Candra terkejut dengan kedatangan seorang wanita cantik di rumahnya itu. Padahal jelas-jelas selama ini, setelah dia menikah dengan Vania, dia tidak pernah merasakan lagi getaran cinta selain saat bersama istrinya. Tapi bisa-bisanya di pertemuan pertamanya dengan wanita ini, hati Candra dibuat bergetar dan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Candra tahu ini salah. Dia sadar kalau seharusnya tidak ada perasaan semacam ini setelah dia menikah dan punya anak dari Vania. Vania istri yang baik, Candra pun sangat mencintai dia. Tapi di sisi lain, Candra juga seorang pria. Dia kaya, dia punya segalanya, dan dia juga ingin merasakan cinta lain yang mungkin bisa lebih memuaskan hasratnya.
Pikiran Candra masih melayang, menatap gadis cantik yang menanyakan tentang istrinya itu. Siapa yang mengira jika wanita cantik yang membuat Candra jatuh cinta pandangan pertama adalah Irma, sahabat istrinya yang selama ini memanfaatkan uang Vania.
"Kalau Irma suka uang, bukankah mudah untuk membuat dia tertarik padaku? Harusnya aku bisa menaklukkan dia dengan harta kekayaan yang saat ini aku miliki," batin Candra.
Candra masih melamun, dan otaknya seperti berhenti di titik ini. Titik di mana Irma sengaja memamerkan tubuhnya yang seksi di hadapan Candra. Candra bisa merasakan aliran darahnya mengalir, membayangkan tubuh seksi itu berada di ranjang yang sama dengannya. Padahal dia bukan pria bajingan, tapi dia tidak bisa melawan ketertarikan dalam dirinya pada teman istrinya ini.
"Mas, kenapa? Kok bengong?" tanya Irma yang membuat Candra kaget mendengarnya.
"Tidak, tidak apa-apa. Masuklah. Vania ada di dalam. Aku panggil dia sebentar!" ucap Candra, walau sebenarnya enggan berpisah dari gadis cantik di hadapannya itu.
Candra pun memanggil istrinya yang ada di kamar anak-anak. Melihat wajah cantik Vania yang selama ini setia dan patuh padanya, Candra merasa berdosa punya perasaan suka semacam ini pada wanita lain.
"Tidak boleh, aku tidak boleh mengecewakan Vania. Bagaimanapun Vania sudah melakukan banyak hal untukku. Dia mencintaiku dengan sepenuh hati. Dia juga mengorbankan nyawanya saat melahirkan dua anak perempuanku, dan dirawat di rumah sakit hampir satu bulan lebih," batin Candra terus merasa bersalah menatap wajah istrinya.
Pikiran Candra berkecamuk. Akan lebih baik jika dia tidak lagi bertemu dengan Irma. Wanita itu terlalu mendekati tipe wanita yang Candra sukai secara fisik. Kalau terus dekat dengan Irma, Candra takut dia khilaf.
Setelah itu Candra pun mendekati Vania untuk memberitahukan tentang kedatangan Irma ke rumah itu. Terlihat istrinya langsung antusias, dan mencari keberadaan Irma yang ada di ruang tamu. Candra pun berjalan masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai dua. Dia berusaha untuk mengendalikan diri dari hasrat tidak pantas yang melintas di pikirannya terhadap teman istrinya itu.
Keesokan harinya, Candra bangun pagi. Dia melihat Vania masih tidur di sampingnya dengan wajah cantik alami tanpa riasan. Melihat Vania saat itu, Candra pun kembali mengingat masa lalu tentang hubungan mereka di masa dia masih jadi bos Vania.
Siapa yang mengira jika pria dingin, arogan, dan tidak pernah jatuh cinta seperti Candra bisa menyukai Vania sampai ngebet untuk menikahinya. Yang tidak bisa dia lupakan adalah saat itu Vania adalah pacar kakaknya, Galang Adiputra. Candra menyukainya, dan Vania juga menyukai Candra. Akhirnya tanpa mengabari kakaknya yang bekerja di luar negeri, Candra dan Vania menikah.
Galang tahu kabar tentang pernikahan Candra dan pacarnya. Dia pun memutuskan untuk tinggal di luar negeri dan tidak pernah kembali. Sesekali dia menghubungi Candra, menanyakan tentang kabar Vania darinya. Sebenarnya kadang Candra muak dengan sikap kakaknya yang masih perduli pada mantan pacarnya, yang kini sudah jadi istrinya itu. Bahkan setelah Candra punya dua anak dari Vania pun, Galang tak pernah berhenti menanyakan tentang Vania darinya.
Vania sendiri, setelah memutuskan menikahi Candra, dia sudah lama melupakan kisah cintanya dengan Galang. Vania benar-benar jatuh cinta pada Candra, dan dia melakukan segala cara untuk menjadi istri yang baik di mata Candra. Itu juga yang mungkin mencegah Candra dari kekhilafan agar tetap setia padanya selama ini. Tapi untuk Irma, Candra sendiri tidak tahu, kenapa bisa-bisanya dia begitu tertarik dengan teman istrinya itu.
"Mas, kamu sudah bangun?" tanya Vania saat menyadari suaminya memperhatikan dia yang sedang tidur.
"Kamu sudah bangun, sayang?" bisik Candra sambil menempelkan bibirnya di pipi istri kesayangannya itu.
"Ya, aku baru bangun. Kamu mau berangkat dinas ke luar kota pagi ini kan? Aku siapkan sarapan untukmu ya!" ucap Vania yang bergegas bangun dari tempat tidur.
Tapi Candra menarik tangannya agar kembali tidur di tempat tidur sambil memeluknya. Dia menahan Vania pergi dari sisinya.
"Mana bisa aku biarkan istriku pergi sebelum aku mencicipi tubuhnya. Aku akan pergi ke luar kota. Aku mungkin akan pulang satu atau dua Minggu, dan tidak punya kesempatan untuk bercinta dengan istriku. Sebelum aku pergi, aku harus melampiaskan nafsuku dulu sebelum nantinya harus berpuasa beberapa Minggu di luar kota," batin Candra sambil tersenyum kecil menatap Vania.
"Mau kemana? Jangan pergi kemana-mana! Aku butuh kamu!" bisik Candra sambil melingkarkan tangannya di pinggang Vania.
"Vania, aku mau...."
Saat itu Vania tak bicara. Dia tentu saja paham, apa yang Candra mau. Dia membiarkan suaminya membuka bajunya, dan melakukan hal yang dia inginkan dari tubuhnya hingga Candra puas.
Entah berapa lama Candra bercinta pagi itu dengan istrinya. Kalau sudah melakukan hubungan intim seperti ini dengan Vania, rasanya Candra tidak ingin berhenti, dan tak ingin berpisah darinya. Candu wangi tubuhnya benar-benar membuat Candra hilang akal dan nyaris gila. Bahkan setelah mereka menikah selama bertahun-tahun, dia tak pernah bosan dengan rasa tubuh istrinya ini.
Saat sedang menikmati kebersamaan mereka, entah kenapa Candra membayangkan sesuatu yang tidak seharusnya dibayangkan. Candra melihat Vania yang sedang dia tiduri menjadi mirip dengan Irma. Lama kelamaan dia semakin bernafsu menyetubuhinya dengan membayangkan bahwa wanita yang dia setubuhi adalah Irma, teman baik istrinya itu.
"Mas Candra, sudah, ampun..."
Saat itu Candra merasa tidak bisa mengendalikan diri. Dia benar-benar membayangkan hal yang seharusnya tidak dia bayangkan pada sosok istrinya.
"Bagaimana bisa aku menyetubuhi istriku tapi yang kubayangkan adalah sosok Irma, teman istriku. Sialan, aku ini kenapa?" batin Candra bingung.
Candra pun perlahan melepaskan tubuh Vania setelah selesai dengan nafsu gilanya. Dia mengecup kening Vania dengan penuh rasa bersalah.
"Maaf, aku tidur denganmu, tapi yang aku bayangkan malah wanita lain," batin Candra.
Candra lalu pergi ke kamar mandi untuk segera bersiap berangkat ke bandara. Tiket pesawat sudah dipesan oleh asisten pribadinya yang saat ini sudah menunggu di ruang tamu. Asistennya paling tahu, kalau Candra ada acara dinas seperti ini, dia tidak akan melepaskan istrinya sampai dia puas. Baru setelah dia merasa cukup, dia bisa pergi dinas ke luar kota dengan hati tenang tanpa terbebani hal apapun.
Candra keluar dari kamar mandi, dan menatap Vania berjalan mendekatinya sambil memberikan jas kantor yang sudah dia siapkan untuk suaminya itu.
"Bodohnya aku! Sudah punya istri cantik, baik, dan penurut seperti Vania, kenapa malah tiba-tiba tertarik dengan gadis binal semacam Irma? Kalau salah satu karyawan laki-lakiku benar-benar pernah tidur dengan Irma, bukankah wanita itu sama saja seperti wanita binal yang jual diri demi uang? Lalu, kapan aku bisa punya kesempatan untuk mencicipinya juga? Setidaknya aku ingin sekali mencicipinya, dan aku harap aku bisa melakukan itu tanpa sepengetahuan istriku," batin Candra yang masih terus memikirkan tentang sahabat istrinya itu.
Setelah selesai berpakaian lengkap, Candra pun keluar dari kamar menuju arah ruang tamu. Asisten pribadinya sudah menunggu di sana dengan wajah tampak gelisah. Mungkin dia takut mereka ketinggalan pesawat untuk dinas ke luar kota. Candra pun menatap Vania, dan mencium kening istrinya sebelum dia berangkat. Anak-anak mereka sudah pergi dengan sopir ke sekolah mereka, jadi suasana rumah akan sepi saat Candra berangkat saat itu. Melihat wajah cantik Vania, rasanya berat hati Candra meninggalkan istrinya sendirian di rumah seperti ini. "Aku akan cepat pulang kalau pekerjaanku sudah selesai. Ingat hal yang aku katakan, kamu gak boleh bergaul terlalu dekat dengan Irma. Paham?" ucap Candra sambil mengusap lembut wajah Vania."Memangnya kenapa sih dengan Irma, Mas? Kenapa sepertinya kamu memusuhi Irma sekali?" tanya Vania terlihat keberatan dengan pesan yang Candra katakan padanya itu. "Pokonya nurut aja ya!" ucap Candra yang disambut anggukan kepala dari Vania. Alih-alih minta Vania menja
Candra terlihat kebingungan sendiri, apa sebenarnya yang ingin dilakukan pada Irma? Jelas-jelas dia punya Vania, istri yang nyaris sempurna dan sangat mencintainya. Bisa-bisanya dia malah cemburu melihat Irma jual diri, dan berniat ingin menafkahinya. Hal itu benar-benar membuat Candra tak habis pikir pada dirinya sendiri. Sesaat Candra masih diam dengan pertanyaan yang ditanyakan Irma padanya saat itu. Apakah sungguh dia ingin Irma jadi simpanannya? Rasanya Candra tidak bisa berpikir saat itu, dan memilih untuk meninggalkan Irma dengan cek yang dia berikan pada gadis itu. "Tunggu!" teriak Irma lagi sambil memeluk tubuh Candra dari belakang. Tentu saja Irma tidak menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Kapan lagi dia bisa dapat uang banyak dari seorang pria, bahkan pria itu menjanjikan akan menafkahinya seumur hidup. Walaupun tahu Candra suami sahabatnya, Irma yang buta akan uang dan harta, memilih menutup mata dan mencari cara untuk membuat suami sahabatnya itu terikat padanya. "Mas
Irma membalas pelukan Vania. Dia memperlihatkan wajah meremehkan di balik punggung Vania saat itu."Ya, bagiku, kamu juga sudah seperti saudara kandungku sendiri. Terima kasih sudah jadi teman baikku selama ini," ucap Irma sambil terus memasang wajah licik sambil memeluk tubuh sahabatnya itu.Vania selalu berusaha untuk menjadi sahabat baik yang bisa membantu Irma sebisa yang dia mampu. Tapi di sisi lain, Irma justru berusaha sekuat tenaga menghancurkan sahabatnya hanya karena rasa iri, dan dengki pada kehidupan Vania yang jauh lebih baik dari kehidupannya.Sejak saat itu, Irma sering bolak-balik ke rumah Vania. Dia sengaja datang dan pergi ke rumah itu untuk mengecek kapan Candra, suami Vania pulang dari perjalanan bisnisnya.Hingga seminggu berlalu, saat Irma sedang main di rumah Vania, mobil mewah Candra datang, dan berhenti tepat di halaman rumah mewah itu. Candra berjalan kelua
Irma tersenyum senang. Tidak mengira impiannya bisa tidur dengan suami Vania bisa benar-benar terwujud tadi malam. Tubuh gagah dan kuat Candra benar-benar menggagahi tubuhnya. Rasanya Irma terlena dengan hebatnya pria tampan itu saat bergulat di atas ranjang tadi malam. Irma memakai pakaiannya, dan berjalan keluar dari kamar hotel itu. Dia diminta Candra untuk meminum obat pencegah kehamilan, tapi hal yang diminta Candra lakukan tak dilakukan oleh Irma karena kehamilan memang hal yang dia tunggu untuk menjerat Candra agar bisa memiliki hubungan lebih dalam, dengannya. Di sisi lain, terlihat Vania bangun tidur dalam keadaan linglung. Dia menatap di samping tempat tidur, dan mendapati suaminya sudah tidak ada di sana. Dengan cepat Vania bangun untuk mencari keberadaan suaminya. Dia pun berkeliling rumah, namun tak menemukan keberadaan suaminya itu. "Kemana perginya mas Candra pagi-pagi begini?" batin Vania bingung. Saat sedang mencari keberadaan Candra, tiba-tiba ponsel Vania berder
Vania masih terlihat memperhatikan hal yang dilakukan suami dan sahabatnya itu. Dia pun dengan cepat menghampiri mereka seraya pasang wajah kesal dan marahnya. "Ada apa ini? Apa yang sedang kalian lakukan? Kenapa kalian diam-diam bertemu di belakangku? Ada apa?" tanya Vania dengan ekspresi marahnya. Saat itu terlihat wajah Candra kaget. Dia benar-benar tidak pintar mengelak, dan mencari alasan untuk menghadapi hal semacam ini. Bagaimana dia harus beralasan di depan sang istri perihal hubungannya dengan Irma? Tentu saja dia tidak ingin Vania tahu tentang hubungan terlarang antara dia dan Irma. "Kamu kok di sini, Vania? Ngapain?" tanya Irma yang membuat Vania makin meradang mendengar kata-katanya. "Ngapain? Pertanyaan macam apa itu? Aku datang ke kantor suamiku adalah hal yang wajar karena aku istrinya. Sementara kamu, kamu sahabatku, tapi kamu datang ke kantor suamiku di belakangku. Kamu bertemu berduaan dengan suamiku, dan berbincang dekat seperti ini. Tidak bolehkah aku tahu, apa
Setelah cukup lama berbelanja bahan makanan, akhirnya Vania, Candra, dan Irma pun pulang. Terlihat Candra masih memberikan perhatian mesra pada Vania, seakan tidak ada wanita lain di mata Candra selain istrinya itu. Sementara Irma terlihat menatap benci dengan hal yang dilakukan pria itu. Padahal sebelumnya begitu menggilai tubuhnya, kini malah bersikap seperti orang asing yang benar-benar tidak saling kenal.Saat sampai rumah, Vania menatap dua anaknya sudah ada di sana dengan supir jemputan mereka. Melihat itu Vania pun langsung bergegas masuk, dan menemani dua anaknya yang memintanya mengikat rambut.Setelah Vania masuk ke kamar anak-anaknya, Irma yang melihat Candra duduk di sofa ruang tamu, langsung ikut duduk di sampingnya. Dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya pada Candra yang ada di sisinya itu."Mumpung Vania di kamar, bagaimana kalau kita lakukan satu ronde di kamar tamu? Tidakkah k
Vania tak berhenti menangis. Dia tidak bisa melupakan hal yang dia dengar di kamar tamu tadi. Bagaimana bisa dua orang yang sangat dia sayangi dan dia percaya selama ini, ternyata mereka berkhianat di belakang Vania?Sakit rasanya hati Vania saat itu. Bahkan dia seakan tidak ingin lagi muncul di hadapan suami dan sahabatnya itu. Alih-alih mau makan malam untuk permohonan maafnya karena salah paham pada suami dan sahabatnya, justru dia malah mendapati kebenaran dari hal yang selama ini dia ragukan.Berulang kali Vania terus berpikir dalam tangisnya. Apa sebenarnya kurangnya dia selama ini sebagai seorang istri? Kenapa teganya suaminya berkhianat, bahkan berselingkuh dengan sahabat baik istrinya sendiri.Begitu pula Vania berpikir, kenapa sahabat yang selama ini dia tolong, dan dia anggap sebagai saudara sendiri, tega merebut suaminya. Kenapa keduanya bisa bekerjasama menghancurkan hati Vania hingga dia merasa mau ma
Irma keluar dari dapur, terlihat dia berjalan dengan gaya seksi mendekati Candra yang saat itu sedang mengobrol dengan kedua putrinya. Irma pun datang, ikut bergabung dan berbincang dengan Candra juga kedua anak Vania itu."Kalian sedang apa? Kenapa kalian terlihat seru sekali mainnya?" tanya Irma dengan senyum ramah."Tadi di sekolah, aku gambar mama, papa, aku dan Tania. Ibu guru berikan aku nilai seratus. Katanya gambarku bagus. Lihatlah, Tante Irma!" ucap Kanaya sambil memamerkan gambar yang dia buat di sekolahnya itu.Irma menatap jijik dengan gambar jelek yang dibuat Kanaya. Dia berusaha tersenyum, tapi dalam hati tak tahan untuk menggerutu tentang gambar buatan anak Vania itu."Gambar jelek begitu dipamer-pamer. Memang gambar jelek anak SD kelas satu. Merusak suasana hatiku, dan moodku saja. Awas saja! Kalau aku sudah menikah dengan Candra, dan jadi istri sahnya. Aku ak
Sampai di rumah sakit, Galang segera diobati oleh dokter. Sementara Vania, terlihat duduk sendiri di depan ruang tunggu. Entah kenapa Vania tak henti mengingat percakapan antara Candra dan Galang tadi. Selama ini Vania berpikir kalau pernikahannya dengan Candra hanyalah kecelakaan. Dia menduga kalau Candra mencintai dia, dan akhirnya bertanggung jawab untuk menikahinya. Siapa yang mengira jika dari awal sampai akhir, dia hanyalah sebuah rencana yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Sakit, pernikahan indah yang pernah dia rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat suaminya. Air mata Vania mengalir. Ternyata keinginan dia berpisah dari Candra bukanlah hal yang salah. Pernikahan dia dengan Candra, dari awal memang hanya bagian dari rencananya. Tidak ada cinta, semua palsu, semua hal indah yang selama ini Vania rasakan, ternyata hanya kebohongan yang dibuat Candra untuk mengalahkan kakaknya. Galang selesai diobati. Luka lebam sudah dioles obat, sementara luka yang berdarah
Galang pun mengantar Vania ke rumah orangtuanya. Walaupun sedikit bingung, tapi Galang berusaha untuk tidak banyak bertanya hal pribadi gadis itu karna takut melukai hatinya. Sampai di rumah Vania keluar dari mobil Galang. Dia pun mendekatkan kepalanya ke jendela mobil Galang yang terbuka, untuk mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Terima kasih untuk tumpangannya, bos. Jarang-jarang aku bisa jadikan bosku, supir pribadi gratis," ucap Vania yang disambut senyum simpul dari bibir Galang. "Kamu anggap aku supir pribadi gratis? Vania, apakah kamu tidak takut kalau potong sebagian gaji bulananmu sebagai kompensasi karena menghina bos sendiri sebagai supir? Nyalimu besar juga ya?" "Hahaha... Aku tahu bosku sedikit arogan dan mudah marah, tapi hatinya lembut, baik, dermawan, mana tega dia memotong gaji karyawan kecil sepertiku. Iya kan?" balas Vania yang hanya disambut anggukan kepala dari Galang. "Penjilat!" "Terima kasih pujiannya bos!" Galang tak henti tertawa saat berbinc
Vania menundukkan kepalanya saat ayahnya duduk bersama ibunya di ruang tamu. Nampak wajah ayahnya yang marah menatap putrinya itu. Dia pun meminta Vania duduk, dan mulai meluapkan kemarahannya pada putrinya itu. "Katakan, Nak! Sebenarnya suamimu sudah melakukan apa padamu hingga kamu mau cerai? Waktu dia menikahi wanita lain, aku minta kamu cerai dengannya, tapi kamu bilang masih ingin mempertahankan pernikahan demi anak-anak. Lantas kenapa saat ini kamu menyerah, dan malah bersikeras ingin bercerai dengan Candra? Katakan dengan jujur! Ayah ingin dengar!" ucap ayah Vania yang membuat wajah Vania semakin menundukkan kepalanya.Vania pun menceritakan hal yang terjadi padanya. Dimana sang suami berkali-kali mendukung kejahatan dan penindasan Irma terhadapnya dan anak-anaknya. Sebelumnya Vania masih bersabar ketika Candra berdiri membela Irma, padahal Irma membuat anak bungsunya sekarat di rumah sakit. Belum lagi setelah menikahi Irma, suaminya jarang pulang, dan mengabaikan anak-anakny
Vania membawa dua anaknya naik ke mobil taksi. Saat itu yang ada di dalam pikiran Vania, hanya ingin segera melarikan diri dari Candra. Pria itu tak pernah sekalipun memihak padanya, dan selalu membenarkan apapun yang dilakukan Irma, meskipun itu sesuatu yang merugikannya. Vania tak ingin lagi terus berada dalam pernikahan yang terus menyiksa batinnya. Dia juga tidak mau terus menerus terikat dengan Candra, dan berhubungan dengan istri kedua suaminya. Jalan terbaik yang saat ini bisa dia ambil, hanyalah pisah rumah dengan suaminya. Apapun yang terjadi, dia tidak ingin kembali bersama dengan suami yang sudah tak lagi menjaganya, dan tidak bisa menegakkan keadilan untuknya. Vania berhenti di sebuah rumah sederhana milik kedua orangtuanya. Dia keluar dari mobil taksi, dan menuntun dua putrinya menuju arah rumah itu. Tania, dan Kanaya nampak tak banyak bicara. Mereka tahu kalau papa mereka sudah lama tidak lagi perduli pada mereka. Ketimbang memperdulikan Candra, justru kedua anak itu l
Pulang kerja, Vania langsung kembali ke rumahnya. Dia mendapati Candra sedang duduk di ruang tamu bersama Irma saat itu. Candra terlihat bahagia mengendong bayi laki-laki Irma. Sementara Irma yang menyadari kedatangan Vania, segera memprovokasi dengan membuat adegan mesra bersama Candra juga bayi kecil di gendongan suaminya itu. "Mas Candra, Vino sudah bisa mengoceh. Lucu sekali ya!" ucap Irma sambil menyandarkan kepalanya di bahu Candra. "Ya, dia lucu sekali!" balas Candra sambil mengecup bayi kecil di gendongannya itu. "Ganteng seperti papanya," sambung Irma lagi. Hal itu pun membuat keduanya tertawa bahagia dan merasa bangga dengan bayi laki-laki kecil yang dilahirkan Irma. Vania yang melihat adegan mesra itu, merasa tidak nyaman. Padahal mereka berdua punya rumah sendiri, tapi kenapa malah datang ke rumahnya untuk menunjukkan bermesraan satu sama lain. Benar-benar membuat mood Vania yang buruk semakin menjadi buruk. "Vania, kamu sudah pulang?" ucap Irma dengan senyum palsu di
Vania tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkan Candra. Walaupun dia sendiri tahu, kalau berharap terlalu banyak pada suaminya, dia mungkin akan kembali kecewa. Tapi bagaimanapun, Vania tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya tentang masa depan dua hatinya. Jika memang pernikahan dia dan Candra masih bisa diperbaiki, dia masih ingin mempertahankan pernikahan itu sekali lagi agar dia tidak menyesal dikemudian hari. Obrolan mereka itu pun didengar oleh Irma. Tentu saja Irma marah, merasa kesal dengan kedekatan kembali suaminya dengan istri pertamanya itu. Jelas-jelas sebelumnya sudah dibuat hampir cerai, tapi berujung malah semakin mesra dan romantis seperti saat ini. Irma yang tak terima suaminya kembali memiliki rasa cinta pada istri pertamanya. Dia pun mulai menyusun rencana untuk membuat kesalahpahaman dan pertikaian besar antara Vania dan Candra. Semakin tinggi Vania terbang mengejar cinta Candra, semakin besar rasa sakit dan kekecewaan yang akan dia dapatkan saat berpisah de
Irma yang mendapati panggilan teleponnya dimatikan Vania, segera bergegas bangun dari tidurnya. Dia tidak bisa membiarkan suaminya berada satu atap lagi dengan istri pertamanya. Sudah susah payah selama ini membuat jarak untuk merenggangkan hubungan keduanya, tak mungkin dia biarkan rencana untuk memecah belah hubungan Candra dan Vania gagal. Sementara Irma mengendarai mobilnya menuju arah rumah Vania, di tempat lain, terlihat Candra masih memeluk erat tubuh Vania dalam tidurnya. Pria itu kelelahan, setelah menyiksa Vania cukup lama di ranjang. Vania yang juga lelah, berlahan mulai menutup matanya dan ikut terlelap dalam dekapan hangat tubuh Candra. Irma yang sudah mengendarai mobil sekitar setengah jam dari rumahnya, akhirnya sampai di rumah Vania. Dia langsung menerobos masuk ke dalam rumah, dan mencari keberadaan Candra. Saat membuka pintu kamar Vania, Irma kaget, melihat Candra dan Vania tengah tertidur lelap. Dimana saat itu Candra lah yang memeluk erat tubuh Vania yang tid
Vania pun makan malam bersama Candra dan dua anaknya. Dia melihat Candra begitu memanjakan dua anaknya. Dimana saat itu Candra menyuapi kedua putrinya dengan penuh kasih sayang. Walaupun hati Vania sudah lama dikecewakan oleh Candra, tapi melihat anak-anaknya bisa tertawa bahagia bersama ayah mereka, itu sudah lebih dari cukup untuk Vania. "Tania, makan pelan-pelan! Kemari, biar papa suapi!" ucap Candra sambil mengusap bibir putri bungsunya dengan sapu tangan di tangannya. "Pa, aku juga mau disuapi!" pinta Kanaya, yang ikut manja pada papanya. "Baiklah. Hari ini papa akan suapi kalian sampai kalian kenyang!" balas Candra yang berakhir membuat mereka tertawa bersama-sama. Setelah selesai makan malam, Candra mendekati Vania. Walaupun sebelumnya sempat marah karena Vania mengusir Irma dan bayinya dari rumah itu, tapi Candra tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mendatangi Vania setelah dia pulang dinas. Bahkan sebelum pulang menemui Irma, Candra sengaja datang ke rumah Vania leb
Galang yang melihat Vania melamun, menatap ke arah mobil Irma, segera menepuk pundak gadis itu. Vania pun menoleh ke arah Galang, lalu kembali menatap mobil Irma yang pergi meninggalkan tempat itu. "Kamu kenapa? Khawatir pada adik brengsekku itu? Kasihan karena dia diselingkuhi istri keduanya? Vania, ingatlah, dia juga selingkuh dan menyakiti kamu juga anak-anak! Ini hanya balasan yang cepat atau lambat pasti akan diterima oleh seorang pengkhianat," ucap Galang yang membuat Vania menundukkan kepalanya dalam-dalam."Kamu benar. Ini adalah balasan. Sama seperti hal yang terjadi padaku sekarang. Ini semua balasan karena aku pernah menyakiti hatimu, dan mengkhianati kamu," gumam Vania pelan. "Tidak, itu tidak sama.""Tapi kenyataannya, aku memang selingkuh, dan menikahi adik dari pacarku sendiri. Maafkan aku! Hal yang terjadi padaku saat ini, adalah balasan atas semua hal buruk yang pernah aku lakukan padamu. Aku benar-benar minta maaf!" "Bodoh! Aku tidak pernah membencimu. Kamu sama s