Share

Bab 4. Ancaman

Galvin mengangguk pelan. Sementara Rani, ia menunduk takut.

“Kenapa kamu baru memberitahuku, Mas?” Siska bertanya penuh emosi.

“Bukankah ini yang kamu inginkan? Aku menikah lagi?” Galvin berbalik tanya membuat wajah Siska kelicutan.

“Apa maksudmu?” Helena ikut angkat bicara.

“Tanyakan sama menantumu, Bu,” tunjuk Galvin mengarah pada Siska. Helena pun menatap ke arah Siska meminta jawaban.

Siska mengangguk lalu ia pun berkata, “Yang dikatakan mas Galvin benar, Bu. Aku menyuruhnya untuk menikah lagi. Karena aku tidak bisa memberinya anak. Tapi, yang jadi masalahnya kenapa harus diam-diam kamu menikah di belakangku, Mas. Apalagi kita tidak tahu asal usul dia dari mana!” Siska pun bicara jujur.

Sontak Galvin dibuat tercengang saat Siska menanyakan asal usul istri keduanya.

“Jawab Galvin? Dia dari keluarga mana? Apa setara dengan kita atau—,”

“Yang terpenting dia orang baik,” sela Galvin memotong ucapan Helena, Ibu kandungnya.

Siska mendecih. Ia melirik ke arah istri kedua suaminya yang sedari tadi menunduk.

“Apa kamu tidak punya mulut untuk berbicara? Kenapa kamu diam saja?” hardiknya dengan mendekat ke arah Rani.

Jujur saja, Rani sangat muak melihat wajah Siska itu. Andai tidak ada kedua orang tua Galvin. Mungkin saja Rani akan membalas ucapannya.

“Siska! Apa kamu tidak bisa berbicara baik padanya?” desis Galvin merasa tidak enak kepada Rani.

Siska membelalak saat suaminya membela istri keduanya dibandingkan dirinya.

Helena sebagai ibu mertua Siska juga tidak terima akan pembelaan putranya kepada wanita yang dianggap sebagai istri kedua putranya itu.

“Kalau kamu mau tinggal di sini. Jawab pertanyaanku. Dari mana asal usulmu?” tanya Helena mengarah pada Rani.

Rani mendongak, dan ia hendak berbicara. Namun, Galvin lebih dulu menimpali.

“Dia teman rekan bisnisku yang ada di Bali. Kedua orang tuanya sudah meninggal,” ujar Galvin berharap semua keluarganya percaya.

“Tolong! Kalian terima dia, karena pernikahanku dan Rani hanya 10 bulan,” imbuhnya dengan membawa Rani masuk ke dalam menuju kamar tamu.

Semua orang di sana tercengang atas pernyataan Galvin.

“Apa maksudnya 10 bulan?” gumam Siska dengan melihat suaminya pergi bersama istri keduanya.

***

Setelah sampai di dalam kamar tamu. Galvin langsung meminta maaf atas sikap keluarga dan istri pertamanya. Dia sangat menyesal tidak memberitahu lebih awal. Galvin beranggapan Siska akan menerimanya semudah itu, sebab, dialah yang memojokkan dirinya untuk menikah lagi.

“Tenang, Tuan. Aku sudah kebal dengan hinaan seperti itu. Jangan dibuat risau. Aku baik-baik saja,” kata Rani tersenyum tipis.

Galvin tak bisa berkata-kata. Dia sudah mengira Rani akan memakinya karena sikap keluarganya. Namun, dugaannya salah besar.

“Terima kasih. Kamu tenang saja, kita hanya menginap semalam di sini. Besok kita kembali ke rumah utamaku,” ucap Galvin dengan mengusap lembut bahu Rani.

Rani hanya mengangguk pelan. Ia pun memegang dadanya yang berdebar kencang.

“Kamu kenapa?”

Pertanyaan Galvin membuyar lamunan Rani. Rani pun hanya menggeleng pelan sebagai jawabannya.

“Sepertinya aku lelah. Aku mau istirahat,” kata Rani dengan berjalan ke arah ranjang.

Galvin hanya mengangguk. “Baiklah, selamat istirahat.”

Setelah kepergian Galvin dari kamar tamu. Rani yang berbaring kini beranjak dan duduk di pinggir ranjang.

Ia menggerutui dirinya sendiri yang tergiur oleh uang milyaran, tetapi membuat dia masuk dalam kesengsaraan.

“Sial! Baru masuk rumah ini aja sudah dicecar habis-habisan. Aish! Mana 10 bulan masih lama banget!” gerutu Rani menyesal sudah mau menerima tawaran menjadi istri kedua.

“Gue harus siapkan mental menghadapi mereka semua!” sambungnya memberi semangat untuk dirinya sendiri.

Tidak lama, pintu kamar dibuka oleh seseorang yang masuk begitu saja.

“Heh, Kamu! Aku peringatkan! Jangan berlaga seperti nyonya, karena di sini akulah nyonya yang sebenarnya. Dan satu lagi, jangan sampai kamu mencintai suamiku. Jika hal itu sampai terjadi, aku tidak akan tinggal diam!” ancam Siska dengan tatapan tajam.

“Jika kenyataannya suamimu diam-diam mencintaiku, bagaimana?” balas Rani menyeringai.

“Tutup mulutmu! Beraninya kamu melawan ucapanku, hah?” gertak Siska emosi.

“Kita lihat saja nanti. Silakan keluar, aku mau tidur!” usir Rani membuat Siska yang meradang langsung pergi begitu saja meninggalkan kamar tamu.

Siska tak habis pikir. Jika istri kedua suaminya berani melawan ucapannya. Padahal saat ia baru datang, Rani bahkan jarang sekali berbicara. Mengucap satu kata pun tidak.

“Aku harus cari tahu dia dari mana? Aku yakin, dia bukan wanita polos dan lugu,” gumamnya dalam hati.

Ia pun menghubungi seseorang melalui ponselnya. Setelah memberitahu tujuannya, ia kembali menyimpan ponselnya di nakas persis saat Galvin masuk ke dalam kamarnya.

“Sayang!” panggil Galvin lirih. Lalu ia mendekat ke arah istri pertamanya yang membuang muka.

“Maafin aku, Sayang. Aku tahu caraku salah. Tetapi, aku hanya ingin mengabulkan permintaanmu. Aku merasa tersudutkan terus menerus olehmu yang memintaku untuk menikah. Namun, kenapa setelah aku melakukan permintaanmu, kamu marah?” ungkap Galvin dengan mendekat ke arah ranjang.

Siska menghela napas panjang. “Karena aku inginnya, wanita yang kamu nikahi harus aku yang memilihkan bukan menikah secara diam-diam. Itu, Mas. Yang buat aku kecewa sama kamu!”

“Ya, aku minta maaf aku salah. Tapi, tidak mungkin ‘kan, tiba-tiba aku harus menceraikan Rani. Apalagi kita baru menikah kemarin,” terang Galvin menyesal.

“Aku mohon terima dia demi anak kita,” imbuhnya lagi.

Siska mendecih. Ia tak menanggapi ucapan suaminya itu. Ia pun memilih tidur membelakangi sang suami.

***

Keesokan harinya, semua anggota keluarga Galvin sudah bangun dan sedang menikmati sarapan pagi bersama.

Namun, berbeda dengan Rani. Dia yang baru bangun, langsung beranjak dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Tentu hal itu membuat semua orang dibuat terkejut saat ia keluar kamar menggunakan pakaian seksi, yang biasa dia gunakan untuk tidur.

Galvin langsung menutup kedua matanya dan mengkode mata agar Rani masuk ke dalam kamar lagi untuk berganti pakaian yang lebih sopan.

Namun, Rani yang tak paham. Membuat Galvin beranjak dari kursi lalu menghampiri dan membawanya masuk ke dalam kamar tamu lagi.

“Kenapa, Tuan? Aku hanya ingin menyapa keluargamu,” ucap Rani polos.

“Lihat pakaianmu? Apa pantas berpakaian seperti ini?” sindir Galvin.

Rani pun menggeleng. “Tapi, aku biasa berpakaian seperti jika sarapan, Tuan,” terangnya tanpa rasa bersalah.

Lagi-lagi Galvin membuang napas panjang. “Mulai sekarang ubah kebiasaanmu itu. Siang nanti akan aku temani berbelanja baju. Bersiaplah dan berpakaianlah yang sopan,” titahnya dengan meninggalkan Rani yang diam mematung.

Sementara itu, di meja makan. Semua keluarga Galvin saling berbisik membicarakan istri keduanya.

Galvin yang tahu dan paham pun hanya bisa meminta maaf atas sikap Rani.

“Lain kali, ajari berpakaian yang sopan, Galvin,” suara Helena memecah keheningan.

Galvin hanya mengangguk pelan. “Maaf, Bu.”

Dalam hati Siska dia sangat senang. Melihat ibu mertuanya terlihat membenci istri kedua suaminya itu. Ia pun mempercepat menghabiskan makannya karena sudah berjanji akan bertemu dengan seseorang.

Saat sedang menikmati makannya, tidak lama suara notifikasi pesan berbunyi. Siska segera mengambil benda pipihnya itu yang berada di samping piring, lalu membacanya.

Sungguh, Siska dibuat tercengang oleh isi pesan itu yang ia baca.

“Hah? Tidak mungkin!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status