yang menanyakan tentang istrinya itu. Siapa yang mengira jika wanita cantik yang membuat Candra jatuh cinta pandangan pertama adalah Irma, sahabat istrinya yang selama ini memanfaatkan uang Vania. "Kalau Irma suka uang, bukankah mudah untuk membuat dia ter
Setelah selesai berpakaian lengkap, Candra pun keluar dari kamar menuju arah ruang tamu. Asisten pribadinya sudah menunggu di sana dengan wajah tampak gelisah. Mungkin dia takut mereka ketinggalan pesawat untuk dinas ke luar kota. Candra pun menatap Vania, dan mencium kening istrinya sebelum dia berangkat. Anak-anak mereka sudah pergi dengan sopir ke sekolah mereka, jadi suasana rumah akan sepi saat Candra berangkat saat itu. Melihat wajah cantik Vania, rasanya berat hati Candra meninggalkan istrinya sendirian di rumah seperti ini. "Aku akan cepat pulang kalau pekerjaanku sudah selesai. Ingat hal yang aku katakan, kamu gak boleh bergaul terlalu dekat dengan Irma. Paham?" ucap Candra sambil mengusap lembut wajah Vania."Memangnya kenapa sih dengan Irma, Mas? Kenapa sepertinya kamu memusuhi Irma sekali?" tanya Vania terlihat keberatan dengan pesan yang Candra katakan padanya itu. "Pokonya nurut aja ya!" ucap Candra yang disambut anggukan kepala dari Vania. Alih-alih minta Vania menja
Candra terlihat kebingungan sendiri, apa sebenarnya yang ingin dilakukan pada Irma? Jelas-jelas dia punya Vania, istri yang nyaris sempurna dan sangat mencintainya. Bisa-bisanya dia malah cemburu melihat Irma jual diri, dan berniat ingin menafkahinya. Hal itu benar-benar membuat Candra tak habis pikir pada dirinya sendiri. Sesaat Candra masih diam dengan pertanyaan yang ditanyakan Irma padanya saat itu. Apakah sungguh dia ingin Irma jadi simpanannya? Rasanya Candra tidak bisa berpikir saat itu, dan memilih untuk meninggalkan Irma dengan cek yang dia berikan pada gadis itu. "Tunggu!" teriak Irma lagi sambil memeluk tubuh Candra dari belakang. Tentu saja Irma tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Kapan lagi dia bisa dapat uang banyak dari seorang pria, bahkan pria itu menjanjikan akan menafkahinya seumur hidup. Walaupun tahu Candra suami sahabatnya, Irma yang buta akan uang dan harta, memilih menutup mata dan mencari cara untuk membuat suami sahabatnya itu terikat padanya. "Mas
Irma membalas pelukan Vania. Dia memperlihatkan wajah meremehkan di balik punggung Vania saat itu."Ya, bagiku, kamu juga sudah seperti saudara kandungku sendiri. Terima kasih sudah jadi teman baikku selama ini," ucap Irma sambil terus memasang wajah licik sambil memeluk tubuh sahabatnya itu.Vania selalu berusaha untuk menjadi sahabat baik yang bisa membantu Irma sebisa yang dia mampu. Tapi di sisi lain, Irma justru berusaha sekuat tenaga menghancurkan sahabatnya hanya karena rasa iri, dan dengki pada kehidupan Vania yang jauh lebih baik dari kehidupannya.Sejak saat itu, Irma sering bolak-balik ke rumah Vania. Dia sengaja datang dan pergi ke rumah itu untuk mengecek kapan Candra, suami Vania pulang dari perjalanan bisnisnya.Hingga seminggu berlalu, saat Irma sedang main di rumah Vania, mobil mewah Candra datang, dan berhenti tepat di halaman rumah mewah itu. Candra berjalan kelua
Irma tersenyum senang. Tidak mengira impiannya bisa tidur dengan suami Vania bisa benar-benar terwujud tadi malam. Tubuh gagah dan kuat Candra benar-benar menggagahi tubuhnya. Rasanya Irma terlena dengan hebatnya pria tampan itu saat bergulat di atas ranjang tadi malam. Irma memakai pakaiannya, dan berjalan keluar dari kamar hotel itu. Dia diminta Candra untuk meminum obat pencegah kehamilan, tapi hal yang diminta Candra lakukan tak dilakukan oleh Irma karena kehamilan memang hal yang dia tunggu untuk menjerat Candra agar bisa memiliki hubungan lebih dalam, dengannya. Di sisi lain, terlihat Vania bangun tidur dalam keadaan linglung. Dia menatap di samping tempat tidur, dan mendapati suaminya sudah tidak ada di sana. Dengan cepat Vania bangun untuk mencari keberadaan suaminya. Dia pun berkeliling rumah, namun tak menemukan keberadaan suaminya itu. "Kemana perginya mas Candra pagi-pagi begini?" batin Vania bingung. Saat sedang mencari keberadaan Candra, tiba-tiba ponsel Vania berder
Vania masih terlihat memperhatikan hal yang dilakukan suami dan sahabatnya itu. Dia pun dengan cepat menghampiri mereka seraya pasang wajah kesal dan marahnya. "Ada apa ini? Apa yang sedang kalian lakukan? Kenapa kalian diam-diam bertemu di belakangku? Ada apa?" tanya Vania dengan ekspresi marahnya. Saat itu terlihat wajah Candra kaget. Dia benar-benar tidak pintar mengelak, dan mencari alasan untuk menghadapi hal semacam ini. Bagaimana dia harus beralasan di depan sang istri perihal hubungannya dengan Irma? Tentu saja dia tidak ingin Vania tahu tentang hubungan terlarang antara dia dan Irma. "Kamu kok di sini, Vania? Ngapain?" tanya Irma yang membuat Vania makin meradang mendengar kata-katanya. "Ngapain? Pertanyaan macam apa itu? Aku datang ke kantor suamiku adalah hal yang wajar karena aku istrinya. Sementara kamu, kamu sahabatku, tapi kamu datang ke kantor suamiku di belakangku. Kamu bertemu berduaan dengan suamiku, dan berbincang dekat seperti ini. Tidak bolehkah aku tahu, apa
Setelah cukup lama berbelanja bahan makanan, akhirnya Vania, Candra, dan Irma pun pulang. Terlihat Candra masih memberikan perhatian mesra pada Vania, seakan tidak ada wanita lain di mata Candra selain istrinya itu. Sementara Irma terlihat menatap benci dengan hal yang dilakukan pria itu. Padahal sebelumnya begitu menggilai tubuhnya, kini malah bersikap seperti orang asing yang benar-benar tidak saling kenal.Saat sampai rumah, Vania menatap dua anaknya sudah ada di sana dengan supir jemputan mereka. Melihat itu Vania pun langsung bergegas masuk, dan menemani dua anaknya yang memintanya mengikat rambut.Setelah Vania masuk ke kamar anak-anaknya, Irma yang melihat Candra duduk di sofa ruang tamu, langsung ikut duduk di sampingnya. Dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Candra yang ada di sisinya itu."Mumpung Vania di kamar, bagaimana kalau kita lakukan satu ronde di kamar tamu? Tidakkah k
Vania tak berhenti menangis. Dia tidak bisa melupakan hal yang dia dengar di kamar tamu tadi. Bagaimana bisa dua orang yang sangat dia sayangi dan dia percaya selama ini, ternyata mereka berkhianat di belakang Vania?Sakit rasanya hati Vania saat itu. Bahkan dia seakan tidak ingin lagi muncul di hadapan suami dan sahabatnya itu. Alih-alih mau makan malam untuk permohonan maafnya karena salah paham pada suami dan sahabatnya, justru dia malah mendapati kebenaran dari hal yang selama ini dia ragukan.Berulang kali Vania terus berpikir dalam tangisnya. Apa sebenarnya kurangnya dia selama ini sebagai seorang istri? Kenapa teganya suaminya berkhianat, bahkan berselingkuh dengan sahabat baik istrinya sendiri.Begitu pula Vania berpikir, kenapa sahabat yang selama ini dia tolong, dan dia anggap sebagai saudara sendiri, tega merebut suaminya. Kenapa keduanya bisa bekerjasama menghancurkan hati Vania hingga dia merasa mau ma
Setelah cukup lama berbelanja bahan makanan, akhirnya Vania, Candra, dan Irma pun pulang. Terlihat Candra masih memberikan perhatian mesra pada Vania, seakan tidak ada wanita lain di mata Candra selain istrinya itu. Sementara Irma terlihat menatap benci dengan hal yang dilakukan pria itu. Padahal sebelumnya begitu menggilai tubuhnya, kini malah bersikap seperti orang asing yang benar-benar tidak saling kenal.Saat sampai rumah, Vania menatap dua anaknya sudah ada di sana dengan supir jemputan mereka. Melihat itu Vania pun langsung bergegas masuk, dan menemani dua anaknya yang memintanya mengikat rambut.Setelah Vania masuk ke kamar anak-anaknya, Irma yang melihat Candra duduk di sofa ruang tamu, langsung ikut duduk di sampingnya. Dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Candra yang ada di sisinya itu."Mumpung Vania di kamar, bagaimana kalau kita lakukan satu ronde di kamar tamu? Tidakkah k
Vania masih terlihat memperhatikan hal yang dilakukan suami dan sahabatnya itu. Dia pun dengan cepat menghampiri mereka seraya pasang wajah kesal dan marahnya. "Ada apa ini? Apa yang sedang kalian lakukan? Kenapa kalian diam-diam bertemu di belakangku? Ada apa?" tanya Vania dengan ekspresi marahnya. Saat itu terlihat wajah Candra kaget. Dia benar-benar tidak pintar mengelak, dan mencari alasan untuk menghadapi hal semacam ini. Bagaimana dia harus beralasan di depan sang istri perihal hubungannya dengan Irma? Tentu saja dia tidak ingin Vania tahu tentang hubungan terlarang antara dia dan Irma. "Kamu kok di sini, Vania? Ngapain?" tanya Irma yang membuat Vania makin meradang mendengar kata-katanya. "Ngapain? Pertanyaan macam apa itu? Aku datang ke kantor suamiku adalah hal yang wajar karena aku istrinya. Sementara kamu, kamu sahabatku, tapi kamu datang ke kantor suamiku di belakangku. Kamu bertemu berduaan dengan suamiku, dan berbincang dekat seperti ini. Tidak bolehkah aku tahu, apa
Irma tersenyum senang. Tidak mengira impiannya bisa tidur dengan suami Vania bisa benar-benar terwujud tadi malam. Tubuh gagah dan kuat Candra benar-benar menggagahi tubuhnya. Rasanya Irma terlena dengan hebatnya pria tampan itu saat bergulat di atas ranjang tadi malam. Irma memakai pakaiannya, dan berjalan keluar dari kamar hotel itu. Dia diminta Candra untuk meminum obat pencegah kehamilan, tapi hal yang diminta Candra lakukan tak dilakukan oleh Irma karena kehamilan memang hal yang dia tunggu untuk menjerat Candra agar bisa memiliki hubungan lebih dalam, dengannya. Di sisi lain, terlihat Vania bangun tidur dalam keadaan linglung. Dia menatap di samping tempat tidur, dan mendapati suaminya sudah tidak ada di sana. Dengan cepat Vania bangun untuk mencari keberadaan suaminya. Dia pun berkeliling rumah, namun tak menemukan keberadaan suaminya itu. "Kemana perginya mas Candra pagi-pagi begini?" batin Vania bingung. Saat sedang mencari keberadaan Candra, tiba-tiba ponsel Vania berder
Irma membalas pelukan Vania. Dia memperlihatkan wajah meremehkan di balik punggung Vania saat itu."Ya, bagiku, kamu juga sudah seperti saudara kandungku sendiri. Terima kasih sudah jadi teman baikku selama ini," ucap Irma sambil terus memasang wajah licik sambil memeluk tubuh sahabatnya itu.Vania selalu berusaha untuk menjadi sahabat baik yang bisa membantu Irma sebisa yang dia mampu. Tapi di sisi lain, Irma justru berusaha sekuat tenaga menghancurkan sahabatnya hanya karena rasa iri, dan dengki pada kehidupan Vania yang jauh lebih baik dari kehidupannya.Sejak saat itu, Irma sering bolak-balik ke rumah Vania. Dia sengaja datang dan pergi ke rumah itu untuk mengecek kapan Candra, suami Vania pulang dari perjalanan bisnisnya.Hingga seminggu berlalu, saat Irma sedang main di rumah Vania, mobil mewah Candra datang, dan berhenti tepat di halaman rumah mewah itu. Candra berjalan kelua
Candra terlihat kebingungan sendiri, apa sebenarnya yang ingin dilakukan pada Irma? Jelas-jelas dia punya Vania, istri yang nyaris sempurna dan sangat mencintainya. Bisa-bisanya dia malah cemburu melihat Irma jual diri, dan berniat ingin menafkahinya. Hal itu benar-benar membuat Candra tak habis pikir pada dirinya sendiri. Sesaat Candra masih diam dengan pertanyaan yang ditanyakan Irma padanya saat itu. Apakah sungguh dia ingin Irma jadi simpanannya? Rasanya Candra tidak bisa berpikir saat itu, dan memilih untuk meninggalkan Irma dengan cek yang dia berikan pada gadis itu. "Tunggu!" teriak Irma lagi sambil memeluk tubuh Candra dari belakang. Tentu saja Irma tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Kapan lagi dia bisa dapat uang banyak dari seorang pria, bahkan pria itu menjanjikan akan menafkahinya seumur hidup. Walaupun tahu Candra suami sahabatnya, Irma yang buta akan uang dan harta, memilih menutup mata dan mencari cara untuk membuat suami sahabatnya itu terikat padanya. "Mas
Setelah selesai berpakaian lengkap, Candra pun keluar dari kamar menuju arah ruang tamu. Asisten pribadinya sudah menunggu di sana dengan wajah tampak gelisah. Mungkin dia takut mereka ketinggalan pesawat untuk dinas ke luar kota. Candra pun menatap Vania, dan mencium kening istrinya sebelum dia berangkat. Anak-anak mereka sudah pergi dengan sopir ke sekolah mereka, jadi suasana rumah akan sepi saat Candra berangkat saat itu. Melihat wajah cantik Vania, rasanya berat hati Candra meninggalkan istrinya sendirian di rumah seperti ini. "Aku akan cepat pulang kalau pekerjaanku sudah selesai. Ingat hal yang aku katakan, kamu gak boleh bergaul terlalu dekat dengan Irma. Paham?" ucap Candra sambil mengusap lembut wajah Vania."Memangnya kenapa sih dengan Irma, Mas? Kenapa sepertinya kamu memusuhi Irma sekali?" tanya Vania terlihat keberatan dengan pesan yang Candra katakan padanya itu. "Pokonya nurut aja ya!" ucap Candra yang disambut anggukan kepala dari Vania. Alih-alih minta Vania menja
Candra terkejut dengan kedatangan seorang wanita cantik di rumahnya itu. Padahal jelas-jelas selama ini, setelah dia menikah dengan Vania, dia tidak pernah merasakan lagi getaran cinta selain saat bersama istrinya. Tapi bisa-bisanya di pertemuan pertamanya dengan wanita ini, hati Candra dibuat bergetar dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Candra tahu ini salah. Dia sadar kalau seharusnya tidak ada perasaan semacam ini setelah dia menikah dan punya anak dari Vania. Vania istri yang baik, Candra pun sangat mencintai dia. Tapi di sisi lain, Candra juga seorang pria. Dia kaya, dia punya segalanya, dan dia juga ingin merasakan cinta lain yang mungkin bisa lebih memuaskan hasratnya.Pikiran Candra masih melayang, menatap gadis cantik yang menanyakan tentang istrinya itu. Siapa yang mengira jika wanita cantik yang membuat Candra jatuh cinta pandangan pertama adalah Irma, sahabat istrinya yang selama ini memanfaatkan uang Vania. "Kalau Irma suka uang, bukankah mudah untuk membuat dia ter
Vania terlihat diam, tak berani mengelak pada apa yang dikatakan suaminya itu. Tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Candra, selama ini Vania dekat dengan Irma, tapi tidak pernah sekalipun wanita itu bersikap seperti seorang teman. Dia datang hanya saat butuh. Dia selalu meminta bantuan pada Vania, dan selalu berakhir membuat Vania mengeluarkan uang yang tak sedikit untuk wanita itu. Sudah lama Candra geram. Setiap kali ditanya darimana, Vania mengatakan pergi dengan Irma. Awalnya Candra tidak terlalu perduli, tapi saat Vania beberapa kali bercerita jika Irma berulang kali diusir dari kontrakan karena nunggak, tentu saja Candra marah. Lagi-lagi istrinya lah yang harus membayar uang kontrakan temannya yang nunggak beberapa bulan. Masih muda tapi suka dikasihani, mirip pengemis, itulah bayangan Candra tentang wanita yang jadi teman baik istrinya itu. "Pokonya lain kali kalau dia pinjam uang, atau dia nunggak bayar kontrakan, kamu gak boleh kasih pinjam dia uang lagi. Dia itu