"Lepaslah masa dudamu itu," kata Irvin mendesak agar temannya itu dengan mudah menerima putri bungsunya.
"Irv, kita ini berteman, aku percaya kamu tidak akan menjerumuskan aku. Tapi, lihatlah jarak usia antara aku dan Ariana. Apakah itu bukan kejahatan menikahi gadis dengan jarak 23 tahun?" tanya Jareth seakan ragu, apa kata orang nanti dan apakah Ariana akan setuju pula.
"Kejahatan apanya? Kita sudah sering mendengar ada kakek-kakek bau tanah yang menikahi perawan, tidak mengapa kalau dia mampu," kata Irvin mengemukakan pendapatnya secara subyektif.
Jareth harus mengiyakan bagian itu, beberapa waktu lalu relasi bisnisnya mengundangnya pada pernikahannya yang entah ke berapa. Dia bahkan sudah berusia 64 dan menikahi seorang model yang berusia lebih tua beberapa tahun dari Ariana. Banyak cibiran terdengar dan itu hal yang wajar.
Ariana itu cantik dan cerdas, tapi dia keras kepala meskipun agak pasif. Jareth pertama kali melihatnya ketika dia masih kecil dan bermain boneka dengan pengasuhnya. Siapa yang menyangka gadis cilik itu tumbuh menjadi gadis cantik dan ayahnya sekarang menawarkan kepadanya untuk menikahi anaknya itu.
Irvin memang terlalu baik, menyerahkan putri bungsunya itu kepadanya yang menduda entah berapa lama. Ariana bisa saja dijodohkan dengan pemuda putra taipan lain, bukannya duda yang ditinggal mati oleh istrinya macam dirinya. Mungkin memang sudah waktunya untuk mengakhiri kesendiriannya. Bukankah laut itu juga memiliki tepi.
"Ariana tadi, tidak mengiyakan tapi juga tidak menolak. Irv, aku agak ragu. Tapi aku juga tidak bisa memaksa kalau Ariana tidak bersedia, aku menyayanginya seperti keponakan sendiri." Jareth kembali menyuarakan kekuatirannya.
Irvin membuang napas dengan kasar, sebenarnya Ariana juga telah berteriak menolak. Tapi Jareth tidak perlu tahu. Adab dan etika yang telah diajarkannya melalui sekolah sopan santun itu sudah pasti tidak akan membuat putrinya bertingkah dengan tidak bertata krama. Meski kesal tapi dia tidak perlu kuatir.
"Kamu menduda terlalu lama, hingga melupakan kalau wanita itu memang rumit. Apakah kamu lupa? Diamnya wanita itu seringkali berarti iya. Dan Ariana sama sekali tidak menghindarimu sejak aku katakan bahwa kalian kemungkinan akan dijodohkan. Kamu bisa berpikir, itu berarti apa." Irvin bicara dengan panjang lebar.
"Kamu benar, mungkin saja begitu." Jareth mengiyakan, memang tidak salah yang dikatakan oleh sahabatnya.
"Kamu, menyukai putriku?" tanya Irvin memastikan sesuatu. "Ayolah jawab dengan jujur."
Jareth terlihat tersenyum sebelum akhirnya salah tingkah sendiri. Kursi yang berukir cantik itu diremasnya pelan sebelum akhirnya dia bersuara, "Aku tidak tahu apakah ini bisa disebut dengan cinta."
"Jareth tolonglah, aku tidak mau dia jatuh ke tangan orang yang tidak baik. Menikah itu untuk seumur hidup dan kamu pasti paham kalau seumur hidup itu lama," pinta Irvin sedikit membual, alasan itu memang benar tapi hanya separuh dari alasan yang sebenarnya.
Orang yang tidak baik apanya, Jareth menghela napas dengan dalam. Dirinya juga bukan orang suci, tawaran temannya itu begitu sulit untuk ditolak. Irvin itu adalah salah satu teman baiknya dan merupakan relasi bisnis yang kuat sedangkan Ariana harus diakui kalau dia cantik dan menarik meski masih semuda itu.
"Jareth, astaga kamu ingin mengecewakan aku?" desak Irvin yang membuat Jareth kembali tersenyum.
"Tentu saja tidak, masalahnya di sini adalah Ariana. Apakah dia mau menikah dengan pria menjelang tua seperti aku? Ayolah Irv aku juga cukup tahu diri," jawab Jareth yang meski mau tapi dia juga harus menghargai perasaan Ariana.
"Ariana pasti mau, dia mengenalmu. Mau menikah dengan siapa memang dia? Di mataku hanya kamu yang cocok dengannya. Kamu baik, seorang pebisnis yang jujur, secara finansial juga stabil dan yang paling penting kamu itu setia. Bayangkan belasan tahun menduda setelah kepergian Charlotte Davis, oh maaf aku tidak bermaksud mengingatkanmu kepadanya." Irvin mengemukakan alasan kenapa dia memilih temannya itu.
"Irv, aku bisa apa kalau kamu bicara begitu, tapi ... semua kembali kepada Ariana. Aku tidak bisa memaksanya meski kalau dia bersedia aku akan senang sekali," balas Jareth yang akhirnya mengakui ada ketertarikan kepada putri bungsu temannya itu.
"Apakah ini berarti, kamu menerima tawaranku?" tanya Irvn dengan semringah.
Jareth menyungging senyum tipis. "Ya, anggap saja begitu."
Pria tua dengan rambut keperakan itu akhirnya bisa tertawa dengan lebar. Kalau begini semua beres, Ariana akan menikah dan dirinya akan bisa segera bercerai dengan istrinya.
***
Seorang wanita dengan perut setengah membuncit itu menghampiri Jareth yang berdiri tegak menghadap ke arah sebuah lukisan besar yang terpasang pada dinding, lukisan seorang wanita cantik yang masih muda dan anggun. Setahunya, benda itu sudah terpasang di sana sejak belasan tahun yang lalu dan tidak bergeser sedikitpun.
"Aku paham kalau kamu masih belum bisa pindah ke lain hati, dia memang sesempurna itu," kata wanita itu ketika sampai di dekat Jareth.
"Kamu kenapa seperti sok tahu? Apa kabarmu Lilah? Sudah lama aku tidak pernah melihatmu," tanya Jareth kepada wanita yang bernama Lilah yang tidak lain adalah sepupunya.
"Kemarin aku kemari, kamu tahu apa kata kepala pelayan itu? Kamu sedang pergi sejak pagi," kata Lilah dengan ketus, kemarin dengan bersemangat dia datang tanpa membuat janji, tidak dinyana sepupunya ini tetap saja jadi orang sibuk. "Kamu ini duda, untuk apa kamu bekerja sekeras itu?" tanyanya.
"Aku bekerja keras, karena tidak ada yang memberikanku uang bulanan sepertimu." Jareth melirik ke arah wanita yang langsung berdecih mendengar kalimatnya.
"Alasan yang konyol, tentu saja aku harus mendapatkan uang itu. Suruh siapa dia menikahku." Lilah berkacak pinggang dengan congkak. "Jareth, apa kamu tidak ingin menikah? Harus ada nanti yang menghabiskan uangmu, seandainya kamu bukan sepupuku aku pasti akan meminta ibuku untuk menikah denganmu," tambahnya.
"Kenapa selalu saja pertanyaan tentan pernikahan? Lilah, kalau aku berkata kalau akan menikah dalam waktu dekat, apakah kamu akan percaya?" tanya Jareth dengan wajah terlihat serius.
Bukannya terkejut tapi Lilah hanya tertawa menganggap segala ucapan Jareth hanyalah bualan semata. Dia mengenal sepupunya ini sejak lahir, usia mereka terpaut hanya 5 tahun dan selalu pria itu dianggapnya sebagai kakak yang baik. Meski tampangnya serius tapi tetap sulit untuk bisa dipercaya.
Siapa yang tidak tahu kalau dia begitu memuja mantan istri yang begitu sempurna itu hingga banyak wanita yang datang dan pergi itu bahkan tidak pernah singgah di hatinya. Padahal meski dia sudah berumur tapi masih terlihat tampan dan terawat, sesekali bahkan masih melakukan triathlon ketika ada waktu.
Sosok yang baik dan wajah itu juga tidak terlalu buruk, Jareth itu juga merupakan pebisnis yang tidak pernah terlibat dengan skandal, kadang Lilah tidak mengerti apa yang dia cari. Apakah pesona mantan istrinya begitu gemerlap hingga mata dan hati itu jadi tertutup rapat? Mungkin saja, yang bisa dilakukannya hanyaah menebak karena pria itu selalu menghindar ketika diajak bicara tentang hati.
"Yang benar saja, menikah dengan siapa memang kamu? Dengan lukisan yang kamu pandangi setiap malam itu?" ejek Lilah yang tidak percaya, belasan tahun bertahan menduda itu adalah waktu yang cukup lama.
Jareth tidak terpancing dengan ejekan sepupunya itu, kembali dia memandang ke arah lukisan yang digoreskan oleh jari salah satu pelukis ternama yang sengaja disewanya untuk mengabdikan gambar mantan istrinya itu.
"Kamu pasti kenal dengan Irvin Dawson," ucap Jareth dengan pelan.
"Tentu saja, siapa yang tidak kenal dengan konglomerat gila itu, kenapa?" tanya Lilah yang kali ini benar-benar tertarik.
"Aku ... akan menikah dengan putri bungsunya, Ariana Dawson." Jareth meghembuskan napasnya dengan segala kelegaan setelah mengakuinya.
Kening Lilah segera mengkerut. "Jareth, yang benar saja? Kamu akan menikah dengan seorang bocah?" tanyanya.
"Dia bukan lagi bocah, dia wanita dewasa. Yang pasti tidak setua kamu." Jareth melirik Lilah yang segera melengos kesal.
"Kau ... sialan," maki Lilah dengan jengkel.
Reaksi Lilah bisa diduganya, mungkin reaksi orang lain yang mendengar berita ini juga akan sama. Tapi dia sudah terlanjur mengiyakan temannya.
***
Tidak ada suara pisau dan garpu yang berdenting, hanya ada sunyi ketika tiga manusia itu bersama mengelilingi sebuah meja besar dengan berbagai hidangan. Sesekali lain yang panjang tergantung di sisi jendela itu bergerak tertiup angin. Gadis muda itu terus saja memotong makanannya dalam diam tanpa kata."Jareth mengundang kita makan malam di rumahnya, sekaligus membicarakan tentang pernikahan," kata Irvin yang tiba-tiba memecah kesunyian."Pernikahan siapa?" Ariana dengan acuh menjawab."Di sini yang belum menikah hanyalah kamu Ariana, berhenti menanyakan hal yang tidak perlu," kata Elina yang segera meletakkan pisau kecilnya."Aku masih ingin sekolah lagi, mungkin melakukan kolaborasi dengan beberapa pelukis di kota, masih banyak hal yang masih ingin aku lakukan, aku masih punya cita-cita," sergah Ariana berusaha menolak lagi."Cita-citamu tidak akan lari hanya karena kamu menikah Ariana. Kamu tetap bisa kolaborasi dengan siapapun bahkan setelah menikah. Jareth bukan orang yang kolot
Ayahnya pergi entah kemana, dia tampak marah sekali dan beberapa kali menghancurkan barang. Tidak ada yang melukai Ariana secara fisik, tapi hati gadis itu jelas babak belur. Sudah diduganya semua akan kesal, meski Jareth berkata tidak apa-apa karena Ariana berhak juga memiliki pendapat."Kau, anak yang tidak tahu diuntung," kata Elina menuang lagi minumannya. Asap rokok itu terlihat lagi setelah terhembus dari bibir itu."Ini hidupku Ibu," kata Ariana dengan kesal."Tahu apa kamu tentang hidup? Sebaiknya kamu menurut saja. Lihat kakak kamu semua, mereka bahagia dengan pilihan kami," kata Elina dengan percaya diri."Tapi mereka tidak dijodohkan dengan kakek-kakek," kata Ariana memekik."Jangan berteriak di depanku, Nona muda. Aku melahirkan kamu." Elina kembali menghisap tembakau itu dan meracuni tubuhnya. "Aku menikah dengan pilihanku sendiri, waktu itu aku cukup buta untuk tahu bagaimana kelakuan orang yang menjadi suamiku, astaga aku menyesal.""Ibu, jangan bicara yang buruk tentan
Wajahnya memanas, dikiranya rumah yang sudah panas setiap hari itu sudah buruk tapi ini lebih buruk lagi. Jelas sekali di sana, di dekat asisten ayahnya itu adalah sosok yang bernama Irvin, manusia yang menyumbang benih hingga dirinya terlahir ke dunia.Wanita itu jelas sekali bukan ibunya yang tubuhnya semakin lama semakin tambun karena gaya hidup memburuk juga kebiasaan minumnya. Itu adalah wanita seksi yang pakaiannya mungkin untuk ukuran balita, bagian belakangnya itu hanya menutupi pantat saja, berani taruhan kalau dia membungkuk kain itu akan semakin ke atas."Aria, kamu baik saja?" tanya Cassy melontarkan kalimat yang konyol. Bagaimana mungkin dirinya ini baik saja.Tanpa pamit Ariana meraih tasnya dan beranjak pergi, diikuti dengan tatapan aneh kedua kawannya lalu Leona berusaha menyusulnya tapi terlambat. Gadis itu telah pergi dan menyetir sendirian tanpa tujuan yang jelas. Ini adalah sebuah penghianatan, ayahnya telah mengkhianati seluruh keluarganya. Cinta ibunya, dirinya j
"Kami menunggumu tuan putri, apa yang membuatmu lama sekali?" tanya Cassia yang baru saja membuka pintu.Tidak segera menjawab, Ariana hanya melangkah masuk ke dalam kamar yang begitu luas itu. Suara dialog dari film yang diputar pada sebuah televisi layar datar lebar itu terdengar nyaring bersahutan, rupanya temannya ini lagi-lagi menonton Barbie. Tas tangan yang dibawanya itu diletakkannya perlahan. Ariana membuang napas dengan sedikit kasar yang mana membuat Leona yang sedang mengecat kukunya itu menoleh lalu menatapnya dengan heran. Masih tidak bersuara dia merebahkan tubuhnya dan mengambil botol kecil yang berwarna merah bagaikan darah itu. "Jawab pertanyaanku," ucap Cassia dengan sedikit kesal. "Bukan aku yang lama, mungkin kalian saja yang terlalu cepat menggelar pesta." Ariana meletakkan kembali botol kecil itu, sama sekali tidak menarik perhatiannya. Leona yang merasakan seperti ada yang aneh itu akhirnya bertanya, "Perasaanku saja atau sebenarnya ada sesuatu?"Mau tidak
Pria itu menunggunya di luar, rasanya aneh sekali situasi ini. Dia menikah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, beberapa berspekulasi kalau wanita itu telah hamil dulu. Ketika melihat perut yang masih rata dan ramping itu berbagai tuduhan itu menguap dengan sendirinya. Gaun yang dikenakannya ini begitu berat, seberat hatinya yang merasa dunia ini begitu tidak adik kepadanya. Calon pengantinnya sekarang sedang menunggu di sana, bagaimana pakaian pengantin itu apakah pas dipakainya atau mereka akan merombaknya di beberapa bagian yang diperlukan. Dirinya menikahi seorang duda kaya raya dan yang seperti itu bukanlah hal besar, apapun gaun yang dimintanya sudah pasti uncle Jareth akan mampu membayarnya, kecuali mungkin Ariana ingin di bagian dada bertabur debu yang berasal dari cincin Saturnus atau bertatahkan batu dari planet Jupiter. "Anda terlihat cantik sekali," wanita muda memakai seragam itu memuji setelah memasangkan pakaian megah itu. Ariana menatap bayangannya di cermin. "Ak
“Aku tidak tahu harus berkomentar apa,” ucap Leona ketika mereka berada di sebuah ruangan bersama.“Bilang saja aku cantik.” Ariana berdiri tegak dengan pakaian yang masih apa adanya, riasan di wajahnya itu tampak begitu sempurna.Usianya baru 22, Ariana baru menyelesaikan sekolahnya dan berkeinginan melanjutkan di bidang seni seperti yang disukainya. Kalau ilmu bisnis yang pernah dia geluti itu, entah kapan akan berguna. Kata ayahnya, seorang wanita tidak perlu hidup sengsara, itu tugas dari seorang pria untuk bersusah payah mencari uang. Sebuah nasihat yang sesat dan dirinya tidak pernah setuju dengan itu, tapi sama sekali memang tidak pernah Ariana diberi kesempatan untuk mengurus usaha itu, hanya cipratan saham beberapa persen yang dibagi rata.Kini dirinya akan menikah dengan duda kaya raya seperti yang dikatakan oleh ibunya, dirinya akan segera menjadi seorang nyonya besar. Tidak berlebihan yang diucapkannya itu, seorang Jareth Lee memang terkenal sebagai pebisnis yang sukses da
Gaun yang berat itu dikenakannya, di sampingnya ada ayahnya yang menggandengnya dengan erat. Di matanya manusia bernama Irvin itu memang pernah tercela tapi bagaimanapun dia adalah tetap ayahnya. Tanpa ada pria itu tentu Ariana tidak akan pernah terlahir ke dunia, mungkin inilah saatnya dia harus memaafkan tapi tetap tidak bisa melupakan.Sepasang sepatu yang tinggi itu dikenakannya dan kakinya berjalan dengan pelan, ada rasa yang campur aduk di sini terutama ketika dia mulai melangkahkan kaki dan menapaki karpet itu. Dengan segenap hati dia memberanikan diri untuk mendongak, tampak calon suaminya yang berdiri tegap di sana dengan penampilan yang lumayan menawan untuk orang seusianya.Hari ini resmi Ariana menikahi pria yang berusia 45 tahun di usianya yang masih 23. Kalau melihat angka tentu saja mereka itu seperti ayah dan anak, untung saja Jareth Lee itu selalu menjaga tubuhnya dan dia berolahraga. Wajahnya masih tampak seperti pria yang berusia 30 tahun lebih. Tidak ada perut memb
"Butuh bantuan?" tanya Jareth ketika Ariana yang berada di depan cermin itu berusaha melepas kalung itu. Ariana menoleh, entah kapan datangnya pria ini, dia tiba-tiba saja berada di kamar ini. Senyum yang tipis segera disinggungkan berikut kepalanya yang mengangguk pelan. Yang berada di dalam dada terasa berdegup dengan kencang, mereka kini hanya berdua saja di ruangan yang megah dan luas ini. Terasa jari hangat itu menyentuh tengkuk berikut kalung yang dilepaskan dengan perlahan, benda itu kini telah berada pada torso yang terletak di atas meja. Mereka bersentuhan fisik memang bukan yang pertama kali, dahulu sering sekali tapi hanya terbatas pada pelukan juga kecup kecil di dahi ketika ada hari istimewa. Sekarang orang itu telah resmi menjadi suaminya. "Terima kasih," ucap Ariana dengan pelan, rasa canggung itu begitu menguasainya. "Butuh bantuan lain?" tanya Jareth ketika melihat jari lentik itu kesulitan mencapai resleting yang berada di punggung itu. "Padahal kamu tinggal bila
"Aku pikir kamu tidak akan datang," kata Lilah begitu melihat Ariana melenggang menghampirinya.Ariana berdiri tegak di depan ibu hamil itu dan berkata, "Bukankah aku sudah berjanji untuk datang? Lagipula aku tidak ada masalah dengan ini, katamu kita akan bersenang-senang menghabiskan uang suami. Jadi, tunggu apalagi?"Lilah melengos mendengar kalimat itu. "Kamu sudah beradaptasi dengan baik rupanya, bagus sekali."Wanita muda itu segera memutar tubuhnya dan mengerutkan kening. "Beradaptasi apa maksudnya?""Ah tidak." Lilah mengibaskan tangannya. "Maksudku, kamu sudah begitu cepat menyesuaikan diri menjadi istri Jareth, meski tetap belum begitu sempurna." Dengan enteng wanita hamil itu berlalu tapi memberi isyarat agar Ariana mengikutinya.Meski kesal Ariana mengikuti juga langkah dari sepupu suaminya itu. Lilah ini kalau bicara memang kerap menjengkelkan. Entah ada masalah apa dalam hidupnya, kalimat-kalimat yang terlontar beberapa kali membuat dirinya bingung kenapa. Seperti yang te
"Hati-hati di jalan Sayang, aku menunggumu." Ariana meletakkan smartphone itu dan kembali menikmati minumnya. Dirinya dan suaminya telah bertolak ke Italia sejak beberapa hari, bukan karena ini adalah salah satu negara yang romantis tapi karena Jareth ada urusan di Milan. Kalau ditanya, jelas sekali itu adalah urusan bisnis yang Ariana tidak banyak tahu. Bukannya dia sama sekali tidak paham bisnis, tapi menjadi istri dari Jareth Lee saja baru berapa lama, segala aset dan usaha milik suaminya dia belum tahu semua. Kopi itu dinikmatinya perlahan, jangan banyak makan dulu atau nanti ketika suaminya kembali perutnya sudah penuh terisi makanan. Dia mengedarkan pandangannya, suasana tenang layaknya sebuah restoran megah ini dinikmatinya dengan penuh ketenangan dalam kesendirian. Tidak mengapa, nanti dia akan memuaskan dirinya setelah suaminya kembali.Matanya terantuk pada sosok yang berada di sana, seorang wanita yang perutnya membuncit entah hamil beberapa bulan. Ariana mengumpulkan seg
"Waktunya makan malam, Tuan ... Nyonya," ucap seorang pria tua yang biasa dipanggil dengan Sebastian itu.Ariana dan Jareth telah menghabiskan beberapa hari di rumah besar itu, mendengar suara Sebastian, mereka yang sedang bercengkerama bersama memandangi kebun itu segera menoleh dan melirik ke arah pergelangan tangan. Berbeda dengan suaminya yang segera tersenyum mengiyakan, wanita itu hanya menunduk sesaat sebelum bangkit.Di sini, tidak ada bedanya dengan berada di rumahnya, kalau diingat lagi sepertinya keadaan lebih parah yang di sini. Ketika di rumah kapan harus begini dan begitu seperti sudah diatur dan waktu makan pun demikian. Kapan sarapan, makan siang dan makan malam itu selalu saja tepat waktu setiap harinya dan mereka akan menuju ruang makan hanya setelah Sebastian itu datang memberi tahu.Siapa bilang hidup seperti tuan puteri seperti yang dijalaninya ini begitu indah, sebagian memang indah ketika berada di bagian bisa kemana pun tanpa harus memikirkan finansial. Tapi ke
"Apakah ada masalah?" tanya Jareth ketika masuk ke dalam kamar dan mendapati istrinya melamun di depan jendela besar dengan kaca itu.Ariana terkejut untuk sesaat tapi kemudian menyunggingkan senyum, tidak ada masalah apapun kecuali dialog yang terdengar tanpa sengaja tadi. Baru saja menginjakkan kakinya di sini dirinya sudah dibandingkan dan menerima kenyataan kalau pelayan saja tidak menyukai kehadirannya. Entah kapan suaminya itu datang ke kamarnya, bahkan suara Langkah kaki dan pintu yang terbuka itu luput dari telinganya. Ariana terlalu sibuk bergulat dengan hati, Bukan meratapi nasib tapi hanya bertanya-tanya saja kenapa selalu saja ada yang mengganggu, padahal Ariana hanya ingin hidup dengan sederhana dan tenang. dengan cepat Ariana menggeleng. "Tidak, aku hanya ... mengagumi kebun yang indah itu dari sini. Tukang kebunmu sudah bekerja dengan keras." Wanita itu membalikkan tubuhnya menyambut suaminya.Jareth segera tersenyum dan meralat kalimat istrinya. "Sejak kamu menjadi i
Rumah mereka kini boleh dikatakan lengang setelah pernikahan Ariana Putri bungsunya. Hanya ada mereka berdua saja kini dan juga para pelayan juga asisten rumah tangga yang entah jumlahnya berapa. Rasanya beban yang ada di pundak mereka itu runtuh setelah Jareth memperistri putrinya.“Kamu pasti menganggapku sebagai istri dan ibu yang jahat, seandainya mereka juga tahu apa yang telah kamu lakukan. Ariana sepertinya sudah tahu tapi dia memilih diam, sampai kapan kamu akan melakukan perilaku bejat seperti itu Irv?” tanya Elina ketika pengacara yang mengunjungi kediaman mereka baru saja pergi.“Kamu juga sama tidak sucinya dengan aku El, jadi kenapa tidak kita sudahi saja basa-basi ini? Aku tidak akan datang sekalipun ke pengadilan, aku sudah begitu menginginkan perceraian ini. Dan kamu kalau butuh alimoni sebutkan saja jumlahnya dari awal dan aku tidak ingin hal itu menjadi hambatan ketika kita bercerai.” Irvin dengan lugasnya berkata di depan istrinya.“Kamu tidak perlu kuatir, aku akan
"Butuh bantuan?" tanya Jareth ketika Ariana yang berada di depan cermin itu berusaha melepas kalung itu. Ariana menoleh, entah kapan datangnya pria ini, dia tiba-tiba saja berada di kamar ini. Senyum yang tipis segera disinggungkan berikut kepalanya yang mengangguk pelan. Yang berada di dalam dada terasa berdegup dengan kencang, mereka kini hanya berdua saja di ruangan yang megah dan luas ini. Terasa jari hangat itu menyentuh tengkuk berikut kalung yang dilepaskan dengan perlahan, benda itu kini telah berada pada torso yang terletak di atas meja. Mereka bersentuhan fisik memang bukan yang pertama kali, dahulu sering sekali tapi hanya terbatas pada pelukan juga kecup kecil di dahi ketika ada hari istimewa. Sekarang orang itu telah resmi menjadi suaminya. "Terima kasih," ucap Ariana dengan pelan, rasa canggung itu begitu menguasainya. "Butuh bantuan lain?" tanya Jareth ketika melihat jari lentik itu kesulitan mencapai resleting yang berada di punggung itu. "Padahal kamu tinggal bila
Gaun yang berat itu dikenakannya, di sampingnya ada ayahnya yang menggandengnya dengan erat. Di matanya manusia bernama Irvin itu memang pernah tercela tapi bagaimanapun dia adalah tetap ayahnya. Tanpa ada pria itu tentu Ariana tidak akan pernah terlahir ke dunia, mungkin inilah saatnya dia harus memaafkan tapi tetap tidak bisa melupakan.Sepasang sepatu yang tinggi itu dikenakannya dan kakinya berjalan dengan pelan, ada rasa yang campur aduk di sini terutama ketika dia mulai melangkahkan kaki dan menapaki karpet itu. Dengan segenap hati dia memberanikan diri untuk mendongak, tampak calon suaminya yang berdiri tegap di sana dengan penampilan yang lumayan menawan untuk orang seusianya.Hari ini resmi Ariana menikahi pria yang berusia 45 tahun di usianya yang masih 23. Kalau melihat angka tentu saja mereka itu seperti ayah dan anak, untung saja Jareth Lee itu selalu menjaga tubuhnya dan dia berolahraga. Wajahnya masih tampak seperti pria yang berusia 30 tahun lebih. Tidak ada perut memb
“Aku tidak tahu harus berkomentar apa,” ucap Leona ketika mereka berada di sebuah ruangan bersama.“Bilang saja aku cantik.” Ariana berdiri tegak dengan pakaian yang masih apa adanya, riasan di wajahnya itu tampak begitu sempurna.Usianya baru 22, Ariana baru menyelesaikan sekolahnya dan berkeinginan melanjutkan di bidang seni seperti yang disukainya. Kalau ilmu bisnis yang pernah dia geluti itu, entah kapan akan berguna. Kata ayahnya, seorang wanita tidak perlu hidup sengsara, itu tugas dari seorang pria untuk bersusah payah mencari uang. Sebuah nasihat yang sesat dan dirinya tidak pernah setuju dengan itu, tapi sama sekali memang tidak pernah Ariana diberi kesempatan untuk mengurus usaha itu, hanya cipratan saham beberapa persen yang dibagi rata.Kini dirinya akan menikah dengan duda kaya raya seperti yang dikatakan oleh ibunya, dirinya akan segera menjadi seorang nyonya besar. Tidak berlebihan yang diucapkannya itu, seorang Jareth Lee memang terkenal sebagai pebisnis yang sukses da
Pria itu menunggunya di luar, rasanya aneh sekali situasi ini. Dia menikah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, beberapa berspekulasi kalau wanita itu telah hamil dulu. Ketika melihat perut yang masih rata dan ramping itu berbagai tuduhan itu menguap dengan sendirinya. Gaun yang dikenakannya ini begitu berat, seberat hatinya yang merasa dunia ini begitu tidak adik kepadanya. Calon pengantinnya sekarang sedang menunggu di sana, bagaimana pakaian pengantin itu apakah pas dipakainya atau mereka akan merombaknya di beberapa bagian yang diperlukan. Dirinya menikahi seorang duda kaya raya dan yang seperti itu bukanlah hal besar, apapun gaun yang dimintanya sudah pasti uncle Jareth akan mampu membayarnya, kecuali mungkin Ariana ingin di bagian dada bertabur debu yang berasal dari cincin Saturnus atau bertatahkan batu dari planet Jupiter. "Anda terlihat cantik sekali," wanita muda memakai seragam itu memuji setelah memasangkan pakaian megah itu. Ariana menatap bayangannya di cermin. "Ak