"Tolong Mbok, panggilkan Nina atau Alina, kami ingin bertemu mereka!" Kata Mia setelah bisa menguasai dirinya dengan rasa keterkejutannya. Roby yang sudah dari tadi banyak bicara pun sekarang hanya bisa diam setelah mendengar fakta jika orang yang ia hina sejak tadi adalah pemilik rumah ini. Nyalinya mendadak ciut saat mengetahui Panji adalah orang yang sangat kejam. Sedangkan Ayu dia sedang memikirkan cara licik untuk bisa menyingkirkan Alina dan menjadi nyonyot besar di rumah mewah Panji Setelah Panji memasuki rumahnya Mbok Sumi mengikutinya dari belakang, ia menghampiri Nina dan Lisa yang sedang memotong sayuran di dapur. Mbok Sumi memperhatikan interaksi keduanya sangatlah akrab. Ia kemudian menghampiri Nina. "Nin, di luar ada Mia dan kedua anaknya," kata Mbok Sumi Deegg "Kenapa mereka sampai di sini?" gumam Nina dalam hati. "Mereka siapa Nin?" tanya Lisa penasaran melihat raut wajah Nina yang berubah menjadi murung. "Ceritakanlah sama aku, nanti aku akan bantu kamu! Panji
Tiga mobil mewah beriringan dan berhenti tepat di hadapan kerumunan orang yang sedang membuat gaduh di depan rumah Panji. Beberapa pria berpakaian serba hitam dan berkacamata hitam menerobos ke dalam kerumunan orang. Mereka semua adalah para bodyguard Panji yang selama ini bersembunyi di markas Three Seven. Di antara mereka semua terlihat Dion dan Rama yang sedang berjalan dengan santainya membuat Panji mendelik menatap dua larva yang sedang tertawa dan entah sedang membahas apa. Setelah keduanya berada di hadapan Panji, Rama langsung diam setelah melihat tatapan mata Panji yang sangat menyeramkan, tapi tidak begitu dengan Dion dia masih terus saja mengoceh dan tidak sadar sudah berada di hadapan bosnya hingga ia harus dihadiahi sebuah cubitan di perutnya oleh Rama. "Aduh, sakit bego!" kata Dion yang beringis karena merasakan sakit di perutnya akibat dicubit oleh Rama. Seketika Ia hanya bisa nyengir dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Bahwa mereka semua ke hotel paling mahal
Dion dan Rama duduk bersandar di badan mobil sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan memperhatikan para bodyguard yang menyeret Mia bersama kedua anaknya, masuk ke dalam rumah semi permanen, yang beratapkan asbes berdinding kayu dan berlantaikan tanah. Tubuh Mia dan kedua anaknya didorong dengan paksa memasuki rumah yang tidak layak huni, lebih tepatnya sebuah gubuk yang sebentar lagi akan roboh jika diterjang oleh hujan badai. "Brengsek! Kenapa kalian membawaku ke sini!" Jerit Mia frustasi. "Kalian benar-benar mencari masalah denganku, lihat saja nanti jika Alina tahu pasti kalian semua akan dipecat!" kata Roby sambil melangkah mendekati Dion yang tengah menatapnya tajam. "Kau ini hanya kacung, lihat saja nanti jika Panji tahu dan Alina tahu kalian semua akan cepet!" Kata Roby sekali lagi berteriak di depan muka Dion. Dion berbalik arah dan meninggalkan Mia dan kedua anaknya, ia tidak menggugur sama sekali teriakan dari Roby. Dion dan Rama segera masuk ke mobil dan
Tangisan bayi Alina menggema di penjuru kamar baby twins, Alina yang mendengar tangisan bayinya segera berjalan dengan untuk menghampirinya dengan dibantu oleh Panji yang menuntunnya. "Panji...,"seru Lisa menghampiri putranya yang sedang berada bersama Alina di kamar baby twins. Anji menghampiri Alina setelah mendudukkannya di sofa panjang dengan dibantu oleh beberapa perawat Alina akan menyusui bayinya. Panji menghampiri Lisa yang berada di ambang pintu. Kemudian mengikutinya dari belakang. "Tadi kamu sempat ngasih tahu Yurika tentang kondisi Maria atau tidak?" tanya Lisa. "Aku belum sempat mengatakannya Ma, dia keburu marah-marah dulu." jawab Panji santai. Lisa yang mendengar baby twins menangis dia langsung menghampiri cucu-cucunya dan menggendong salah satu. "Aduh cucunya Oma, pujaan hatinya Oma kenapa ini?" gumam Lisa sambil mencium wajah bayi yang wajahnya begitu sangat mirip dengan Panji waktu masih bayi. "Lihatlah anakmu ini mirip sekali denganmu." kata Lisa. "Sayang
"Bohong!" teriak Panji dengan suara yang menggelegar sehingga suaranya terdengar sampai masuk ke dalam kamar baby twins, dan membuat Alina terkejut. "Bu, ada keributan apa di bawah," tanya Alina pada Nina yang sedang menggendong Kenzie. Lisa dan Nina pun bertatapan, keduanya juga tidak kalah terkejutnya dengan Alina sampai keduanya pun terjingkat. Bahkan jika seandainya Nina bukan menggendong seorang anak, Mungkin ia sudah melemparkan bayi yang dalam gendongannya itu seperti boneka, karena ia sangat terkejut dengan teriakan Panji yang menggema ke seluruh ruangan. "Bu, Ma aku ikut turun ke bawah, aku ingin tahu di bawah ada apa," kata Alina sambil berjalan di samping Nina yang menggandengnya. "Ada apa ini?" tanya Aron yang sudah lebih dulu tiba di halaman belakang. Panji seakan-akan menulikan pendengarannya, bahkan ia tidak menoleh sedikitpun ke arah Aron yang bertanya. "Boos, bukan maksudku seperti itu. Jujur aku memang sejak pertama bertemu dengan Nyonya Alina aku sudah jatuh h
Panji mencengkeram rambutnya frustasi. Ia berteriak sekencang-kencangnya setelah Aron keluar dari ruang kerjanya. Seolah-olah seperti anak kecil yang meminta kinder Joy di minimarket itu nggak dikasih sama orang tuanya. Seperti itulah saat ini Panji merasa kedua orang tuanya lebih menyayangi Alina daripada anak kandungnya sendiri. Tiba-tiba Panji mendengar suara handphonenya berdering, Ia pun segera meraihnya dari kantong celananya dan segera mengangkat panggilan telepon itu. Ternyata dari pihak rumah sakit jiwa yang mengabarkan Maria kritis. Dikabarkan oleh pihak rumah sakit jika Maria telah mengalami pendarahan hebat akibat terlalu sering membentur-benturkan tubuhnya terutama bagian perut ke dinding. Tanpa berpikir panjang lagi Panji meraih handphone dan kunci mobil ia segera pergi ke rumah sakit tanpa berpamitan kepada Lisa dan Aron yang sedang duduk di ruang keluarga. Nina yang melihatnya pun enggan untuk bertanya akan ke mana menantunya pergi. "Nin, maafkan Panji ya Nin, jika
Langit terlihat mendung, angin bertiup sangat dingin seperti akan turun hujan. Alina dan Nina berjalan menyusuri trotoar. Dan sesekali keduanya berhenti untuk istirahat melepaskan rasa lelah. Seperti sekarang keduanya sedang beristirahat di sebuah taman. Terlihat si Kenzo menggeliat dan menangis karena haus dan lapar. "Bu, kita mau pergi ke mana?" tanya Alina pada Nina yang sedang mencoba menenangkan Kenzie. "Ibu juga bingung Al, jika kita pulang ke kampung halaman apa nanti kata tetangga, mereka pasti akan menghina kita mencaci maki karena kamu pulang dengan membawa anak dan kamu belum diketahui telah menikah. "Al, apa betul apa yang dikatakan oleh suamimu, jika si kembar bukan anaknya? tanya Nina dengan lembut dan sangat hati hati. Kedua netral Alina sudah berkaca-kaca, kerjanya terasa sesak hatinya merasa sakit mengingat apa yang dituduhkan oleh Panji. Alina pun menggeleng pelan dan Nina hanya bisa menghela nafas kasar. "Itu tidak benar Bu, Aku tidak pernah berselingkuh denga
"Mama tidak mau tahu, kau cari Alina sampai ketemu! Bawa pulang menantu kesayangan mama dan cucu-cucu mama!" kata Lisa menatap berang pada Panji. "Sudah Ma, sudah, Mama harus ingat kondisi kesehatan Mama, nanti darah tingginya naik bahaya," kata Aaron dengan suara yang sangat lembut dan memeluk erat tubuh Lisa yang masih ingin menyerang Panji dengan menggunakan senjata andalannya yaitu sapu. Suatu kebiasaan emak-emak zaman sekarang jika marah pada anaknya pun akan memegang sapu sambil mengacung-ngacungkan dan mengancam anaknya. Jika anaknya tidak segera mengakui kesalahannya maka sapu itu akan mendarat di tubuhnya seperti halnya yang terjadi dengan Lisa saat ini dia begitu geram atas kelakuan Panji pada Alina yang seenaknya. "Sudah jelas-jelas benih itu kau yang menanamnya, masih saja menuduh orang lain! Kau yang merasakan merem melek menikmati kenikmatan, berani-beraninya kau tidak mau mengakuinya! Apa kau meminta Mama untuk menebas burungmu itu Panji?" tanya Lisa sarkas. Panji s
Panji tidak menceritakan perjuangannya selama ini untuk mencari Alina. Ia lebih memilih menguburnya rapat-rapat. Ia pun berencana ingin menemui Nina, dan menyampaikan pesan dari mamanya. Panji berpamitan pada Alina dan Marcel dengan membawa Jacob yang dibekuk oleh Dion. Saat ia melangkah dan ingin meninggalkan ruangan itu terdengar teriakan dari salah seorang anak kembar yang memanggilnya uncle. "Uncle...," Kenzie berlari ke arah Panji dengan senyum yang mengembang lalu memeluk Panji dengan sangat erat. "Terima kasih uncle, karena uncle sudah mengembalikan mainan Kenzie," kata Kenzie dengan polosnya, dan menggunakan bahasa Inggris yang lancar. Kenzo hanya melihat tanpa ingin mendekat ada rasa kesal di hatinya saat melihat Kenzie begitu dekat dengan orang yang belum ia kenal, dan sempat membuat Mommy ketakutan. Entah karena ikatan batin antara Kenzie dan Panji hingga ia enggan untuk melepaskan Panji pergi. Hingga Kenzie harus menangis saat Kenzo melepaskannya dengan paksa pelukan
Teriakan Alina berhasil membuat Dion berhenti menghajar Jacob. Dengan tatapan mata yang tajam Dion menetap Jacob yang sudah bersimbah darah. Darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah dan beberapa giginya ada yang patah. Nafas Alina memburu jantungnya pun seakan berhenti berdetak. Beruntung Max langsung mengamankan si kembar dan membawanya masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat adegan kekerasan yang baru saja terpampang di hadapan Alina. "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Panji pada Dion dan menatapnya tajam. "Cukup!" Alina kembali berteriak, karena jika dia berkata pun mungkin tidak akan ada yang mendengarnya jadi terpaksa Alina berteriak. Panji menatap Alina, yang tengah mengatur nafas terlihat dari dadanya yang naik turun. "Apakah masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik Tuan Panji Kusuma Wijaya?" tanya Alina lirih dan memanggil nama lengkap Panji. "Pasti Tuan bertanya-tanya, kenapa saya bisa berada di Amerika? Kenapa saya bisa menikah dengan Tuan Marce
Perasaan yang Panji rasakan campur aduk, bahkan ia kehilangan kata-kata hanya untuk sekedar berkata maaf. "Tu-Tuan...," "Ka-kamu...," Ucap Panji dan Alina terbata dan bersamaan. "Kamu saja lebih dulu yang berbicara!" kata Panji. "Tuan saja silakan lebih dulu berbicara, saya akan mendengarkan!" sahut Alina dengan lembut. Marcel yang mengerti dengan keadaan saat ini ia memilih keluar dan memberikan waktu untuk Alina dan Panji berbicara berdua. "Sayang..., Lebih baik aku keluar dulu ya ajak anak-anak kamu dan dia ngobrol aja dulu," kata Marcel dan kemudian bangun dari duduknya lalu menghampiri si kembar untuk mengajaknya keluar ruangan. Akan tetapi Alina menggeleng kuat dan menahan Marcel untuk tidak meninggalkannya. Alina merasa takut bayang-bayang masa lalu yang dilakukan Panji terhadapnya saat Panji hampir saja menghilangkan nyawanya dengan mencekik nya, waktu itu menari-nari di pelupuk matanya. Apalagi saat membayangkan kemarahan Panji saat melempar hasil tes DNA ke waj
Panji tidak bisa mengenali pria yang bersama Alina karena sosok pria tersebut berdiri memunggunginya. Dadanya terasa sesak saat mendengar si kembar memanggil pria itu dengan sebutan Deddy. Terlihat begitu sangat bahagia Alina bersama pria itu bahkan si kembar menganggap pria itu adalah ayahnya.Panji meraba dadanya yang terasa sakit dan berdenyut, iya sedikit limbung beruntung Dion menopang tubuhnya."Boos..., kau tidak apa-apa?" tanya Dion khawatir.Airmata Panji mengalir tanpa permisi pandangannya menatap lurus pada punggung yang semakin menjauh. Di genggaman tangannya ia meremas salah satu mainan miniatur milik dua puncak kembar tadi yang terjatuh tidak sengaja saat berlari keluar lift."Tuan Panji, anda tidak apa-apa? tanya Mr lee yang datang menyusul karena Panji tidak kunjung datang memenuhi panggilannya dan ia terkejut saat melihat Panji sedang bersimpuh di lantai dengan keadaan yang sedikit kacau.Panji yang ia kenal adalah panji yang mempunyai sikap tegas kejam pada siapapun
Panji dan Dion telah tiba di bandara setelah melewati perjalanan yang cukup panjang 18 jam perjalanan dengan menggunakan jet pribadi milik Panji. Kali ini ia berjanji dalam hatinya akan membawa Alina dan anak-anaknya pulang bagaimanapun caranya.Akan tetapi Panji heran, "Kenapa Alina bisa berada dan tinggal di Amerika? Dia tinggal bersama siapa?" gumam Panji lirih. Ia harus mencari tau.Panji dan Dion langsung diantar oleh Alex menuju apartemen untuk beristirahat sejenak, karena nanti malam ketiganya akan menghadiri acara pesta anniversary rekan bisnis yang mengundang Panji beserta Dion. Sedangkan Alex tentu saja Ia mendapatkan undangan secara khusus karena iya adalah salah satu orang yang sudah memperkenalkan Panji dengan salah satu orang berpengaruh di Amerika."Sebaiknya kalian istirahat dulu," Alex menepuk pundak Panji dan tersenyum lalu berpamitan meninggalkan Panji dan Dion.Panji melangkah lebih dulu memasuki kamar yang terlihat mewah di ap
Lima tahun kemudian di Boston Amerika. Seorang pria dewasa tengah bermain dengan dua bocah laki-laki kembar yang salah satunya mirip dengan Sang Mama mempunyai sifat yang lebih lembut, hangat, dan ceria. Sedangkan sang kakak mempunyai sikap yang lebih dingin cenderung cuek dan tidak peduli menjadi pribadi yang tertutup adalah cerminan dari sang Papa.Ya, si kembar Kenzo dan Kenzie sudah tumbuh besar dan usianya saat ini menginjak lima tahun lebih. Mereka sedang bermain di taman ditemani oleh Marcel. Satu-satunya pria yang dianggap oleh si kembar adalah papanya. Marcel sangat tulus menyayangi si kembar, yang menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayangnya murni dari hati tidak ada sedikitpun unsur pemaksaan saat meminta Alina, lima tahun yang lalu untuk menikah dengannya.Marcel hanya berniat untuk menolong Alina dan kedua bayinya waktu itu. Dan pernikahan mereka dari dulu hingga sekarang belum pernah sekalipun untuk keduanya melakukan hubungan s
Setelah Marcel mengamankan Nina dan si kembar ia bergegas akan menyelamatkan Alina. Ia menyayangkan mengapa Alina yang harus menjadi korban penyekapan ini. Tujuannya hanya satu agar ia datang untuk menyelamatkan Alina.Marcel pun beruntung karena telah memasang alat pelacak yang ia pasang di jam tangan milik Alina. Sehingga membuat Marcel lebih gampang untuk menemukan di mana keberadaan Alina.Marcel terpaksa membawa Nina dan si kembar ke mansion, karena di sana akan lebih aman."Kita berada di mana ini Nak, Marcel?" tanya Nina saat berada di bangunan megah."Bu, Ibu tinggal di sini dulu ya sementara waktu, hingga semuanya aman dan aku bisa menyelamatkan Alina!" ucap Marcel pada Nina."Nak, Nak Marcel...," Nina menghentikan langkah Marcel yang hendak melangkah.Dengan menatap sendu Nina berkata pada Marcel dengan memohon. "Selamatkan Alina Nak Marcel!" pinta Nina sambil menggenggam erat tangan Marcel.Marcell pun tersen
Bayi kembar yang usianya baru tiga bulan kurang itu menangis dengan sangat kencang.Anehnya saat Marcel mendekati si kembar mereka langsung saja anteng saat digendong oleh Marcel, membuat Alina menatapnya dengan haru.Andai saja yang menggendong si kembar saat ini adalah ayahnya, mungkin Alina akan sangat bahagia saat sosok pria yang sedang menggendong si kembar adalah suaminya sendiri yaitu Panji. Tak terasa bulir bening mengalir di ujung netra Alina.Nina yang menyadari kesedihan Alina kemudian menghampiri dan memeluknya. Memberikan kekuatan dan menyalurkan energi positif."Apakah kamu tidak mau melihat anak-anakmu bahagia?" tanya Nina tiba-tiba, membuat Alina terkejut atas pertanyaan yang diberikan oleh ibunya."Al..., anak-anakmu butuh sosok seorang ayah. Menikahlah dengan Marcel!" pinta Nina pada Alina untuk mempertimbangkan kebahagiaan si kembar."Tapi Bu, aku dan Mas Panji belum resmi bercerai," kata Alina"Panji
Awalnya Marcel itu ragu untuk menolong kedua wanita yang berbeda usia itu, namun hati nuraninya mengatakan hal yang berbeda. Hatinya berkata untuk menolong kedua wanita itu dan melihat bayi kembar yang berada dalam gendongan masing-masing wanita itu. Lalu Marcel mencoba menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat.Menunggu beberapa menit kemudian ambulans pun datang dan beberapa perawat mengeksekusi korban masuk ke dalam mobil ambulans dan bayi kembar digendong oleh dua orang perawat wanita yang saat Marcel memesan ambulans Ia juga memesan dua perawat untuk membawa bayi kembar yang menangis dipelukan ibu dan neneknya.Setelah tiba di rumah sakit Marcel berjalan mondar-mandir tidak tenang dan di dalam hatinya berdoa agar dua wanita yang ia tabrak itu selamat.Satu jam berlalu dokter yang menangani pasien keluar dari ruangan IGD dan menyampaikan jika keadaan pasien baik-baik saja hanya mengalami luka benturan di kepalanya.Marcell pun akhirnya bisa