Perasaan yang Panji rasakan campur aduk, bahkan ia kehilangan kata-kata hanya untuk sekedar berkata maaf. "Tu-Tuan...," "Ka-kamu...," Ucap Panji dan Alina terbata dan bersamaan. "Kamu saja lebih dulu yang berbicara!" kata Panji. "Tuan saja silakan lebih dulu berbicara, saya akan mendengarkan!" sahut Alina dengan lembut. Marcel yang mengerti dengan keadaan saat ini ia memilih keluar dan memberikan waktu untuk Alina dan Panji berbicara berdua. "Sayang..., Lebih baik aku keluar dulu ya ajak anak-anak kamu dan dia ngobrol aja dulu," kata Marcel dan kemudian bangun dari duduknya lalu menghampiri si kembar untuk mengajaknya keluar ruangan. Akan tetapi Alina menggeleng kuat dan menahan Marcel untuk tidak meninggalkannya. Alina merasa takut bayang-bayang masa lalu yang dilakukan Panji terhadapnya saat Panji hampir saja menghilangkan nyawanya dengan mencekik nya, waktu itu menari-nari di pelupuk matanya. Apalagi saat membayangkan kemarahan Panji saat melempar hasil tes DNA ke waj
Teriakan Alina berhasil membuat Dion berhenti menghajar Jacob. Dengan tatapan mata yang tajam Dion menetap Jacob yang sudah bersimbah darah. Darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah dan beberapa giginya ada yang patah. Nafas Alina memburu jantungnya pun seakan berhenti berdetak. Beruntung Max langsung mengamankan si kembar dan membawanya masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat adegan kekerasan yang baru saja terpampang di hadapan Alina. "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Panji pada Dion dan menatapnya tajam. "Cukup!" Alina kembali berteriak, karena jika dia berkata pun mungkin tidak akan ada yang mendengarnya jadi terpaksa Alina berteriak. Panji menatap Alina, yang tengah mengatur nafas terlihat dari dadanya yang naik turun. "Apakah masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik Tuan Panji Kusuma Wijaya?" tanya Alina lirih dan memanggil nama lengkap Panji. "Pasti Tuan bertanya-tanya, kenapa saya bisa berada di Amerika? Kenapa saya bisa menikah dengan Tuan Marce
Panji tidak menceritakan perjuangannya selama ini untuk mencari Alina. Ia lebih memilih menguburnya rapat-rapat. Ia pun berencana ingin menemui Nina, dan menyampaikan pesan dari mamanya. Panji berpamitan pada Alina dan Marcel dengan membawa Jacob yang dibekuk oleh Dion. Saat ia melangkah dan ingin meninggalkan ruangan itu terdengar teriakan dari salah seorang anak kembar yang memanggilnya uncle. "Uncle...," Kenzie berlari ke arah Panji dengan senyum yang mengembang lalu memeluk Panji dengan sangat erat. "Terima kasih uncle, karena uncle sudah mengembalikan mainan Kenzie," kata Kenzie dengan polosnya, dan menggunakan bahasa Inggris yang lancar. Kenzo hanya melihat tanpa ingin mendekat ada rasa kesal di hatinya saat melihat Kenzie begitu dekat dengan orang yang belum ia kenal, dan sempat membuat Mommy ketakutan. Entah karena ikatan batin antara Kenzie dan Panji hingga ia enggan untuk melepaskan Panji pergi. Hingga Kenzie harus menangis saat Kenzo melepaskannya dengan paksa pelukan
"Panggil Alina, sekarang juga!" Seru seorang wanita kepada salah seorang asisten rumah tangga yang dari tadi sedang sibuk mengepel lantai di ruang tamu.Mbok Sumi pun dengan patuh menuruti apa yang diperintahkan oleh sang majikan. Ia segera berjalan tergopoh-gopoh menuju ke arah dapur untuk memanggil Alina. Seorang gadis muda yang baru 1 bulan terakhir ini bekerja bersamanya menjadi pembantu rumah tangga."Lina....Lin kamu dimana?" Triak Mbok Sum setelah sampai di dapur dan tidak menemukan Lina yang tadi saat Ia tinggal sedang mencuci piring."Cucian piring masih banyak gini, tapi si Lina kemana? gumam Mbok Sum berbicara sendiri.Mbok Sumi menyusuri lorong menuju paviliun di belakang, paviliun yang di peruntukan untuk tempat tinggal para pekerja di rumah besar milik pasangan suami istri yang terkenal sangat kaya di kota. Dan benar saja dugaan Mbok Sum jika Alina berada di paviliun. "Tapi.....tunggu, kenapa dia menangis?" Mbok Sum segera menghampiri Alina yang sedang menangis dengan me
"Tunggu!""Mulai malam ini kamu tidurlah di kamar tamu! Saya tidak suka jika calon istri saya masih tidur di paviliun." kata Panji dengan suara datarnya.Maria segera mengantarkan Alina ke kamar tamu yang sudah ia sediakan sebelumnya."Istirahatlah di sini dan persiapkan dirimu, besok adalah hari pernikahanmu!" kata Maria sambil berlalu meninggalkan Alina."Tu-tunggu Nyonya," lirih Alina pelan tapi masih terdengar jelas oleh Maria.Maria yang hendak melangkah segera menghentikan langkahnya, karena Alina memanggilnya. Ia segera berbalik dan tersenyum menatap Alina yang berjalan mendekat."Ada apa?""Maaf Nyonya, ke-kenapa Nyonya meminta Tuan menikahi saya? tanya Alina dengan suara yang lembut dan sangat hati hati.Maria tersenyum mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Alina. Ia tau jika Alina pasti akan bertanya mengenai hal ini. Dengan memegang kedua pundak Alina dengan erat tapi tidak menyakiti."Maafkan saya ya Alina, karena saya telah menyeret kamu masuk ke dalam lingkaran mas
"Dengan siapa aku akan tinggal di sini Mbok?" tanya Alina."Kamu akan tinggal di sini bersama seorang asisten rumah tangga yang akan membantumu setiap hari,''"Sekarang aku harus pulang dulu, karena Nyonya besar akan pulang dari hongkong bersama Tuan Besar. Mereka pasti akan marah jika aku tak ada di rumah dan menyambut mereka," kata Mbok Sum pamit dan meninggalkan Alina di apartemen bersama satu satpam dan satu asisten rumah tangga.Mbok Sumi dan Mang Jono pun kembali ke rumah Tuan Panji. Karena misi mereka berhasil telah menyembunyikan Alina dari Nyonya Lisa dan Tuan Aroon. Sebenarnya Nyonya Lisa sudah tidak suka dengan Nyonya Maria karena dulu pernah beberapa kali melihat jika sang menantu sedang berjalan mesra dengan seorang pria. Saat itu Nyonya Lisa akan melabrak sang menantu akan tetapi Tuan Aroon menghentikannya dan mengajaknya pulang. Sampai pada saat ini Nyonya Lisa selalu menjaga jarak dengan menantunya.Satu jam kemudian Mbok Sumi dan Mang Jono tiba di kediaman Tuan Panji
"Tap-tapi Tuan, " kata Alina masih ragu.Tanpa menjawab, Panji nampak menghubungi seseorang untuk memesan tiket pesawat menuju Surabaya. Ia memesan tiket pesawat VIP, untuk berangkat satu jam kemudian.Bersiaplah dari sekarang karena pesawat akan berangkat jam 8 pagi. Karena nanti malam kita harus sudah kembali ke sini lagi.Kata Panji sambil menyeruput kembali kopi buatan Alina yang sudah dingin tinggal setengah.Alina masuk ke dalam kamar hanya tinggal mengganti pakaian saja dan mengambil sebuah tas kecil yang harganya pun tidaklah mahal. Dengan mengenakan celana jeans berwarna Navy dan kemeja berlengan pendek berwarna hitam Alina pun mematutkan diri di depan cermin besar yang terdapat di dalam kamarnya tinggi cermin itu secara setara dengan tinggi badannya. Setelah selesai Ia pun keluar kamar dan menghampiri Panji yang sedang sibuk menelpon ia berdiri dengan jarak 1 m dari arah Panji yang berdiri di jendela dan menghadap ke taman belakang apartemen."Aku pasti tidak akan lama sayan
"Apa kamu tidak mau membuat ibumu senang dalam keadaannya yang sakit?" tanya Panji pada Alina yang terdiam."Tapi tidak seperti ini caranya Tuan, apalah artinya jika sekarang ibu saya bahagia setelah saya akan menikah dengan tuan, akan tetapi suatu saat beliau akan tau jika semua ini adalah sebuah kebohongan yang akan terungkap nantinya!" kata Alina dengan suara yang bergetar dan airmata yang mengalir deras membasahi wajahnya yang putih mulus.Alina tergugu membayangkan jika suatu hari nanti ibunya akan tau jika ia menjual rahimnya untuk sang majikan, apakah ibunya tidak akan merasa kecewa dengannya? Alina sangat terkejut saat Panji berusaha menarik tubuhnya ke dalam pelukanya untuk menenangkannya. Ia mencoba berontak akan tetapi ia tidak bisa melepaskan pelukan Panji sangat erat hingga ia pasrah dan menangis dalam pelukan pria yang masih berstatus majikannya.EheeemTerdengar deheman dari seorang pria yang ternyata adalah paman Asep. ''Kalian baik baik saja?" tanya Paman Asep khawati
Panji tidak menceritakan perjuangannya selama ini untuk mencari Alina. Ia lebih memilih menguburnya rapat-rapat. Ia pun berencana ingin menemui Nina, dan menyampaikan pesan dari mamanya. Panji berpamitan pada Alina dan Marcel dengan membawa Jacob yang dibekuk oleh Dion. Saat ia melangkah dan ingin meninggalkan ruangan itu terdengar teriakan dari salah seorang anak kembar yang memanggilnya uncle. "Uncle...," Kenzie berlari ke arah Panji dengan senyum yang mengembang lalu memeluk Panji dengan sangat erat. "Terima kasih uncle, karena uncle sudah mengembalikan mainan Kenzie," kata Kenzie dengan polosnya, dan menggunakan bahasa Inggris yang lancar. Kenzo hanya melihat tanpa ingin mendekat ada rasa kesal di hatinya saat melihat Kenzie begitu dekat dengan orang yang belum ia kenal, dan sempat membuat Mommy ketakutan. Entah karena ikatan batin antara Kenzie dan Panji hingga ia enggan untuk melepaskan Panji pergi. Hingga Kenzie harus menangis saat Kenzo melepaskannya dengan paksa pelukan
Teriakan Alina berhasil membuat Dion berhenti menghajar Jacob. Dengan tatapan mata yang tajam Dion menetap Jacob yang sudah bersimbah darah. Darah mengalir dari sudut bibirnya yang pecah dan beberapa giginya ada yang patah. Nafas Alina memburu jantungnya pun seakan berhenti berdetak. Beruntung Max langsung mengamankan si kembar dan membawanya masuk ke dalam kamar sehingga tidak melihat adegan kekerasan yang baru saja terpampang di hadapan Alina. "Jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Panji pada Dion dan menatapnya tajam. "Cukup!" Alina kembali berteriak, karena jika dia berkata pun mungkin tidak akan ada yang mendengarnya jadi terpaksa Alina berteriak. Panji menatap Alina, yang tengah mengatur nafas terlihat dari dadanya yang naik turun. "Apakah masalah ini tidak bisa dibicarakan baik-baik Tuan Panji Kusuma Wijaya?" tanya Alina lirih dan memanggil nama lengkap Panji. "Pasti Tuan bertanya-tanya, kenapa saya bisa berada di Amerika? Kenapa saya bisa menikah dengan Tuan Marce
Perasaan yang Panji rasakan campur aduk, bahkan ia kehilangan kata-kata hanya untuk sekedar berkata maaf. "Tu-Tuan...," "Ka-kamu...," Ucap Panji dan Alina terbata dan bersamaan. "Kamu saja lebih dulu yang berbicara!" kata Panji. "Tuan saja silakan lebih dulu berbicara, saya akan mendengarkan!" sahut Alina dengan lembut. Marcel yang mengerti dengan keadaan saat ini ia memilih keluar dan memberikan waktu untuk Alina dan Panji berbicara berdua. "Sayang..., Lebih baik aku keluar dulu ya ajak anak-anak kamu dan dia ngobrol aja dulu," kata Marcel dan kemudian bangun dari duduknya lalu menghampiri si kembar untuk mengajaknya keluar ruangan. Akan tetapi Alina menggeleng kuat dan menahan Marcel untuk tidak meninggalkannya. Alina merasa takut bayang-bayang masa lalu yang dilakukan Panji terhadapnya saat Panji hampir saja menghilangkan nyawanya dengan mencekik nya, waktu itu menari-nari di pelupuk matanya. Apalagi saat membayangkan kemarahan Panji saat melempar hasil tes DNA ke waj
Panji tidak bisa mengenali pria yang bersama Alina karena sosok pria tersebut berdiri memunggunginya. Dadanya terasa sesak saat mendengar si kembar memanggil pria itu dengan sebutan Deddy. Terlihat begitu sangat bahagia Alina bersama pria itu bahkan si kembar menganggap pria itu adalah ayahnya.Panji meraba dadanya yang terasa sakit dan berdenyut, iya sedikit limbung beruntung Dion menopang tubuhnya."Boos..., kau tidak apa-apa?" tanya Dion khawatir.Airmata Panji mengalir tanpa permisi pandangannya menatap lurus pada punggung yang semakin menjauh. Di genggaman tangannya ia meremas salah satu mainan miniatur milik dua puncak kembar tadi yang terjatuh tidak sengaja saat berlari keluar lift."Tuan Panji, anda tidak apa-apa? tanya Mr lee yang datang menyusul karena Panji tidak kunjung datang memenuhi panggilannya dan ia terkejut saat melihat Panji sedang bersimpuh di lantai dengan keadaan yang sedikit kacau.Panji yang ia kenal adalah panji yang mempunyai sikap tegas kejam pada siapapun
Panji dan Dion telah tiba di bandara setelah melewati perjalanan yang cukup panjang 18 jam perjalanan dengan menggunakan jet pribadi milik Panji. Kali ini ia berjanji dalam hatinya akan membawa Alina dan anak-anaknya pulang bagaimanapun caranya.Akan tetapi Panji heran, "Kenapa Alina bisa berada dan tinggal di Amerika? Dia tinggal bersama siapa?" gumam Panji lirih. Ia harus mencari tau.Panji dan Dion langsung diantar oleh Alex menuju apartemen untuk beristirahat sejenak, karena nanti malam ketiganya akan menghadiri acara pesta anniversary rekan bisnis yang mengundang Panji beserta Dion. Sedangkan Alex tentu saja Ia mendapatkan undangan secara khusus karena iya adalah salah satu orang yang sudah memperkenalkan Panji dengan salah satu orang berpengaruh di Amerika."Sebaiknya kalian istirahat dulu," Alex menepuk pundak Panji dan tersenyum lalu berpamitan meninggalkan Panji dan Dion.Panji melangkah lebih dulu memasuki kamar yang terlihat mewah di ap
Lima tahun kemudian di Boston Amerika. Seorang pria dewasa tengah bermain dengan dua bocah laki-laki kembar yang salah satunya mirip dengan Sang Mama mempunyai sifat yang lebih lembut, hangat, dan ceria. Sedangkan sang kakak mempunyai sikap yang lebih dingin cenderung cuek dan tidak peduli menjadi pribadi yang tertutup adalah cerminan dari sang Papa.Ya, si kembar Kenzo dan Kenzie sudah tumbuh besar dan usianya saat ini menginjak lima tahun lebih. Mereka sedang bermain di taman ditemani oleh Marcel. Satu-satunya pria yang dianggap oleh si kembar adalah papanya. Marcel sangat tulus menyayangi si kembar, yang menganggap mereka seperti anak kandungnya sendiri. Kasih sayangnya murni dari hati tidak ada sedikitpun unsur pemaksaan saat meminta Alina, lima tahun yang lalu untuk menikah dengannya.Marcel hanya berniat untuk menolong Alina dan kedua bayinya waktu itu. Dan pernikahan mereka dari dulu hingga sekarang belum pernah sekalipun untuk keduanya melakukan hubungan s
Setelah Marcel mengamankan Nina dan si kembar ia bergegas akan menyelamatkan Alina. Ia menyayangkan mengapa Alina yang harus menjadi korban penyekapan ini. Tujuannya hanya satu agar ia datang untuk menyelamatkan Alina.Marcel pun beruntung karena telah memasang alat pelacak yang ia pasang di jam tangan milik Alina. Sehingga membuat Marcel lebih gampang untuk menemukan di mana keberadaan Alina.Marcel terpaksa membawa Nina dan si kembar ke mansion, karena di sana akan lebih aman."Kita berada di mana ini Nak, Marcel?" tanya Nina saat berada di bangunan megah."Bu, Ibu tinggal di sini dulu ya sementara waktu, hingga semuanya aman dan aku bisa menyelamatkan Alina!" ucap Marcel pada Nina."Nak, Nak Marcel...," Nina menghentikan langkah Marcel yang hendak melangkah.Dengan menatap sendu Nina berkata pada Marcel dengan memohon. "Selamatkan Alina Nak Marcel!" pinta Nina sambil menggenggam erat tangan Marcel.Marcell pun tersen
Bayi kembar yang usianya baru tiga bulan kurang itu menangis dengan sangat kencang.Anehnya saat Marcel mendekati si kembar mereka langsung saja anteng saat digendong oleh Marcel, membuat Alina menatapnya dengan haru.Andai saja yang menggendong si kembar saat ini adalah ayahnya, mungkin Alina akan sangat bahagia saat sosok pria yang sedang menggendong si kembar adalah suaminya sendiri yaitu Panji. Tak terasa bulir bening mengalir di ujung netra Alina.Nina yang menyadari kesedihan Alina kemudian menghampiri dan memeluknya. Memberikan kekuatan dan menyalurkan energi positif."Apakah kamu tidak mau melihat anak-anakmu bahagia?" tanya Nina tiba-tiba, membuat Alina terkejut atas pertanyaan yang diberikan oleh ibunya."Al..., anak-anakmu butuh sosok seorang ayah. Menikahlah dengan Marcel!" pinta Nina pada Alina untuk mempertimbangkan kebahagiaan si kembar."Tapi Bu, aku dan Mas Panji belum resmi bercerai," kata Alina"Panji
Awalnya Marcel itu ragu untuk menolong kedua wanita yang berbeda usia itu, namun hati nuraninya mengatakan hal yang berbeda. Hatinya berkata untuk menolong kedua wanita itu dan melihat bayi kembar yang berada dalam gendongan masing-masing wanita itu. Lalu Marcel mencoba menghubungi ambulans di rumah sakit terdekat.Menunggu beberapa menit kemudian ambulans pun datang dan beberapa perawat mengeksekusi korban masuk ke dalam mobil ambulans dan bayi kembar digendong oleh dua orang perawat wanita yang saat Marcel memesan ambulans Ia juga memesan dua perawat untuk membawa bayi kembar yang menangis dipelukan ibu dan neneknya.Setelah tiba di rumah sakit Marcel berjalan mondar-mandir tidak tenang dan di dalam hatinya berdoa agar dua wanita yang ia tabrak itu selamat.Satu jam berlalu dokter yang menangani pasien keluar dari ruangan IGD dan menyampaikan jika keadaan pasien baik-baik saja hanya mengalami luka benturan di kepalanya.Marcell pun akhirnya bisa