"Hati-hati di jalan Sayang, aku menunggumu." Ariana meletakkan smartphone itu dan kembali menikmati minumnya. Dirinya dan suaminya telah bertolak ke Italia sejak beberapa hari, bukan karena ini adalah salah satu negara yang romantis tapi karena Jareth ada urusan di Milan. Kalau ditanya, jelas sekali itu adalah urusan bisnis yang Ariana tidak banyak tahu. Bukannya dia sama sekali tidak paham bisnis, tapi menjadi istri dari Jareth Lee saja baru berapa lama, segala aset dan usaha milik suaminya dia belum tahu semua. Kopi itu dinikmatinya perlahan, jangan banyak makan dulu atau nanti ketika suaminya kembali perutnya sudah penuh terisi makanan. Dia mengedarkan pandangannya, suasana tenang layaknya sebuah restoran megah ini dinikmatinya dengan penuh ketenangan dalam kesendirian. Tidak mengapa, nanti dia akan memuaskan dirinya setelah suaminya kembali.Matanya terantuk pada sosok yang berada di sana, seorang wanita yang perutnya membuncit entah hamil beberapa bulan. Ariana mengumpulkan seg
"Aku pikir kamu tidak akan datang," kata Lilah begitu melihat Ariana melenggang menghampirinya.Ariana berdiri tegak di depan ibu hamil itu dan berkata, "Bukankah aku sudah berjanji untuk datang? Lagipula aku tidak ada masalah dengan ini, katamu kita akan bersenang-senang menghabiskan uang suami. Jadi, tunggu apalagi?"Lilah melengos mendengar kalimat itu. "Kamu sudah beradaptasi dengan baik rupanya, bagus sekali."Wanita muda itu segera memutar tubuhnya dan mengerutkan kening. "Beradaptasi apa maksudnya?""Ah tidak." Lilah mengibaskan tangannya. "Maksudku, kamu sudah begitu cepat menyesuaikan diri menjadi istri Jareth, meski tetap belum begitu sempurna." Dengan enteng wanita hamil itu berlalu tapi memberi isyarat agar Ariana mengikutinya.Meski kesal Ariana mengikuti juga langkah dari sepupu suaminya itu. Lilah ini kalau bicara memang kerap menjengkelkan. Entah ada masalah apa dalam hidupnya, kalimat-kalimat yang terlontar beberapa kali membuat dirinya bingung kenapa. Seperti yang te
Ariana berdiri tegak, gaun megah itu masih dikenakannya dengan anggun. Iris mata biru itu nanar melihat jauh ke sana. Pesta anniversary kawin mutiara orang tuanya itu baru selesai digelar, kerasukan setan apa kedua orang tuanya tiba-tiba berkata seperti itu. Ini benar-benar pilihan sulit, dirinya bahkan baru 22 tahun, kenapa sudah harus menikah begini."Dengarlah, Jareth Lee itu orang baik, dia juga berkecukupan. Tidak ada alasan kamu menolaknya," ucap Elina, sang ibu."Aku bisa saja menerima, tapi tidak dengan pria seumuran ayah," kilah Ariana berusaha memberi pengertian kedua orang tuanya."Dia lebih muda 10 tahun dari ayahmu, Aria." Ibunya menyahut segera."Apa salahnya? Dia adalah kawanku, kamu juga sudah sangat mengenalnya. Dia juga sangat baik, ayah yakin Jareth akan menyayangimu," kata Irvin, sang ayah."Ayah tolonglah, apa tidak ada pria yang lain? Aku menganggap uncle Jareth adalah pamanku, aku mengenalnya sejak kecil," kata Ariana dengan memelas."Kamu mengenalnya sejak keci
"Lepaslah masa dudamu itu," kata Irvin mendesak agar temannya itu dengan mudah menerima putri bungsunya."Irv, kita ini berteman, aku percaya kamu tidak akan menjerumuskan aku. Tapi, lihatlah jarak usia antara aku dan Ariana. Apakah itu bukan kejahatan menikahi gadis dengan jarak 23 tahun?" tanya Jareth seakan ragu, apa kata orang nanti dan apakah Ariana akan setuju pula."Kejahatan apanya? Kita sudah sering mendengar ada kakek-kakek bau tanah yang menikahi perawan, tidak mengapa kalau dia mampu," kata Irvin mengemukakan pendapatnya secara subyektif.Jareth harus mengiyakan bagian itu, beberapa waktu lalu relasi bisnisnya mengundangnya pada pernikahannya yang entah ke berapa. Dia bahkan sudah berusia 64 dan menikahi seorang model yang berusia lebih tua beberapa tahun dari Ariana. Banyak cibiran terdengar dan itu hal yang wajar.Ariana itu cantik dan cerdas, tapi dia keras kepala meskipun agak pasif. Jareth pertama kali melihatnya ketika dia masih kecil dan bermain boneka dengan pengas
Tidak ada suara pisau dan garpu yang berdenting, hanya ada sunyi ketika tiga manusia itu bersama mengelilingi sebuah meja besar dengan berbagai hidangan. Sesekali lain yang panjang tergantung di sisi jendela itu bergerak tertiup angin. Gadis muda itu terus saja memotong makanannya dalam diam tanpa kata."Jareth mengundang kita makan malam di rumahnya, sekaligus membicarakan tentang pernikahan," kata Irvin yang tiba-tiba memecah kesunyian."Pernikahan siapa?" Ariana dengan acuh menjawab."Di sini yang belum menikah hanyalah kamu Ariana, berhenti menanyakan hal yang tidak perlu," kata Elina yang segera meletakkan pisau kecilnya."Aku masih ingin sekolah lagi, mungkin melakukan kolaborasi dengan beberapa pelukis di kota, masih banyak hal yang masih ingin aku lakukan, aku masih punya cita-cita," sergah Ariana berusaha menolak lagi."Cita-citamu tidak akan lari hanya karena kamu menikah Ariana. Kamu tetap bisa kolaborasi dengan siapapun bahkan setelah menikah. Jareth bukan orang yang kolot
Ayahnya pergi entah kemana, dia tampak marah sekali dan beberapa kali menghancurkan barang. Tidak ada yang melukai Ariana secara fisik, tapi hati gadis itu jelas babak belur. Sudah diduganya semua akan kesal, meski Jareth berkata tidak apa-apa karena Ariana berhak juga memiliki pendapat."Kau, anak yang tidak tahu diuntung," kata Elina menuang lagi minumannya. Asap rokok itu terlihat lagi setelah terhembus dari bibir itu."Ini hidupku Ibu," kata Ariana dengan kesal."Tahu apa kamu tentang hidup? Sebaiknya kamu menurut saja. Lihat kakak kamu semua, mereka bahagia dengan pilihan kami," kata Elina dengan percaya diri."Tapi mereka tidak dijodohkan dengan kakek-kakek," kata Ariana memekik."Jangan berteriak di depanku, Nona muda. Aku melahirkan kamu." Elina kembali menghisap tembakau itu dan meracuni tubuhnya. "Aku menikah dengan pilihanku sendiri, waktu itu aku cukup buta untuk tahu bagaimana kelakuan orang yang menjadi suamiku, astaga aku menyesal.""Ibu, jangan bicara yang buruk tentan
Wajahnya memanas, dikiranya rumah yang sudah panas setiap hari itu sudah buruk tapi ini lebih buruk lagi. Jelas sekali di sana, di dekat asisten ayahnya itu adalah sosok yang bernama Irvin, manusia yang menyumbang benih hingga dirinya terlahir ke dunia.Wanita itu jelas sekali bukan ibunya yang tubuhnya semakin lama semakin tambun karena gaya hidup memburuk juga kebiasaan minumnya. Itu adalah wanita seksi yang pakaiannya mungkin untuk ukuran balita, bagian belakangnya itu hanya menutupi pantat saja, berani taruhan kalau dia membungkuk kain itu akan semakin ke atas."Aria, kamu baik saja?" tanya Cassy melontarkan kalimat yang konyol. Bagaimana mungkin dirinya ini baik saja.Tanpa pamit Ariana meraih tasnya dan beranjak pergi, diikuti dengan tatapan aneh kedua kawannya lalu Leona berusaha menyusulnya tapi terlambat. Gadis itu telah pergi dan menyetir sendirian tanpa tujuan yang jelas. Ini adalah sebuah penghianatan, ayahnya telah mengkhianati seluruh keluarganya. Cinta ibunya, dirinya j
"Kami menunggumu tuan putri, apa yang membuatmu lama sekali?" tanya Cassia yang baru saja membuka pintu.Tidak segera menjawab, Ariana hanya melangkah masuk ke dalam kamar yang begitu luas itu. Suara dialog dari film yang diputar pada sebuah televisi layar datar lebar itu terdengar nyaring bersahutan, rupanya temannya ini lagi-lagi menonton Barbie. Tas tangan yang dibawanya itu diletakkannya perlahan. Ariana membuang napas dengan sedikit kasar yang mana membuat Leona yang sedang mengecat kukunya itu menoleh lalu menatapnya dengan heran. Masih tidak bersuara dia merebahkan tubuhnya dan mengambil botol kecil yang berwarna merah bagaikan darah itu. "Jawab pertanyaanku," ucap Cassia dengan sedikit kesal. "Bukan aku yang lama, mungkin kalian saja yang terlalu cepat menggelar pesta." Ariana meletakkan kembali botol kecil itu, sama sekali tidak menarik perhatiannya. Leona yang merasakan seperti ada yang aneh itu akhirnya bertanya, "Perasaanku saja atau sebenarnya ada sesuatu?"Mau tidak
"Aku pikir kamu tidak akan datang," kata Lilah begitu melihat Ariana melenggang menghampirinya.Ariana berdiri tegak di depan ibu hamil itu dan berkata, "Bukankah aku sudah berjanji untuk datang? Lagipula aku tidak ada masalah dengan ini, katamu kita akan bersenang-senang menghabiskan uang suami. Jadi, tunggu apalagi?"Lilah melengos mendengar kalimat itu. "Kamu sudah beradaptasi dengan baik rupanya, bagus sekali."Wanita muda itu segera memutar tubuhnya dan mengerutkan kening. "Beradaptasi apa maksudnya?""Ah tidak." Lilah mengibaskan tangannya. "Maksudku, kamu sudah begitu cepat menyesuaikan diri menjadi istri Jareth, meski tetap belum begitu sempurna." Dengan enteng wanita hamil itu berlalu tapi memberi isyarat agar Ariana mengikutinya.Meski kesal Ariana mengikuti juga langkah dari sepupu suaminya itu. Lilah ini kalau bicara memang kerap menjengkelkan. Entah ada masalah apa dalam hidupnya, kalimat-kalimat yang terlontar beberapa kali membuat dirinya bingung kenapa. Seperti yang te
"Hati-hati di jalan Sayang, aku menunggumu." Ariana meletakkan smartphone itu dan kembali menikmati minumnya. Dirinya dan suaminya telah bertolak ke Italia sejak beberapa hari, bukan karena ini adalah salah satu negara yang romantis tapi karena Jareth ada urusan di Milan. Kalau ditanya, jelas sekali itu adalah urusan bisnis yang Ariana tidak banyak tahu. Bukannya dia sama sekali tidak paham bisnis, tapi menjadi istri dari Jareth Lee saja baru berapa lama, segala aset dan usaha milik suaminya dia belum tahu semua. Kopi itu dinikmatinya perlahan, jangan banyak makan dulu atau nanti ketika suaminya kembali perutnya sudah penuh terisi makanan. Dia mengedarkan pandangannya, suasana tenang layaknya sebuah restoran megah ini dinikmatinya dengan penuh ketenangan dalam kesendirian. Tidak mengapa, nanti dia akan memuaskan dirinya setelah suaminya kembali.Matanya terantuk pada sosok yang berada di sana, seorang wanita yang perutnya membuncit entah hamil beberapa bulan. Ariana mengumpulkan seg
"Waktunya makan malam, Tuan ... Nyonya," ucap seorang pria tua yang biasa dipanggil dengan Sebastian itu.Ariana dan Jareth telah menghabiskan beberapa hari di rumah besar itu, mendengar suara Sebastian, mereka yang sedang bercengkerama bersama memandangi kebun itu segera menoleh dan melirik ke arah pergelangan tangan. Berbeda dengan suaminya yang segera tersenyum mengiyakan, wanita itu hanya menunduk sesaat sebelum bangkit.Di sini, tidak ada bedanya dengan berada di rumahnya, kalau diingat lagi sepertinya keadaan lebih parah yang di sini. Ketika di rumah kapan harus begini dan begitu seperti sudah diatur dan waktu makan pun demikian. Kapan sarapan, makan siang dan makan malam itu selalu saja tepat waktu setiap harinya dan mereka akan menuju ruang makan hanya setelah Sebastian itu datang memberi tahu.Siapa bilang hidup seperti tuan puteri seperti yang dijalaninya ini begitu indah, sebagian memang indah ketika berada di bagian bisa kemana pun tanpa harus memikirkan finansial. Tapi ke
"Apakah ada masalah?" tanya Jareth ketika masuk ke dalam kamar dan mendapati istrinya melamun di depan jendela besar dengan kaca itu.Ariana terkejut untuk sesaat tapi kemudian menyunggingkan senyum, tidak ada masalah apapun kecuali dialog yang terdengar tanpa sengaja tadi. Baru saja menginjakkan kakinya di sini dirinya sudah dibandingkan dan menerima kenyataan kalau pelayan saja tidak menyukai kehadirannya. Entah kapan suaminya itu datang ke kamarnya, bahkan suara Langkah kaki dan pintu yang terbuka itu luput dari telinganya. Ariana terlalu sibuk bergulat dengan hati, Bukan meratapi nasib tapi hanya bertanya-tanya saja kenapa selalu saja ada yang mengganggu, padahal Ariana hanya ingin hidup dengan sederhana dan tenang. dengan cepat Ariana menggeleng. "Tidak, aku hanya ... mengagumi kebun yang indah itu dari sini. Tukang kebunmu sudah bekerja dengan keras." Wanita itu membalikkan tubuhnya menyambut suaminya.Jareth segera tersenyum dan meralat kalimat istrinya. "Sejak kamu menjadi i
Rumah mereka kini boleh dikatakan lengang setelah pernikahan Ariana Putri bungsunya. Hanya ada mereka berdua saja kini dan juga para pelayan juga asisten rumah tangga yang entah jumlahnya berapa. Rasanya beban yang ada di pundak mereka itu runtuh setelah Jareth memperistri putrinya.“Kamu pasti menganggapku sebagai istri dan ibu yang jahat, seandainya mereka juga tahu apa yang telah kamu lakukan. Ariana sepertinya sudah tahu tapi dia memilih diam, sampai kapan kamu akan melakukan perilaku bejat seperti itu Irv?” tanya Elina ketika pengacara yang mengunjungi kediaman mereka baru saja pergi.“Kamu juga sama tidak sucinya dengan aku El, jadi kenapa tidak kita sudahi saja basa-basi ini? Aku tidak akan datang sekalipun ke pengadilan, aku sudah begitu menginginkan perceraian ini. Dan kamu kalau butuh alimoni sebutkan saja jumlahnya dari awal dan aku tidak ingin hal itu menjadi hambatan ketika kita bercerai.” Irvin dengan lugasnya berkata di depan istrinya.“Kamu tidak perlu kuatir, aku akan
"Butuh bantuan?" tanya Jareth ketika Ariana yang berada di depan cermin itu berusaha melepas kalung itu. Ariana menoleh, entah kapan datangnya pria ini, dia tiba-tiba saja berada di kamar ini. Senyum yang tipis segera disinggungkan berikut kepalanya yang mengangguk pelan. Yang berada di dalam dada terasa berdegup dengan kencang, mereka kini hanya berdua saja di ruangan yang megah dan luas ini. Terasa jari hangat itu menyentuh tengkuk berikut kalung yang dilepaskan dengan perlahan, benda itu kini telah berada pada torso yang terletak di atas meja. Mereka bersentuhan fisik memang bukan yang pertama kali, dahulu sering sekali tapi hanya terbatas pada pelukan juga kecup kecil di dahi ketika ada hari istimewa. Sekarang orang itu telah resmi menjadi suaminya. "Terima kasih," ucap Ariana dengan pelan, rasa canggung itu begitu menguasainya. "Butuh bantuan lain?" tanya Jareth ketika melihat jari lentik itu kesulitan mencapai resleting yang berada di punggung itu. "Padahal kamu tinggal bila
Gaun yang berat itu dikenakannya, di sampingnya ada ayahnya yang menggandengnya dengan erat. Di matanya manusia bernama Irvin itu memang pernah tercela tapi bagaimanapun dia adalah tetap ayahnya. Tanpa ada pria itu tentu Ariana tidak akan pernah terlahir ke dunia, mungkin inilah saatnya dia harus memaafkan tapi tetap tidak bisa melupakan.Sepasang sepatu yang tinggi itu dikenakannya dan kakinya berjalan dengan pelan, ada rasa yang campur aduk di sini terutama ketika dia mulai melangkahkan kaki dan menapaki karpet itu. Dengan segenap hati dia memberanikan diri untuk mendongak, tampak calon suaminya yang berdiri tegap di sana dengan penampilan yang lumayan menawan untuk orang seusianya.Hari ini resmi Ariana menikahi pria yang berusia 45 tahun di usianya yang masih 23. Kalau melihat angka tentu saja mereka itu seperti ayah dan anak, untung saja Jareth Lee itu selalu menjaga tubuhnya dan dia berolahraga. Wajahnya masih tampak seperti pria yang berusia 30 tahun lebih. Tidak ada perut memb
“Aku tidak tahu harus berkomentar apa,” ucap Leona ketika mereka berada di sebuah ruangan bersama.“Bilang saja aku cantik.” Ariana berdiri tegak dengan pakaian yang masih apa adanya, riasan di wajahnya itu tampak begitu sempurna.Usianya baru 22, Ariana baru menyelesaikan sekolahnya dan berkeinginan melanjutkan di bidang seni seperti yang disukainya. Kalau ilmu bisnis yang pernah dia geluti itu, entah kapan akan berguna. Kata ayahnya, seorang wanita tidak perlu hidup sengsara, itu tugas dari seorang pria untuk bersusah payah mencari uang. Sebuah nasihat yang sesat dan dirinya tidak pernah setuju dengan itu, tapi sama sekali memang tidak pernah Ariana diberi kesempatan untuk mengurus usaha itu, hanya cipratan saham beberapa persen yang dibagi rata.Kini dirinya akan menikah dengan duda kaya raya seperti yang dikatakan oleh ibunya, dirinya akan segera menjadi seorang nyonya besar. Tidak berlebihan yang diucapkannya itu, seorang Jareth Lee memang terkenal sebagai pebisnis yang sukses da
Pria itu menunggunya di luar, rasanya aneh sekali situasi ini. Dia menikah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, beberapa berspekulasi kalau wanita itu telah hamil dulu. Ketika melihat perut yang masih rata dan ramping itu berbagai tuduhan itu menguap dengan sendirinya. Gaun yang dikenakannya ini begitu berat, seberat hatinya yang merasa dunia ini begitu tidak adik kepadanya. Calon pengantinnya sekarang sedang menunggu di sana, bagaimana pakaian pengantin itu apakah pas dipakainya atau mereka akan merombaknya di beberapa bagian yang diperlukan. Dirinya menikahi seorang duda kaya raya dan yang seperti itu bukanlah hal besar, apapun gaun yang dimintanya sudah pasti uncle Jareth akan mampu membayarnya, kecuali mungkin Ariana ingin di bagian dada bertabur debu yang berasal dari cincin Saturnus atau bertatahkan batu dari planet Jupiter. "Anda terlihat cantik sekali," wanita muda memakai seragam itu memuji setelah memasangkan pakaian megah itu. Ariana menatap bayangannya di cermin. "Ak