**Dan ternyata Gio yang menemukan keberadaan William.Pria muda itu sedang dalam perjalanan pulang dari rumah sakit setelah dinas pagi saat melihat mobil putih yang familiar di halaman parkir sebuah bar ternama. Ia menghentikan kendaraannya di bahu jalan. Ragu-ragu menatap mobil itu, berikut nomor plat yang menempel di bagian belakangnya.“Kelihatannya mustahil, tapi memangnya siapa lagi yang bawa mobilnya William kalau bukan dia sendiri?” Gio mengangkat sebelah alis, mengalihkan pandangan kepada latar belakang mobil itu. “Ataukah memang seperti ini kelakuanmu yang sebenarnya, Tuan William? Jadi apa maksudmu seperti orang putus asa di depan Binar kemarin itu? Sial kau ini!”Mendadak geram, Gio akhirnya turut memarkir kendaraannya di samping mobil yang diduga milik William dan melangkah masuk ke dalam bar mewah itu. Ia pikir akan menangkap basah pimpinan Diamond Group itu, yang barangkali sedang bersenang-senang dengan para perempuan sewaan di dalam sana. Ia menggerutu ketika berlalu
**“Gio?” William terbelalak, tidak mempercayai pendengarannya sendiri. “Gio? Bagaimana mungkin?”“Silahkan diminum tehnya, Tuan. Anda bisa menggunakan kamar mandi di sebelah sana. Tuan Gio ada di luar jika anda ingin bertemu.” Asisten perempuan itu menunjuk kamar mandi di sudut ruangan sebelum menunduk dengan sopan dan minta diri. Meninggalkan William sendirian yang masih tercenung antara percaya dan tidak.“Gio?” ulangnya, masih tidak yakin. “Tapi aku sedang berada di bar sendirian dan seingatku aku sudah memberitahu waiter untuk merahasiakan keberadaanku. Bagaimana mungkin Gio bisa tahu?”Percuma hanya menebak-nebak tanpa mendapatkan jawaban apapun. Sang tuan kemudian bergegas menggunakan kamar mandi. Sebelum keluar dari kamar, ia menyempatkan diri menyesap teh yang sudah asisten rumah tangga tadi siapkan. Untuk sesaat William merasa seperti hidup kembali. Cairan panas yang manis itu mengembalikan jiwanya yang beberapa waktu silam seperti tercecer sepanjang jalan.Selanjutnya, Will
**Tidak peduli sebanyak apapun William meminta, memohon, atau bahkan mengancam Gio, ia tetap tidak bisa mendapatkan kejelasan di mana Binar berada saat ini. Maka akhirnya dengan sangat berat hati William terpaksa mempercayai kenyataan itu.Binar meninggalkannya. Meninggalkannya bersama putra yang selama ini begitu ia dambakan. Pada saat itu, sang tuan merasa menjadi orang yang paling malang di dunia.Ia mengemudi mobilnya dengan kesadaran yang tinggal separuh menuju rumah. Pikirannya berisik dan penuh sesak, sampai ia tidak sadar kendaraan yang ia tumpangi sudah berhenti di halaman rumah mewahnya. Bahkan William juga tidak sadar bahwa mobil milik Rachel berada di sana pula. Selama beberapa saat, pria itu masih tertegun di dalam kabin mobilnya, tidak tahu harus melakukan apa.“Dari mana saja kamu, Willy?”Sampai suara Rachel menyadarkannya. William mengerjapkan mata, dengan bodoh menyadari di mana dirinya berada saat itu.“Will! Kamu pikir apa yang kamu lakukan? Dua hari menghilang t
**Saat-saat seperti ini, William merasa dirinya jatuh kepada titik nadir hidupnya. Sudah beberapa hari pria itu tidak masuk kantor. Untung saja, urusan pekerjaan sudah ia serahkan kepada asisten kepercayaannya untuk dihandle. Jadi kendati beberapa urusan terpaksa terbengkalai, tapi operasional perusahaannya masih bisa bergerak.Apa yang dilakukan Tuan Muda Aarav di rumahnya?Diam. Diam sepanjang waktu, memandang kosong kepada dinding kaca kamarnya yang mengarah langsung kepada taman belakang rumah.Dengan kesadaran penuh William mengakui bahwa ini sangat kekanak-kanakan dan tidak profesional. Namun serangan patah hati akut yang seumur-umur baru kali ini dialaminya, membuatnya mendadak bodoh. Maka, selama beberapa hari ini sang tuan hanya diam meratapi nasib.“Lalu apa yang kamu dapatkan dengan sikap demikian itu?”William tersentak. Untuk pertama kalinya selama beberapa hari ini, ia tertarik dengan sesuatu. Buru-buru pria itu memutar tubuh dan menoleh untuk memastikan.“Ibu!” serunya
**Australia berkilauan pada musim semi. Sinar matahari yang hangat menyambut ramah begitu Binar turun dari mobil dan menjejak tanah berselimut rumput yang lembut. Ia mengedarkan pandang ke sekeliling lingkungan itu. Hijau, tenang, dan sangat damai.“Binar!” Sebuah suara memekik dari kejauhan, berikut pemiliknya ; seorang perempuan bersurai blonde yang berlari-lari menyambut.“It’s good to see you here! God, dia sudah besar!”Binar tersenyum. Ia membalas pelukan Linda, sahabat lamanya yang sudah sekian tahun menetap di negara itu. “Hampir tiga tahun, Lin.”“And absolutely handsome!”“Terima kasih.” Binar masih tersenyum saat ia meminta Noah untuk bersalaman dengan Linda. Membuat perempuan itu memekik karena gemas.“Jadi, kamu benar-benar nggak kasih tahu siapapun kalau kamu akan tinggal bersamaku?” Linda bertanya sementara membantu mengangkat koper Binar dan membawanya masuk rumah. “Are you sure about this, Binar?”“Nggak ada. Ini keputusanku, aku nggak akan berhubungan dengan siapap
**Pimpinan Diamond Group Terlibat Skandal Hingga Digugat Cerai Oleh Istrinya, Supermodel Rachel Aluna.William menghela napas sementara menatap sengit kepada layar televisi yang sedang menampilkan berita tentang dirinya. Video dalam berita infotainment itu sungguh dilebih-lebihkan. Sang Tuan disorot kamera begitu ia keluar dari pintu kantor, sehingga wajah kagetnya tampak kentara. Banyak wartawan melontarkan berbagai pertanyaan tak masuk akal. Nah,memangnya siapa yang tidak kaget jika tidak ada hujan tidak ada angin, keluar pintu langsung ditodong oleh kamera dan mikrofon wartawan?Dan lagi di akhir tayangan, ada tambahan video klarifikasi dari Rachel yang berderai-derai air mata, membenarkan headlines berita tersebut.“Sialan.” Pria itu mengumpat pelan. “Ternyata dia benar-benar mengibarkan bendera putih kepadaku. Dia pikir ini lelucon, eh? Padahal aku sama sekali nggak berniat memperpanjang masalah.”Belum sempat William mengambil keputusan apa yang mesti ia lakukan terkait kejadia
**“Apakah benar anda memiliki istri simpanan? Anda melakukan itu karena Nona Rachel Aluna susah mendapatkan keturunan, benar begitu Tuan William?”“Anda menyembunyikan istri kedua anda selama ini, Tuan?”“Kami dengar istri kedua anda berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, benar begitu Tuan?”William muak sekali. Muak sekali sampai rasanya ingin muntah saat mendengar pertanyaan yang lebih kedengaran seperti tuduhan dari para wartawan itu. Padahal ini sudah beberapa hari berselang sejak pertama kali rumor tentang skandal tersebar, namun para wartawan itu seperti sama sekali tidak berniat mundur dalam menggali informasi.“Tuan, kabarnya istri kedua anda juga menjalin hubungan dengan banyak laki-laki, apakah benar?”Kali ini William menghentikan langkah. Ia memutar tubuh dan menoleh ke arah seorang wartawan yang baru saja melontarkan pertanyaan demikian. Pandangan matanya tajam, mengarah kepada seseorang yang sedang menyodorkan smartphone itu.“Aku bisa saja menuntut kau dan perusa
**“Oh, ini semakin buruk. Apa yang terjadi? Kenapa beritanya jadi begini?”Binar tanpa sadar menggigiti kuku jemarinya sendiri. Sebuah kebiasaan yang sulit ia tinggalkan jika sedang gusar dan galau seperti sekarang ini. Perempuan itu tengah termangu di depan televisi yang sedang menyiarkan berita dari Indonesia. Sebuah acara infotainment, yang belakangan ini entah bagaimana seperti Binar temukan kapanpun ia menyalakan televisi atau membuka sosial media.“Aku bisa saja menuntut kau dan perusahaanmu karena tuduhan seperti itu. Aku hanya diam selama ini bukan berarti aku tidak bisa melawan. Jika kau, dan kalian semua, masih tetap bersikap seperti orang-orang yang tidak beradab, maka aku akan mengirim kalian ke tempat di mana seharusnya kalian berada.”Binar mendesis melihat potongan video itu. Ia tahu siapapun yang mengambil potongan video itu, sengaja membuatnya menjadi sedemikian dramatis. William, ya, William Aarav, tampak angkuh dan menakutkan dalam video tersebut. Meski Binar sang
**Seharusnya, acara pernikahan memanglah seperti ini.Penuh dengan rasa dan suasana bahagia. Dan walaupun dari keluarga Binar yang hadir hanya tiga orang, yaitu Ayahnya, Gio, dan Linda, namun bagi Binar itu lebih dari cukup. Dari tiga orang itu, tidak ada yang memiliki senyum palsu. Mereka tersenyum karena memang turut merasa bahagia. Ini adalah pernikahan William dan Binar yang kedua. Namun rasanya seperti mereka baru saja mengikrarkan janji suci setelah saling jatuh cinta sekian lamanya. Dalam balutan gaun putih sederhana yang justru membuat Binar terlihat sangat cantik, perempuan itu tak henti-henti tersenyum. Hatinya mengembang bahagia, mekar seperti bunga-bunga di musim semi. Sesekali melirik kepada sang suami yang terlihat seperti patung dewa, mengenakan setelan tuksedo putih senada. Tidak tampak lagi Tuan William Aarav yang dingin dan kaku. Malam ini pria rupawan itu menebar senyum kepada setiap orang yang turut datang pada hari bahagianya.Pernikahan dilaksanakan di salah sa
**“Aku turut berbahagia dengan keputusan kalian. Meski demikian, kalau kau ulangi perbuatanmu sekali lagi, aku bersumpah akan merebut Binar dan membawa dia lari ke ujung dunia, William. Akan aku pastikan kau tidak bisa menemukannya apapun caramu.”William dan Binar saling bertukar pandang sejenak sebelum yang lebih muda tertunduk malu. Kedua orang itu sedang duduk dengan canggung di ruang tamu kediaman Gio malam ini. Mengantarkan Noah melepas rindu dengan sang ‘papa’, sekaligus menyampaikan niat untuk kembali bersama.“Kedengaran seperti ancaman.”“Ya memang ancaman. Aku serius, William. Jangan sok meremehkan begitu wajahmu!”“Baiklah, baiklah Tuan.” William memotong dengan dengus tawa pendek. “Akan aku pastikan hal itu tidak akan pernah terjadi.”“Binar, kamu tahu harus mencariku di mana kalau manusia jelek ini menyakitimu lagi. Nggak usah khawatir, aku selalu dalam mode siaga untuk membawamu kabur, kapan saja.”“Jaga mulutmu, Gio!”“Aku nggak akan menjaga mulutku kepada orang payah
**Binar terpaku di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menanggapi permintaan itu. William terlalu frontal, dan impulsif. Bisa-bisanya ia datang selarut ini hanya untuk meminta pelukan.“Tu-Tuan, ini sudah malam.”“Aku sudah tahu.”“Bukankah sebaiknya anda pulang saja?”Pria itu tersenyum. Sebuah pemandangan yang jarang sekali dilihat orang. Senyumnya tampak tulus, membuat wajahnya yang sudah tampan, menjadi berkali-kali lipat lebih dari itu. Binar terkesima, sungguh.“Sudah aku bilang, kan. Aku sudah merindukanmu lagi. Aku tidak mau pulang sebelum kamu memberiku pelukan.”Apa-apaan itu? Binar bergerak dengan tidak nyaman. Sesekali ia menoleh ke arah belakang, khawatir kalau-kalau Linda atau Noah mengintipnya dari dalam sana. Tapi tentu saja tidak, sebab keduanya sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu.“Tuan, ini tidak benar.” Binar mendesah dengan gusar. Ia menatap entitas di hadapannya itu dengan agak segan.“Memang tidak benar. Sejak kapan cinta bisa dibena
**Binar buru-buru menghapus air matanya. Ia menoleh dengan gugup ke samping, dan baru menyadari bahwa sang putra juga masih berada di sana. Bocah kecil itu memandang dengan ketakutan, terutama kepada Binar yang menangis.“Mama?” sebutnya lirih, “Mama okay?”“Ah, sorry. Mama okay. Mama nggak apa-apa, Sayang.” Binar menghempaskan tangan William yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tinggi badan dengan Noah yang masih memasang wajah gusar.“Mama, are you cry?”“Yes, a little.” Binar menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Tapi Mama sudah nggak apa-apa.”“Mama ….”“Noah, come in, Baby. Bisa Aunty minta tolong untuk kasih makan Gi?” Linda mendadak datang untuk menyelamatkan situasi. Ia menunjuk golden retriever-nya yang sedang mengibas-ngibaskan ekor penuh semangat.“Tapi Mama?” Noah tampak keberatan. Ia memandang sang ibu, khawatir bahwa pria di belakangnya itu akan membawa pergi ibunya jika ia meninggalkan tempat.“Mama hanya akan bicara dengan
**Hampir satu bulan berlalu sejak kedatangan para pria yang mengaku utusan dari Juliana Aarav itu. Sepanjang satu bulan itu Binar harap-harap cemas, takut kalau-kalau mereka datang lagi. Tapi ternyata ketakutannya tidak terbukti, para utusan itu tidak lagi menampakkan batang hidungnya. Maka, Binar menganggap semua itu hanya angin lalu. Hidupnya kembali berjalan dengan normal belakangan ini.Sore ini, di tengah kegiatannya menjaga butik milik Linda, Binar sedang melihat-lihat review pre-school yang berada di sekitar sana melalui internet. Ia rasa sudah waktunya mendaftarkan Noah untuk bersekolah.“Dia belum genap empat tahun, dan kamu sudah ribut mau menyekolahkan?” celetuk Linda dari balik meja kasir.“Dia empat tahun dua bulan lagi, Lin. Lagipula sepertinya dia bosan di rumah seharian tanpa teman seusia, kan?” Binar layangkan pandang kepada sang putra yang sedang bermain-main dengan anak anjing di luar butik. Padahal Noah sama sekali tidak kelihatan bosan.“Oh, kalau aku jadi Noah,
**“Sialan! Dari mana mereka dapat video itu? Itu draft pribadi yang aku simpan di ponsel, dan nggak ada seorang pun yang pernah menyentuh ponsel aku selain kamu, Abian!”Rachel berteriak murka di dalam kamar apartemennya. Ia baru saja melihat berita yang saat ini sedang panas ditayangkan di semua channel stasiun televisi ; video affair dirinya dengan Abian, tanpa sensor!“Kamu nuduh aku?” balas Abian tak terima. Pria itu berdiri dari sofa dan menunjuk sang kekasih dengan berang. “Atas dasar apa kamu nuduh aku begitu, Rachel?”“Tapi nggak ada seorang pun yang pernah sentuh ponsel aku selain kamu, Bi!”“Apa kamu pernah lihat aku pegang-pegang ponselmu akhir-akhir ini? Pikir dulu kalau mau menuduh, jangan asal buka mulut kamu, Rachel!”“Sial! Argh, sial! Jadi ini bagaimana? Aku harus bagaimana?” Perempuan cantik itu mengacak surai panjangnya dengan frustasi. Sekali lagi ia melirik kepada televisi yang masih menyala, dan pemberitaan tentang dirinya masih ditayangkan di sana.“Sial, berit
**“Ibu sudah menemukan keberadaan Binar? Benar kah, Bu? Di mana Binar sekarang? Apa dia baik-baik saja?”William yang kala itu masih berkutat dengan perasaan galau, mendadak saja melupakan semua kegalauannya hanya demi kabar yang baru saja ia dapatkan dari sang ibu hari ini. Pria itu memastikan panggilan ponselnya masih tersambung, ia beranjak dari sofa dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar.“Bagaimana, Bu?”“Dia aman. Hidup dengan baik bersama temannya di Australia. Utusan Ibu berhasil menemukannya dengan melacak posisi sinyal ponsel.”“A-Australia? Astaga, sejauh itu?”Suara hela napas samar Juliana Aarav terdengar melalui speaker ponsel. William tidak sabar menunggu kelanjutan beritanya.“Dia nggak mau kembali kepadamu, Will. Ibu sudah suruh orang untuk menyampaikan tawaran itu, tapi orang-orang utusan Ibu bilang Binar nggak ingin kembali ke Indonesia.”“Sial ….” “Bukan sial, tapi kalau kamu ingin dia kembali kepadamu, maka kamu harus jalan sendiri sekarang. Ibu sudah cukup m
**Binar terkesiap. Sungguh ia kaget mendengar nama itu.Juliana Aarav? Tidak, ia tidak akan melupakannya meskipun hanya satu kali dalam hidupnya ia bertemu dengan pemilik nama itu.Sang Nyonya Besar, ibunda dari William Aarav. Perempuan anggun di atas kursi roda yang datang saat hari pernikahan William dengan Binar dulu.“Nyo-Nyonya Juliana?” Binar masih tercekat. Ia memandang kepada para utusan yang masih berdiri dengan kepala menunduk penuh hormat kepada dirinya.“Benar, Nona Binar. Kami diutus untuk menemukan keberadaan anda.”“Silahkan duduk dulu, dan jelaskan duduk perkaranya kepada Binar agar dia tidak bingung. Kalian lihat, dia ketakutan dan mengira kalian adalah orang jahat.” Suara Linda terdengar geli saat mempersilahkan beberapa pria itu untuk duduk kembali. Sebab mereka akan terus berdiri seperti itu selama Binar tidak menyuruhnya duduk.“Kamu juga, Binar. Dengarkan dulu apa alasan mereka sampai bisa menemukanmu di tempat ini.”Binar yang linglung hanya bisa menurut apa k
**“Oh, ini semakin buruk. Apa yang terjadi? Kenapa beritanya jadi begini?”Binar tanpa sadar menggigiti kuku jemarinya sendiri. Sebuah kebiasaan yang sulit ia tinggalkan jika sedang gusar dan galau seperti sekarang ini. Perempuan itu tengah termangu di depan televisi yang sedang menyiarkan berita dari Indonesia. Sebuah acara infotainment, yang belakangan ini entah bagaimana seperti Binar temukan kapanpun ia menyalakan televisi atau membuka sosial media.“Aku bisa saja menuntut kau dan perusahaanmu karena tuduhan seperti itu. Aku hanya diam selama ini bukan berarti aku tidak bisa melawan. Jika kau, dan kalian semua, masih tetap bersikap seperti orang-orang yang tidak beradab, maka aku akan mengirim kalian ke tempat di mana seharusnya kalian berada.”Binar mendesis melihat potongan video itu. Ia tahu siapapun yang mengambil potongan video itu, sengaja membuatnya menjadi sedemikian dramatis. William, ya, William Aarav, tampak angkuh dan menakutkan dalam video tersebut. Meski Binar sang