**Tentu saja William tidak tahu mengapa Binar menangis. Bagaimana ia bisa tahu, bertemu muka saja baru beberapa jam yang lalu. Namun pria itu seperti memiliki dorongan kuat untuk melakukan ini. Tidak peduli dengan Gio yang masih menggendong Noah di belakangnya, William dengan kesadaran penuh meraih Binar dan mendekapnya erat-erat.“Aku tidak tahu apa yang melukai hatimu, Binar. Tapi jika penyebabnya adalah aku, tolong katakan aku harus apa untuk memperbaikinya? Aku minta maaf, sungguh. Aku benar-benar minta maaf.” Pria tiga puluh tujuh tahun itu berujar dengan suara bergetar. Nyeri sekali rasa hatinya melihat air mata berjatuhan dari sepasang netra sembab wanita tercintanya.Dan Binar tidak menolak. Ia masih tetap tergugu dalam pelukan sang tuan. Tetap demikian selama beberapa saat, sampai kemudian ia menarik diri.“Tolong tinggalkan tempat ini, Tuan. Jangan temui saya lagi,” tuturnya terbata-bata, di tengah isak tangis.Membuat William mengerutkan dahi penuh ketidaksetujuan. “Janga
**Apa ada kata lain yang bisa mewakili keadaan William Aaraf saat ini selain hancur?Matahari sudah muncul dari ufuk timur, pertanda bahwa hari baru akan dimulai lagi. Namun, pimpinan Diamond Group yang rupawan itu masih tidak beranjak dari salah satu kabin sebuah bar eksklusif setelah semalam menghabiskan waktu di sana sendirian. Benar, sendirian. William tidak butuh teman patah hati. Ia hanya perlu berada di tempat di mana tidak ada yang bisa menemukannya pada saat-saat seperti ini.Beberapa botol minuman keras mahal yang sudah hampir kosong tampak teronggok di atas meja beserta sebuah gelas kristal. Serapi apapun hidupnya, Tuan muda Aarav tetaplah seorang laki-laki normal modern. Ada kalanya ia harus beralih sementara kepada alkohol untuk sedikit meredakan rasa sakit, seperti sekarang ini.Pria tiga puluh tujuh tahun itu bergerak sedikit ketika ponselnya bergetar, tanda pesan masuk. Dengan malas ia memeriksa benda pipih mahal itu, menemukan kalimat virtual dari bawahan kepercaya
Resepsi pernikahan kedua dari Presdir Diamond Group sedang dihelat secara private. Para tamu yang hadir tampak menikmati pesta di mansion mewah itu, kecuali satu orang--Binar Azaleya. Pengantin wanita dari Tuan William itu bahkan memilih undur diri ke kamar kala waktu masih menunjukkan pukul 22.00.Klak!Lampu kamar mansion mewah itu menyala otomatis begitu Binar masuk. Segera ia menuju kamar mandi untuk melepaskan gaun pengantin mewah yang masih melekat pada tubuh rampingnya. Sayangnya, berkali-kali dia mencoba, resleting yang terletak di bagian punggung itu tak mau turun. Gadis itu sampai kembali ke area kamar untuk mencari sesuatu yang dapat membantunya. “Biar kubantu!” Suara bariton dari belakang membuat Binar tersentak. Pasalnya, ia tidak mendengar seseorang masuk ke dalam kamar.“Tuan William? Kenapa Anda ada di sini?” Ragu, Binar bertanya.“Aku juga lelah. Semua tamu sudah pulang.” Pria tampan itu hanya menyahut pendek seraya membantu membuka resleting bagian belakang gaun p
**Betapa anehnya kalimat William barusan, seakan pria itu ingin menegaskan bahwa Binar bukanlah istri sungguhan.Kendati demikian, perempuan itu hanya mengangguk tanpa kata-kata. Ia meraih bathrobe untuk menutupi tubuh sebelum melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan sang suami.Tak menyadari jika William tengah menatap noda merah kecoklatan di atas seprai.Pria itu menarik napas panjang. “Aku tidak pernah mengira akan melakukan ini. Aku harap Rachel akan mengerti. Aku melakukannya untuk kebaikan bersama dan sama sekali tidak berniat untuk mengkhianatinya.”Satu jam kemudian, Binar dan William sudah duduk di atas kursi meja makan di lantai bawah, bersama seorang perempuan cantik mempesona, Rachel Aluna.Istri pertama William yang berusia 29 tahun itu berprofesi sebagai foto model terkenal.Seketika, Binar merasa begitu insecure dengan keberadaan Rachel yang berkilauan.Rasanya, ia sungguh tak layak menyandang status istri William, walau hanya yang kedua.“Binar, ini adalah Rachel, i
**“Kalian dari mana?” Perempuan itu bertanya singkat. Ekor matanya sempat melirik kantong obat dengan gambar logo rumah sakit yang berada di tangan Binar.“Ketemu dokter Ardi. Periksa kandungannya Binar,” jawab William lugas. Binar entah mengapa berharap sang suami memberikan jawaban yang lain saja, sebab raut wajah Rachel seketika berubah setelah mendengar hal itu.“Kenapa harus diperiksa segala? Kalian bahkan baru saja menikah beberapa hari yang lalu, kan? Memangnya dia sudah akan hamil?”“Hanya memastikan semuanya baik-baik saja, Rachel. Nggak ada salahnya mempersiapkan semuanya lebih awal, kan? Ada apa kamu menyusul ke sini?”“Mansion ini kan punya kamu. Berarti milikku juga. Aku bebas datang kapan saja, kan?”William mengangkat bahu. “Terserah kamu sajalah.”Binar merasa keberadaannya tidak terlalu penting di antara suami istri yang sedang berdebat kecil itu. Maka ia memilih menjauh, kembali ke kamarnya di lantai atas dan beristirahat di sana saja. Lagi-lagi ia merasa bahwa Rach
**Rasa pening itu masih tersisa saat Binar berusaha membuka mata. Ia mengerjap sesaat, berusaha membiasakan diri dengan keadaan sekitar. Saat terlihat jelas olehnya langit-langit ruangan yang putih dan terang, Binar tahu ia tidak sedang berada di rumah.Perempuan itu menoleh ke sana kemari, menemukan dirinya berada di ruangan terang, yang jelas sekali adalah rumah sakit.“Kenapa denganku?” gumamnya lirih. “Tadi kayaknya aku lagi di kamar dan mau mandi. Terus ….”“Kamu sudah sadar, Binar?”Binar mengalihkan pandang ke arah pintu ruangan yang mendadak terbuka. Dua orang baru saja datang dan masuk dari sana.“Tuan WIlliam?”“Bagaimana perasaanmu? Ada yang sakit?”Binar menggeleng. Ia tidak akan mengeluh hanya karena sedikit pusing. “Kenapa saya dan anda berada di sini?”“Kamu pingsan di kamar. Para pegawai rumah meneleponku, jadi aku langsung datang dan bawa kamu ke sini.”Binar mengerutkan dahi mendengar penjelasan William. Ia merasa bersalah. “Tapi Mbak Rachel sedang sakit, kan? Apaka
**“Seratus persen.”Pria itu melayangkan senyum tepat setelah Binar mengatakannya.Jantung Binar mendadak terasa jumpalitan. Buru-buru ia mengalihkan pandangan agar tidak terus-terusan terbawa rasa.Sangat berbahaya jika William terus-terusan bersikap manis seperti ini.Tak lama kemudian, mobil berbelok memasuki pelataran sebuah rumah minimalis modern yang berdiri megah di pusat kota. Binar memandangnya dengan takjub. Kadang-kadang ia lupa, suami sementaranya ini adalah seorang pengusaha sukses pemilik banyak hotel berbintang dan beberapa bisnis manufaktur yang tersebar di kota-kota besar.Namun mengingatnya, membuat Binar insecure dan kembali merasa tidak layak.“Kenapa wajah kamu begitu? Ayo, masuk.” William berujar saat Binar hanya diam di tempat. Perempuan itu tidak sadar bahwa mobil sudah berhenti. “Jangan takut, nggak ada orang lain selain aku dan Rachel. Semua pegawai rumah nggak akan datang kalau nggak dipanggil.”“Ah, iya.” Mengangguk gugup, Binar bergerak akhirnya. Ia memb
**Binar tertegun memandang perempuan cantik di hadapannya. Selama beberapa saat ia hanya terdiam di tempat, sama sekali tidak mengerti mengapa Rachel bisa berkata seperti itu.“Mbak? Bagaimana mungkin saya menipu Tuan William? Dokter sendiri yang menyatakan saya hamil setelah dilakukan pemeriksaan.”“Bisa saja kamu sudah merencanakan semua ini dari awal. Kamu sudah hamil sebelum menikah dengan suamiku, mungkin?”“Mbak, astaga! Saya nggak seperti itu!”Binar benar-benar kaget dengan tuduhan Rachel yang tidak berdasar itu. Ini sangat tidak masuk akal, mengingat yang menginginkan kehamilan ini adalah William dan Rachel sendiri, bukan Binar. Bahkan pernikahan itu akan segera berakhir setelah Binar melahirkan. Jadi bagaimana bisa Rachel menuduhnya demikian?“Aku hanya berjaga-jaga,” pungkas Rachel akhirnya. “Aku hanya memastikan bahwa benih itu benar-benar milik suamiku. Hanya keturunan suamiku yang akan menjadi pewaris Diamond Group.”Sementara Binar tetap terpaku di tempat dengan keruta