Share

5. Tinggal Bersama

last update Last Updated: 2024-04-18 13:45:20

**

“Seratus persen.”

Pria itu melayangkan senyum tepat setelah Binar mengatakannya.

Jantung Binar mendadak terasa jumpalitan. Buru-buru ia mengalihkan pandangan agar tidak terus-terusan terbawa rasa.

Sangat berbahaya jika William terus-terusan bersikap manis seperti ini.

Tak lama kemudian, mobil berbelok memasuki pelataran sebuah rumah minimalis modern yang berdiri megah di pusat kota. Binar memandangnya dengan takjub. Kadang-kadang ia lupa, suami sementaranya ini adalah seorang pengusaha sukses pemilik banyak hotel berbintang dan beberapa bisnis manufaktur yang tersebar di kota-kota besar.

Namun mengingatnya, membuat Binar insecure dan kembali merasa tidak layak.

“Kenapa wajah kamu begitu? Ayo, masuk.” William berujar saat Binar hanya diam di tempat. Perempuan itu tidak sadar bahwa mobil sudah berhenti. 

“Jangan takut, nggak ada orang lain selain aku dan Rachel. Semua pegawai rumah nggak akan datang kalau nggak dipanggil.”

“Ah, iya.” Mengangguk gugup, Binar bergerak akhirnya. Ia membuka pintu mobil dan meluncur turun. 

Mengikuti langkah sang suami, memasuki babak baru dalam kehidupannya, yang tidak akan pernah bisa ia duga bagaimana akan berlangsung.

*

“Kenapa dia ada di sini?”

Adalah kata-kata sambutan pertama yang Rachel layangkan begitu melihat William datang bersama Binar.

Tepat seperti yang Binar takutkan. Perempuan cantik bertubuh semampai itu melayangkan pandangan tajam ke arahnya tanpa sungkan-sungkan.

“Kami baru saja pulang dari rumah sakit, Rachel. Binar tadi pingsan, jadi aku membawanya periksa. Kamu tahu, ternyata dia sudah mengandung. Dokter bilang usia kandungannya sekitar tiga minggu.”

Sepasang netra cokelat Rachel sontak membola. Pandangannya bergulir bergantian antara William dengan Binar. “Hamil? Bagaimana bisa secepat itu? Kamu yakin dia hamil dan bukan cuma masuk angin?”

“Apa maksudmu? Tentu saja aku yakin, karena Dokter Ardi yang memeriksa. Lebih dari itu, aku dan Binar kan sudah menikah sekitar satu setengah bulan. Ini bukan sesuatu yang janggal, kan?”

Belum selesai keterkejutan yang menimpa Rachel, sang suami sudah kembali menambahkan, “Mulai hari ini Binar akan tinggal sama kita, Rachel. Agar aku lebih mudah memantau keadaannya. Juga agar kalian berdua bisa menjadi lebih dekat. Ini bagus kan untuk bonding, karena nantinya kamu yang akan jadi ibu si bayi.”

Demi apapun, Binar sama sekali tidak bisa melihat kemungkinan adanya bonding yang dikatakan William itu. Rachel sama sekali tidak terlihat senang dengan kedatangannya di rumah ini.

Binar jadi ragu jika seperti itu. Ia merasa serba salah dengan keadaannya. Apakah sebaiknya ia kembali pulang ke mansion saja? Binar tidak bisa membayangkan bagaimana, jika ia berada satu atap dengan Rachel Aluna selama sembilan bulan ke depan.

“Binar, ayo aku antar kamu ke kamar. Kamu harus banyak istirahat seperti yang Dokter tadi bilang, kan? Sebaiknya kamu menempati kamar di lantai bawah saja, ya? Biar nanti nggak capek naik turun tangga.” 

“Eh, itu–”

“Lewat sini, kamarnya ada di sebelah sini.”

William menunjukkan jalan, membuat Binar mau tak mau mengikutinya. Ia mengangguk ragu dan menggumamkan ucapan selamat malam kepada istri muda suaminya yang tidak menjawab dan hanya terpaku di tempat.

Rachel terdiam, tak mengatakan apapun. Namun raut wajahnya terlihat seperti ia baru saja dihantam satu kenyataan tragis.

“Benarkah Mbak Rachel nggak apa-apa, Tuan?” tanyanya begitu William membukakan pintu sebuah kamar untuk dirinya. “Saya takut Mbak Rachel merasa nggak nyaman dengan adanya saya di sini.”

“Apa sih yang kamu khawatirkan? Sudahlah, jangan mikir macam-macam, kamu lihat sendiri kan, Rachel nggak apa-apa.”

Binar sama sekali tidak melihat sisi ‘nggak apa-apa’ seperti yang William katakan. Benarkah pria itu sama sekali tidak menyadari tatapan dingin penuh hawa permusuhan yang istri pertamanya alamatkan kepada Binar tadi?

“Kamu istirahat saja sekarang. Aku akan panggilkan maid rumah untuk bawakan kamu makan malam. Apakah kamu membutuhkan sesuatu yang lain? Aku akan membawakannya untukmu.”

Buru-buru Binar menggeleng. “Nggak, nggak ada. Sebaiknya anda menemani Mbak Rachel saja sekarang. Bukankah tadi dia sedang sakit? Kasihan Mbak Rachel, Tuan.”

Kedua alis William terangkat mendengar itu. “Oke. Kamu nggak perlu sungkan minta apapun sama maid rumah. Katakan saja kalau kamu butuh sesuatu. Aku ada di kamarku, di lantai atas.”

Binar mengangguk tanpa peduli kamar suaminya ada di mana. Ia ingin William cepat meninggalkannya sendirian, sebab ia membutuhkan waktu untuk memikirkan semua ini.

Selepas kepergian sang suami, Binar baru bisa menghela napas. Kamar ini luas sekali, dan tidak kalah mewah dengan kamar mansion yang sebelumnya, namun entah bagaimana Binar masih juga merasa sesak.

Beberapa saat kemudian, pintu kamarnya kembali terbuka. Binar terhenyak, sebab kali ini Rachel yang datang. Perempuan jelita itu berdiri di ambang pintu, memandang Binar dengan raut keruh.

“Mbak Rachel?” sapanya, berusaha bersikap ramah. “Ada apa, Mbak?”

“Benarkah kamu hamil?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Ya, emm … menurut pemeriksaan dokter, memang seperti itu.”

“Aku nggak percaya kamu hamil secepat ini. Kamu nggak sedang berusaha menipu suamiku, kan?”

***

Related chapters

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   6. Pagi Yang Buruk

    **Binar tertegun memandang perempuan cantik di hadapannya. Selama beberapa saat ia hanya terdiam di tempat, sama sekali tidak mengerti mengapa Rachel bisa berkata seperti itu.“Mbak? Bagaimana mungkin saya menipu Tuan William? Dokter sendiri yang menyatakan saya hamil setelah dilakukan pemeriksaan.”“Bisa saja kamu sudah merencanakan semua ini dari awal. Kamu sudah hamil sebelum menikah dengan suamiku, mungkin?”“Mbak, astaga! Saya nggak seperti itu!”Binar benar-benar kaget dengan tuduhan Rachel yang tidak berdasar itu. Ini sangat tidak masuk akal, mengingat yang menginginkan kehamilan ini adalah William dan Rachel sendiri, bukan Binar. Bahkan pernikahan itu akan segera berakhir setelah Binar melahirkan. Jadi bagaimana bisa Rachel menuduhnya demikian?“Aku hanya berjaga-jaga,” pungkas Rachel akhirnya. “Aku hanya memastikan bahwa benih itu benar-benar milik suamiku. Hanya keturunan suamiku yang akan menjadi pewaris Diamond Group.”Sementara Binar tetap terpaku di tempat dengan keruta

    Last Updated : 2024-04-27
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   7. Insiden Pertama

    ** “Pindah ke rumah lama? Apa maksudmu?” William mengerutkan alis. Wajahnya menyiratkan rasa tidak setuju saat mendengar usulan dari Binar. “Saya hanya nggak ingin terjadi kesalahpahaman antara saya sama Mbak Rachel.” “Apa yang bisa disalahpahami sama Rachel? Aku nggak ngerti apa maksudmu.” Bagaimana Binar menjelaskannya? Padahal ia pikir sikap dingin Rachel kepadanya sangat kentara. Mengapa William tidak paham juga? Perempuan itu kembali menunduk sembari mempermainkan garpu yang ia pegang. “Yah, saya hanya nggak ingin Mbak Rachel terganggu dengan perhatian yang anda berikan kepada saya, Tuan.” “Perhatian?” Seperti baru saja menyadari hal ini, wajah William mendadak agak merona. “Yah … aku pikir itu hal yang wajar. Aku dengar trimester pertama kehamilan itu masa yang berat. Aku hanya ingin membantu.” Wah, Binar sedikit kagum. Bahkan William mengerti hal-hal seperti ini. Rupanya pria ini sudah sangat siap menjadi seorang ayah. William adalah sosok yang tampan rupawan, berpendid

    Last Updated : 2024-04-29
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   8. Bimbang

    **“Binar, kenapa kamu lakukan itu? Kamu tahu itu berbahaya!” William menegur dengan nada sedikit tinggi, membuat istri keduanya terkesiap.“Saya nggak sengaja, Tuan. Saya nggak bermaksud–”“Kamu sengaja!”Binar terhenyak kaget saat Rachel berseru kepadanya dengan suara keras. Perempuan itu masih merintih kesakitan saat William mendekat kepadanya. Saat Binar melihat telapak kaki Rachel, ruam kemerahan terlihat di sana.“Kamu sengaja jatuhkan nampannya biar kaki aku kena air panas, iya kan?”“Mbak, saya benar-benar nggak sengaja ….”“Bohong!”“Rachel, kita ke rumah sakit saja sekarang, ya?” William yang tampak bingung menghadapi kedua istrinya, berusaha menengahi. “Kita ke dokter sekarang biar kaki kamu lekas dapat penanganan. Sini, biar aku bantu.” Pria 35 tahun itu membantu sang istri pertama untuk berdiri dan memapahnya berjalan. “A-apakah saya boleh ikut ke dokter?” Binar menyela, berkata pelan penuh harap.“Mau ngapain ikut? Mau ngetawain aku, iya?” sahut Rachel penuh emosi, yan

    Last Updated : 2024-04-30
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   9. Ingin Pulang Saja

    **“Hanya luka seperti ini nggak perlu ke dokter segala kok, Tuan. Saya kan bukan seorang model seperti Mbak Rachel. Nggak masalah kalau saya punya sedikit bekas luka.”William mengernyit. Tampak tidak setuju, namun tidak berkata apapun. Arah pandangnya kembali jatuh kepada kaki Binar. Menatap ruam kemerahan yang menodai permukaan kulit putih itu.“Aku hanya memastikan kamu baik-baik saja. Karena kamu sekarang nggak hidup sendirian.”“Ah ….” Binar menelan saliva. Ia merasa tertampar dengan kalimat terakhir suaminya itu. Benar sekali, yang William khawatirkan sebenarnya adalah calon bayi dalam perutnya, bukannya Binar sendiri. “Jangan khawatir. Dia terlindungi dengan sempurna di dalam sini, Tuan.”William mengangguk sembari bangun dan menegakkan tubuh. Pandangannya yang kembali datar bahkan cenderung dingin, sama sekali berbeda dengan beberapa detik yang lalu. “Ya sudah kalau kamu baik-baik saja. Tolong lebih hati-hati lain kali. Seperti yang kamu ketahui, penampilan memang sangat pent

    Last Updated : 2024-05-01
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   10. Playing Victim

    **“Nyonya! Nyonya Binar pingsan di ruang tengah!”Rachel baru saja menyeruput Earl Grey Tea dari cangkirnya saat seorang perempuan muda pegawai rumah menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.“Pingsan?” Dahi Rachel berkerut. “Tapi dia baru saja mengucapkan selamat pagi kepadaku.”“Kami menemukannya di ruang tengah. Apakah harus panggil dokter, Nyonya? Ataukah harus menunggu Tuan datang?”Rachel terhenyak, sadar bahwa tidak akan bagus jika William melihat keadaan ini. Ia menggeleng sesaat. “Kalian bawa ke mana dia?”“Ke kamar, Nyonya. Haruskah menelepon dokter sekarang?”“Biar aku sajalah yang telepon dokter. Kamu bisa kembali ke belakang, aku akan lihat dia ke kamar.”Pegawai perempuan itu mengangguk dengan hormat sebelum undur diri kembali ke belakang. Meninggalkan Rachel sendirian yang berdecih kesal sembari berdiri dengan malas. “Kenapa lagi sih itu orang? Drama banget perasaan. Baru juga hamil, sudah bikin gara-gara saja kerjaannya.”Perempuan rupawan itu menyeret langkah malas-malas

    Last Updated : 2024-05-05
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   11. Saat Senja

    **“Binar? Kamu apa kabar, Nak? Kamu baik-baik saja, kan?”Mendengar pertanyaan seperti itu, Binar justru hampir menangis lagi. Tentu saja ia tidak baik-baik saja saat ini. Tapi apakah ia bisa mengatakan semua itu kepada ayah yang sangat disayanginya? Tentu saja tidak, sebab sudah pasti sang ayah akan khawatir.“Aku baik-baik saja, Ayah ….” Sembari menghela napas, Binar menjawab. “Aku kangen, pengen ketemu Ayah. Aku akan minta izin sama Tuan William untuk pulang sebentar ke rumah buat ketemu sama Ayah hari ini.”Hening sejenak, Binar menyeka air mata yang sudah menggenang di sudut matanya. Ia menahan diri sekuat tenaga agar isak tangisnya tidak sampai lolos dan terdengar hingga ke seberang. Namun agaknya sang Ayah tetap bisa merasakan hal itu.“Kamu yakin baik-baik saja? Jangan memaksa pergi kalau suami kamu nggak kasih izin, ya?”“Dia akan mengizinkanku, Ayah tenang saja.”Binar diam lagi. Sejujurnya ia juga tidak tahu apakah sang suami akan mengizinkannya keluar atau tidak. Namun me

    Last Updated : 2024-05-07
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   12. Melepas Rindu

    **Sampai juga, akhirnya.Rumah itu masih sama seperti dua bulan yang lalu, ketika Binar meninggalkannya untuk menikah dan hidup sebagai istri kedua seorang bos muda tampan yang sudah menyelamatkan hidup keluarganya dari kebangkrutan.Terpaksa menerima keadaan, meski kala itu semalaman penuh Binar menangis, bahkan berniat kabur dari rumah –walau akhirnya tidak jadi ia lakukan. Statusnya sebagai anak tiri di rumah ini mengharuskannya mengalah dengan semua keputusan kedua orang tuanya, termasuk menjadi pengantin kedua putra satu-satunya keluarga Aarav. William Aarav diharuskan memiliki penerus yang tidak bisa diberikan oleh Rachel Aluna, maka kedua orang tua Binar yang notabene memiliki banyak hutang budi kepada keluarga Aarav, menyerahkan putri sulung mereka untuk membantu.“Kamu melamun lagi? Sebenarnya memang benar-benar mau ketemu ayahmu atau nggak, sih?”Terkesiap, Binar buru-buru menoleh kepada sang suami. Ia terkejut sendiri saat menyadari bahwa mobil William sudah berhenti dari

    Last Updated : 2024-05-08
  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   13. Es Krim

    **Pukul sembilan malam tepat, mobil hitam William kembali berhenti di halaman rumah orang tua Binar. Binar yang sebelumnya menghabiskan waktu sembari bercengkerama bersama ayahnya, beranjak dengan berat hati. Ia tidak ingin meninggalkan rumah, sesungguhnya. Namun, mana bisa begitu, kan?“Aku pulang dulu, Ayah,” pamitnya sembari mencium punggung tangan Rudy. Yang bersangkutan pun tampak berat melepas putrinya kembali, namun seperti halnya Binar, Rudy juga tidak bisa melakukan apapun.“Tuan William, apakah nggak mau masuk dulu?” Di luar dugaan, Vidia melesat keluar dari kamarnya dan menyapa William dengan gembira kala melihat pria itu datang. “Tuan William sudah makan malam? Mari, masuk dulu.”William mengangguk kecil, kentara sekali terpaksa mengulas senyum. “Sudah, terima kasih. Saya hanya akan menjemput Binar kembali.”“Ah, saya harap dia nggak merepotkan anda di sana, Tuan. Binar tuh kan banyak maunya, ya. Nggak kebayang kalau sedang hamil seperti ini, pastinya ngidam ini itu juga.

    Last Updated : 2024-05-09

Latest chapter

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   100. Kembali Padamu

    **Seharusnya, acara pernikahan memanglah seperti ini.Penuh dengan rasa dan suasana bahagia. Dan walaupun dari keluarga Binar yang hadir hanya tiga orang, yaitu Ayahnya, Gio, dan Linda, namun bagi Binar itu lebih dari cukup. Dari tiga orang itu, tidak ada yang memiliki senyum palsu. Mereka tersenyum karena memang turut merasa bahagia. Ini adalah pernikahan William dan Binar yang kedua. Namun rasanya seperti mereka baru saja mengikrarkan janji suci setelah saling jatuh cinta sekian lamanya. Dalam balutan gaun putih sederhana yang justru membuat Binar terlihat sangat cantik, perempuan itu tak henti-henti tersenyum. Hatinya mengembang bahagia, mekar seperti bunga-bunga di musim semi. Sesekali melirik kepada sang suami yang terlihat seperti patung dewa, mengenakan setelan tuksedo putih senada. Tidak tampak lagi Tuan William Aarav yang dingin dan kaku. Malam ini pria rupawan itu menebar senyum kepada setiap orang yang turut datang pada hari bahagianya.Pernikahan dilaksanakan di salah sa

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   99. Tidak Bisa Menunggu

    **“Aku turut berbahagia dengan keputusan kalian. Meski demikian, kalau kau ulangi perbuatanmu sekali lagi, aku bersumpah akan merebut Binar dan membawa dia lari ke ujung dunia, William. Akan aku pastikan kau tidak bisa menemukannya apapun caramu.”William dan Binar saling bertukar pandang sejenak sebelum yang lebih muda tertunduk malu. Kedua orang itu sedang duduk dengan canggung di ruang tamu kediaman Gio malam ini. Mengantarkan Noah melepas rindu dengan sang ‘papa’, sekaligus menyampaikan niat untuk kembali bersama.“Kedengaran seperti ancaman.”“Ya memang ancaman. Aku serius, William. Jangan sok meremehkan begitu wajahmu!”“Baiklah, baiklah Tuan.” William memotong dengan dengus tawa pendek. “Akan aku pastikan hal itu tidak akan pernah terjadi.”“Binar, kamu tahu harus mencariku di mana kalau manusia jelek ini menyakitimu lagi. Nggak usah khawatir, aku selalu dalam mode siaga untuk membawamu kabur, kapan saja.”“Jaga mulutmu, Gio!”“Aku nggak akan menjaga mulutku kepada orang payah

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   98. Berbahagialah

    **Binar terpaku di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menanggapi permintaan itu. William terlalu frontal, dan impulsif. Bisa-bisanya ia datang selarut ini hanya untuk meminta pelukan.“Tu-Tuan, ini sudah malam.”“Aku sudah tahu.”“Bukankah sebaiknya anda pulang saja?”Pria itu tersenyum. Sebuah pemandangan yang jarang sekali dilihat orang. Senyumnya tampak tulus, membuat wajahnya yang sudah tampan, menjadi berkali-kali lipat lebih dari itu. Binar terkesima, sungguh.“Sudah aku bilang, kan. Aku sudah merindukanmu lagi. Aku tidak mau pulang sebelum kamu memberiku pelukan.”Apa-apaan itu? Binar bergerak dengan tidak nyaman. Sesekali ia menoleh ke arah belakang, khawatir kalau-kalau Linda atau Noah mengintipnya dari dalam sana. Tapi tentu saja tidak, sebab keduanya sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu.“Tuan, ini tidak benar.” Binar mendesah dengan gusar. Ia menatap entitas di hadapannya itu dengan agak segan.“Memang tidak benar. Sejak kapan cinta bisa dibena

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   97. Dilema

    **Binar buru-buru menghapus air matanya. Ia menoleh dengan gugup ke samping, dan baru menyadari bahwa sang putra juga masih berada di sana. Bocah kecil itu memandang dengan ketakutan, terutama kepada Binar yang menangis.“Mama?” sebutnya lirih, “Mama okay?”“Ah, sorry. Mama okay. Mama nggak apa-apa, Sayang.” Binar menghempaskan tangan William yang masih menggenggam pergelangan tangannya. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tinggi badan dengan Noah yang masih memasang wajah gusar.“Mama, are you cry?”“Yes, a little.” Binar menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Tapi Mama sudah nggak apa-apa.”“Mama ….”“Noah, come in, Baby. Bisa Aunty minta tolong untuk kasih makan Gi?” Linda mendadak datang untuk menyelamatkan situasi. Ia menunjuk golden retriever-nya yang sedang mengibas-ngibaskan ekor penuh semangat.“Tapi Mama?” Noah tampak keberatan. Ia memandang sang ibu, khawatir bahwa pria di belakangnya itu akan membawa pergi ibunya jika ia meninggalkan tempat.“Mama hanya akan bicara dengan

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   96. Jangan Menangis

    **Hampir satu bulan berlalu sejak kedatangan para pria yang mengaku utusan dari Juliana Aarav itu. Sepanjang satu bulan itu Binar harap-harap cemas, takut kalau-kalau mereka datang lagi. Tapi ternyata ketakutannya tidak terbukti, para utusan itu tidak lagi menampakkan batang hidungnya. Maka, Binar menganggap semua itu hanya angin lalu. Hidupnya kembali berjalan dengan normal belakangan ini.Sore ini, di tengah kegiatannya menjaga butik milik Linda, Binar sedang melihat-lihat review pre-school yang berada di sekitar sana melalui internet. Ia rasa sudah waktunya mendaftarkan Noah untuk bersekolah.“Dia belum genap empat tahun, dan kamu sudah ribut mau menyekolahkan?” celetuk Linda dari balik meja kasir.“Dia empat tahun dua bulan lagi, Lin. Lagipula sepertinya dia bosan di rumah seharian tanpa teman seusia, kan?” Binar layangkan pandang kepada sang putra yang sedang bermain-main dengan anak anjing di luar butik. Padahal Noah sama sekali tidak kelihatan bosan.“Oh, kalau aku jadi Noah,

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   95. Pembalasan

    **“Sialan! Dari mana mereka dapat video itu? Itu draft pribadi yang aku simpan di ponsel, dan nggak ada seorang pun yang pernah menyentuh ponsel aku selain kamu, Abian!”Rachel berteriak murka di dalam kamar apartemennya. Ia baru saja melihat berita yang saat ini sedang panas ditayangkan di semua channel stasiun televisi ; video affair dirinya dengan Abian, tanpa sensor!“Kamu nuduh aku?” balas Abian tak terima. Pria itu berdiri dari sofa dan menunjuk sang kekasih dengan berang. “Atas dasar apa kamu nuduh aku begitu, Rachel?”“Tapi nggak ada seorang pun yang pernah sentuh ponsel aku selain kamu, Bi!”“Apa kamu pernah lihat aku pegang-pegang ponselmu akhir-akhir ini? Pikir dulu kalau mau menuduh, jangan asal buka mulut kamu, Rachel!”“Sial! Argh, sial! Jadi ini bagaimana? Aku harus bagaimana?” Perempuan cantik itu mengacak surai panjangnya dengan frustasi. Sekali lagi ia melirik kepada televisi yang masih menyala, dan pemberitaan tentang dirinya masih ditayangkan di sana.“Sial, berit

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   94. Lega

    **“Ibu sudah menemukan keberadaan Binar? Benar kah, Bu? Di mana Binar sekarang? Apa dia baik-baik saja?”William yang kala itu masih berkutat dengan perasaan galau, mendadak saja melupakan semua kegalauannya hanya demi kabar yang baru saja ia dapatkan dari sang ibu hari ini. Pria itu memastikan panggilan ponselnya masih tersambung, ia beranjak dari sofa dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar.“Bagaimana, Bu?”“Dia aman. Hidup dengan baik bersama temannya di Australia. Utusan Ibu berhasil menemukannya dengan melacak posisi sinyal ponsel.”“A-Australia? Astaga, sejauh itu?”Suara hela napas samar Juliana Aarav terdengar melalui speaker ponsel. William tidak sabar menunggu kelanjutan beritanya.“Dia nggak mau kembali kepadamu, Will. Ibu sudah suruh orang untuk menyampaikan tawaran itu, tapi orang-orang utusan Ibu bilang Binar nggak ingin kembali ke Indonesia.”“Sial ….” “Bukan sial, tapi kalau kamu ingin dia kembali kepadamu, maka kamu harus jalan sendiri sekarang. Ibu sudah cukup m

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   93. Tidak Mau Kembali

    **Binar terkesiap. Sungguh ia kaget mendengar nama itu.Juliana Aarav? Tidak, ia tidak akan melupakannya meskipun hanya satu kali dalam hidupnya ia bertemu dengan pemilik nama itu.Sang Nyonya Besar, ibunda dari William Aarav. Perempuan anggun di atas kursi roda yang datang saat hari pernikahan William dengan Binar dulu.“Nyo-Nyonya Juliana?” Binar masih tercekat. Ia memandang kepada para utusan yang masih berdiri dengan kepala menunduk penuh hormat kepada dirinya.“Benar, Nona Binar. Kami diutus untuk menemukan keberadaan anda.”“Silahkan duduk dulu, dan jelaskan duduk perkaranya kepada Binar agar dia tidak bingung. Kalian lihat, dia ketakutan dan mengira kalian adalah orang jahat.” Suara Linda terdengar geli saat mempersilahkan beberapa pria itu untuk duduk kembali. Sebab mereka akan terus berdiri seperti itu selama Binar tidak menyuruhnya duduk.“Kamu juga, Binar. Dengarkan dulu apa alasan mereka sampai bisa menemukanmu di tempat ini.”Binar yang linglung hanya bisa menurut apa k

  • Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir   92. Para Utusan

    **“Oh, ini semakin buruk. Apa yang terjadi? Kenapa beritanya jadi begini?”Binar tanpa sadar menggigiti kuku jemarinya sendiri. Sebuah kebiasaan yang sulit ia tinggalkan jika sedang gusar dan galau seperti sekarang ini. Perempuan itu tengah termangu di depan televisi yang sedang menyiarkan berita dari Indonesia. Sebuah acara infotainment, yang belakangan ini entah bagaimana seperti Binar temukan kapanpun ia menyalakan televisi atau membuka sosial media.“Aku bisa saja menuntut kau dan perusahaanmu karena tuduhan seperti itu. Aku hanya diam selama ini bukan berarti aku tidak bisa melawan. Jika kau, dan kalian semua, masih tetap bersikap seperti orang-orang yang tidak beradab, maka aku akan mengirim kalian ke tempat di mana seharusnya kalian berada.”Binar mendesis melihat potongan video itu. Ia tahu siapapun yang mengambil potongan video itu, sengaja membuatnya menjadi sedemikian dramatis. William, ya, William Aarav, tampak angkuh dan menakutkan dalam video tersebut. Meski Binar sang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status