Panji mencengkeram rambutnya frustasi. Ia berteriak sekencang-kencangnya setelah Aron keluar dari ruang kerjanya. Seolah-olah seperti anak kecil yang meminta kinder Joy di minimarket itu nggak dikasih sama orang tuanya. Seperti itulah saat ini Panji merasa kedua orang tuanya lebih menyayangi Alina daripada anak kandungnya sendiri. Tiba-tiba Panji mendengar suara handphonenya berdering, Ia pun segera meraihnya dari kantong celananya dan segera mengangkat panggilan telepon itu. Ternyata dari pihak rumah sakit jiwa yang mengabarkan Maria kritis. Dikabarkan oleh pihak rumah sakit jika Maria telah mengalami pendarahan hebat akibat terlalu sering membentur-benturkan tubuhnya terutama bagian perut ke dinding. Tanpa berpikir panjang lagi Panji meraih handphone dan kunci mobil ia segera pergi ke rumah sakit tanpa berpamitan kepada Lisa dan Aron yang sedang duduk di ruang keluarga. Nina yang melihatnya pun enggan untuk bertanya akan ke mana menantunya pergi. "Nin, maafkan Panji ya Nin, jika
Langit terlihat mendung, angin bertiup sangat dingin seperti akan turun hujan. Alina dan Nina berjalan menyusuri trotoar. Dan sesekali keduanya berhenti untuk istirahat melepaskan rasa lelah. Seperti sekarang keduanya sedang beristirahat di sebuah taman. Terlihat si Kenzo menggeliat dan menangis karena haus dan lapar. "Bu, kita mau pergi ke mana?" tanya Alina pada Nina yang sedang mencoba menenangkan Kenzie. "Ibu juga bingung Al, jika kita pulang ke kampung halaman apa nanti kata tetangga, mereka pasti akan menghina kita mencaci maki karena kamu pulang dengan membawa anak dan kamu belum diketahui telah menikah. "Al, apa betul apa yang dikatakan oleh suamimu, jika si kembar bukan anaknya? tanya Nina dengan lembut dan sangat hati hati. Kedua netral Alina sudah berkaca-kaca, kerjanya terasa sesak hatinya merasa sakit mengingat apa yang dituduhkan oleh Panji. Alina pun menggeleng pelan dan Nina hanya bisa menghela nafas kasar. "Itu tidak benar Bu, Aku tidak pernah berselingkuh denga
"Mama tidak mau tahu, kau cari Alina sampai ketemu! Bawa pulang menantu kesayangan mama dan cucu-cucu mama!" kata Lisa menatap berang pada Panji. "Sudah Ma, sudah, Mama harus ingat kondisi kesehatan Mama, nanti darah tingginya naik bahaya," kata Aaron dengan suara yang sangat lembut dan memeluk erat tubuh Lisa yang masih ingin menyerang Panji dengan menggunakan senjata andalannya yaitu sapu. Suatu kebiasaan emak-emak zaman sekarang jika marah pada anaknya pun akan memegang sapu sambil mengacung-ngacungkan dan mengancam anaknya. Jika anaknya tidak segera mengakui kesalahannya maka sapu itu akan mendarat di tubuhnya seperti halnya yang terjadi dengan Lisa saat ini dia begitu geram atas kelakuan Panji pada Alina yang seenaknya. "Sudah jelas-jelas benih itu kau yang menanamnya, masih saja menuduh orang lain! Kau yang merasakan merem melek menikmati kenikmatan, berani-beraninya kau tidak mau mengakuinya! Apa kau meminta Mama untuk menebas burungmu itu Panji?" tanya Lisa sarkas. Panji s
Panji mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, beruntung jalanan sepi dan lenggang karena waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 malam. Tidak membutuhkan waktu yang lama Panji sudah tiba dimension kediamannya. Para bodyguard langsung membukakan pintu untuknya, Panji langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Iya keluar dengan begitu kasar dan tutup pintu mobil. Braaakkk Panji membuka pintu mobil satunya lagi dan menyeret seorang wanita, yang sudah bentuk tubuhnya acak adul, rambutnya berantakan, pakaiannya sedikit terkoyak memar di wajahnya. Para maid dan bodyguard yang menyambut kedatangan Panji dengan menjambak seorang wanita yang sangat mereka kenali. Panji melempar tubuh wanita itu tepat dihadapan Mbok Sumi. Membuat kedua bola mata Mbok Sumi membulat sempurna. "Tu-tuan apa yang terjadi?" tanya wanita paruh baya itu sedikit bergetar suaranya. "Silakan Mbok tanya sendiri
"Aaaggghhh..., tolong!" teriak Devi sangat kencang. "Diam! bisa nggak?" tanya salah satu seorang bodyguard sambil memukul jeruji besi dengan sebuah tongkat. Bodyguard itu menetap sinis pada Devi yang berteriak ketakutan hanya karena seekor kecoa. Ia mendengus kesal karena menganggap teriakan Devi itu tidak penting. Dion dan Rama masih berusaha terus mencari di mana hal ini berada. Mereka menyusuri setiap jalanan di ibukota dan meretas CCTV di jalanan hampir di setiap penjuru kota namun hasilnya nihil. Alina dan si kembar seperti lenyap ditelan bumi, tidak ada jejak sama sekali. Rama yang melihat Dion begitu sangat frustasi, ia merasa iba. "Kita setelah ini mau ke mana bro?" tanya Rama pada Dion sebelum ia menjalankan kembali mobilnya. Dion terlihat seperti orang linglung, tidak jauh berbeda dengan keadaan Panji di kediamannya. Setelah selesai melampiaskan amarahnya pada Devi ia melangkahkan kakinya ke mini bar. Duduk dengan bersilang kaki dan sambil memainkan sebuah cerita di ta
Terdengar derap langkah kaki dan terlihat beberapa orang berpakaian serba hitam masuk ke dalam ruangan. Enam orang pria bertubuh kekar dan berotot. Dengan raut wajah yang sangat menyeramkan dan semua pria itu membawa senjata berupa pistol. "Boss, maaf kami terlambat," ucap salah seorang bodyguard yang berbadan lebih jangkung dari yang lainnya. Panji tanpa menoleh ke arah para bodyguard, ia langsung menatap Maria dengan wajah yang sangat menyeramkan, membuat Maria beringsut mundur ke belakang hingga mencapai dinding. Dokter yang sedang memeriksa Maria pun ikut mundur, wajahnya mendadak pucat dan tubuhnya bergetar, ketakutan melanda hati setiap orang yang berada di ruangan itu, ruangan di mana Maria dirawat. Panji berjalan mendekat iya tersenyum hanya menyeringai menunjukkan sisi iblisnya yang sudah lama terpendam, yang sudah lama terkubur dan jarang sekali ia keluarkan. Panji hanya akan mengeluarkan sesi iblisnya jika ia disenggol maka ia akan bacok biasanya ia selalu menampilkan
Dua bulan telah berlalu, namun pencarian terhadap Alina semuanya nihil. Panji sekarang hidupnya seperti orang yang sudah kehilangan arah. Ia menghabiskan waktu sehari-harinya hanya dengan bekerja, bekerja dan bekerja.Berangkat pagi dan selalu pulang malam. Bahkan kadang ia sering tidak pulang ke rumah, ia sering menghabiskan waktunya dan bermalam di apartemen miliknya yang pernah Alina tinggali.Dalam pencarian Alina dua bulan yang lalu Panji sempat mencarinya ke Surabaya, ke kampung halaman Alina dan menemui Paman Asep, akan tetapi hasilnya sama dengan pencarian yang sebelumnya, nihil."Ke mana lagi aku harus mencarimu sayang? Aku sudah melakukan semua usaha dalam pencarianmu, namun Tuhan belum berkehendak, mempertemukan kita," gumam Panji dengan linangan air mata.Keesokan harinya Panji sebelum berangkat ke kantor, iya mampir dulu ke mansion karena Lisa ingin bertemu.Semenjak sakit dan semenjak Alina pergi kesehatan Lisa semakin menurun. Ia merasa bersalah pada Nina karena Panji t
Di kediaman Wijaya, duo larva datang untuk melaporkan jika penyergapan pada ketua klan mafia di London gagal. Panji hanya diam mendengarkan laporan itu."Apakah harus aku sendiri yang bertindak?" tanya Panji menatap tajam ke arah duo larva.Duo larva hanya bisa bungkam. "Sebaiknya jangan Bos, kita saja yang berangkat atau salah satu dari kita," kata Rama mencoba memberi solusi."Bagaimana bisa Marcell itu kabur? Apa kalian tidak mendengarkan arahanku?" tanya Panji geram.Informasi dari anak buah kita Marcel itu bersama dengan seorang wanita muda, kemungkinan besar wanita muda itu adalah kekasihnya. Karena terlihat mereka menikmati suasana romantis di tepi pantai."Bagus, kalau begitu kita bisa memanfaatkan wanita itu untuk menghancurkan Marcell, dan merebut kembali apa yang sudah dia ambil dariku."Tapi tidak ada yang tahu wanita itu tinggal di mana, sepertinya mereka tidak tinggal bersama dalam satu rumah." kata Dion."