**Di mana Binar berada saat ini?William sungguh buntu. Sampai ia sama sekali lupa bahwa dirinya adalah bos besar yang memiliki puluhan bawahan setia. Sama sekali lupa bahwa ia hanya perlu memerintahkan satu atau dua anak buahnya untuk mencari sosok yang kini begitu ia dambakan itu.Sang presdir berakhir hanya termangu di atas kursi kerjanya di dalam kantor. Menatap hampa kepada city view yang menghampar di depan dinding kaca ruangannya. Barulah ia bergeming saat seorang bawahannya mengirim foto Rachel bersama pria yang waktu itu ia temui di restoran hotel.Dalam foto itu, Rachel dan si pria seperti sedang memasuki ruangan poli obgyn di rumah sakit. Tag pada pintu ruangannya terlihat jelas dalam foto.“Sial.” Hanya mengumpat pelan sekalipun kepalanya seperti dihantam dengan palu. “Aku tidak bisa membiarkanmu terus menginjak-injak harga diriku seperti sekarang ini, Rachel! Aku sudah cukup bersabar dengan kelakuan busukmu! Apa yang kau lakukan bersama pria itu di dokter kandungan?”Ia
**William tidak peduli kalaupun pria itu akan mati. Ia menanggalkan semua identitas CEO Diamond Group yang tenang dan terhormat saat ini. Akal sehatnya padam tersulut oleh bara api amarah yang membakar kesadarannya. Dengan brutal pria itu menghajar Abian hingga yang bersangkutan tidak lagi bisa berkutik. Tersungkur berdarah-darah di sudut ruangan.Sementara sosok yang membuat keributan itu terjadi, hanya bisa berteriak-teriak demi mencegah suaminya bertindak lebih jauh. “Willy! Please berhenti! Dia bisa mati, Wil! Please–”“Hanya karena kamu perempuan, aku nggak melakukan hal yang sama denganmu, Rachel! Jadi sebaiknya kamu diam!”“Willy, please Wil!”William baru berhenti setelah Abian tidak lagi bergerak, entah pingsan atau mati. Pria itu berpaling dengan membawa raut keruh, meninggalkan Rachel tanpa sepatah pun kata lagi. Sama sekali tidak peduli jika barangkali Abian akan melaporkannya ke kepolisian nanti, meskipun jika memang hal itu benar terjadi, tidak akan berpengaruh apa-apa
**William pulang ke mansionnya di pinggir kota, tempat di mana ia melangsungkan pernikahan dengan Binar, hampir tiga tahun yang lalu. Setelah membersihkan tubuhnya yang basah kuyup kehujanan, pria itu lantas duduk termangu di atas ranjang sembari memandangi payung hitam yang ia letakkan di balkon luar kamar. Tatapannya nyalang dan penuh sesal.“Aku tahu itu kamu, Binar,” bisiknya tanpa beranjak. “Siapa lagi memangnya yang bisa sepeduli itu kepadaku? Aku yakin, itu pasti kamu.”Rasa sesak benar-benar memenuhi hati sang tuan. Membayangkan beberapa saat yang lalu, ia berada begitu dekat dengan sosok yang sedang ia cari-cari, namun sayang sekali ia tidak bisa melihat keberadaannya.“Sepertinya besok aku harus kembali lagi ke tempat itu, aku yakin Binar tinggal di sekitar sana.” Pria rupawan itu mengangguk mantap. Sekali lagi ia layangkan pandang kepada payung hitamnya yang tergeletak di luar balkon. Tanpa ia sadari, sesungging senyum tersemat pada bibirnya.Malam ini William memutuskan
**William berdecak kesal. Ia baru saja memasuki kabin mobilnya dan hendak menuju taman sepi yang kemarin untuk kembali mencari jejak Binar. Siapa tahu saja ia akan menemukan petunjuk terkait keberadaan perempuan yang dicintainya itu di sana. William yakin sekali, Binar tinggal di sekitar sana. Namun kemudian chat yang baru saja masuk ke kotak pesan ponselnya membuat langkah pria itu urung. Ia tercenung di balik kemudi dengan alis bertaut dan pandangan mata mengeras.Itu adalah pesan dari bawahan kepercayaannya yang ia tugaskan mencari informasi tentang Rachel.“Dokter Alex,” desisnya, membaca kalimat virtual pada layar ponsel. “Rumah sakitnya nggak jauh dari sini. Oke, aku akan datang ke sana dan menemui dokter ini secara langsung. Kira-kira, apakah Rachel juga sudah menyuap dokter ini supaya tutup mulut atau tidak?”Setelah menimbang-nimbang, William memutuskan pergi ke rumah sakit lebih dahulu, daripada duduk melamun di taman yang sepi kemarin. Tak mengapa, setelah urusannya selesa
**“Premature Ovarian Failure.”Kata-kata asing itu terngiang-ngiang dalam benak William. Merebut telak semua fokusnya hingga ia terpaksa harus menghentikan mobilnya di tepi jalan daripada gagal mengemudi dan malah terjadi hal-hal yang tidak ia inginkan.William menghela napas berat sementara memijit pelipisnya yang berkedut. Teringat kembali kata-kata Dokter Alex yang sempat bertemu muka dengannya beberapa saat yang lalu.“Nona Rachel mengalami Premature Ovarian Failure atau kegagalan fungsi rahim. Dengan kata lain, rahimnya sudah cacat sehingga hampir tidak mungkin beliau bisa mengandung.”Sang presdir tercekat mendengar itu. “Ap-apa yang menyebabkannya seperti itu, Dok? Apakah mungkin bawaan lahir atau bagaimana?”William sudah hampir jatuh kasihan. Ia membayangkan sudah memaksa Rachel berobat macam-macam selama ini tanpa tahu bagaimana kondisi aslinya. Namun apa yang Dokter Alex katakan selanjutnya, membuat dunia William hancur lebur seketika.“Sebenarnya, POF ini terjadi karena b
Resepsi pernikahan kedua dari Presdir Diamond Group sedang dihelat secara private. Para tamu yang hadir tampak menikmati pesta di mansion mewah itu, kecuali satu orang--Binar Azaleya. Pengantin wanita dari Tuan William itu bahkan memilih undur diri ke kamar kala waktu masih menunjukkan pukul 22.00.Klak!Lampu kamar mansion mewah itu menyala otomatis begitu Binar masuk. Segera ia menuju kamar mandi untuk melepaskan gaun pengantin mewah yang masih melekat pada tubuh rampingnya. Sayangnya, berkali-kali dia mencoba, resleting yang terletak di bagian punggung itu tak mau turun. Gadis itu sampai kembali ke area kamar untuk mencari sesuatu yang dapat membantunya. “Biar kubantu!” Suara bariton dari belakang membuat Binar tersentak. Pasalnya, ia tidak mendengar seseorang masuk ke dalam kamar.“Tuan William? Kenapa Anda ada di sini?” Ragu, Binar bertanya.“Aku juga lelah. Semua tamu sudah pulang.” Pria tampan itu hanya menyahut pendek seraya membantu membuka resleting bagian belakang gaun p
**Betapa anehnya kalimat William barusan, seakan pria itu ingin menegaskan bahwa Binar bukanlah istri sungguhan.Kendati demikian, perempuan itu hanya mengangguk tanpa kata-kata. Ia meraih bathrobe untuk menutupi tubuh sebelum melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan sang suami.Tak menyadari jika William tengah menatap noda merah kecoklatan di atas seprai.Pria itu menarik napas panjang. “Aku tidak pernah mengira akan melakukan ini. Aku harap Rachel akan mengerti. Aku melakukannya untuk kebaikan bersama dan sama sekali tidak berniat untuk mengkhianatinya.”Satu jam kemudian, Binar dan William sudah duduk di atas kursi meja makan di lantai bawah, bersama seorang perempuan cantik mempesona, Rachel Aluna.Istri pertama William yang berusia 29 tahun itu berprofesi sebagai foto model terkenal.Seketika, Binar merasa begitu insecure dengan keberadaan Rachel yang berkilauan.Rasanya, ia sungguh tak layak menyandang status istri William, walau hanya yang kedua.“Binar, ini adalah Rachel, i
**“Kalian dari mana?” Perempuan itu bertanya singkat. Ekor matanya sempat melirik kantong obat dengan gambar logo rumah sakit yang berada di tangan Binar.“Ketemu dokter Ardi. Periksa kandungannya Binar,” jawab William lugas. Binar entah mengapa berharap sang suami memberikan jawaban yang lain saja, sebab raut wajah Rachel seketika berubah setelah mendengar hal itu.“Kenapa harus diperiksa segala? Kalian bahkan baru saja menikah beberapa hari yang lalu, kan? Memangnya dia sudah akan hamil?”“Hanya memastikan semuanya baik-baik saja, Rachel. Nggak ada salahnya mempersiapkan semuanya lebih awal, kan? Ada apa kamu menyusul ke sini?”“Mansion ini kan punya kamu. Berarti milikku juga. Aku bebas datang kapan saja, kan?”William mengangkat bahu. “Terserah kamu sajalah.”Binar merasa keberadaannya tidak terlalu penting di antara suami istri yang sedang berdebat kecil itu. Maka ia memilih menjauh, kembali ke kamarnya di lantai atas dan beristirahat di sana saja. Lagi-lagi ia merasa bahwa Rach