Almeera masih belum bisa bernapas dengan leluasa setelah mendengar pernyataan Kaisar barusan. Rasanya ini tidak nyata dan angan saja bagi Almeera. Pada akhirnya, Almeera mengangguk dengan wajah merona, menatap Kaisar dengan mata yang penuh kejujuran. “Aku bersedia benar-benar menjadi istrimu mulai sekarang, Tuan. Karena sebenarnya, aku memang mencintaimu,” katanya dengan suara lembut namun penuh keyakinan.“Aku sudah menduganya,” ucap Kaisar ditambah dengan senyum manis yang mampu mengalihkan dunia Almeera saat ini juga.Kaisar merasa hatinya meluap dengan kebahagiaan mendengar pengakuan Almeera. Tanpa ragu, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Almeera dan mencium bibirnya dengan lembut. Ciuman itu awalnya penuh kelembutan, perlahan berubah menjadi lebih dalam dan penuh gairah. Almeera merespons dengan penuh perasaan, merasa hatinya berdebar kencang. Ciuman mereka seakan menghapus segala keraguan dan ketakutan yang pernah ada, menyatukan dua hati yang saling mencintai.Ketika Kaisar akhir
Selesai memadu kasih, Kaisar dengan lembut menggendong Almeera yang duduk di tepi kasur sambil memainkan jari menuju kamar mandi. Awalnya Almeera memberontak.“Tuan, kita mau ke mana?” tanya Almeera.“Mandi, kamu pasti sudah gerah, kan?”Almeera merasa wajahnya memerah karena malu dan berbisik, “Aku bisa mandi sendiri, Tuan.”“Kamu takut?” tanya Kaisar yang paham apa yang dipikirkan Almeera.“Bukan begitu, hanya—“Kaisar menggelengkan kepalanya dengan senyuman lembut. “Aku janji tidak akan berbuat macam-macam lagi. Aku hanya ingin membantu membersihkan diri,” katanya sambil menempatkan Almeera di bathtub yang sudah dipenuhi air hangat.“Iya,” cicit Almeera yang tak bisa menolak.Saat mereka berendam bersama, Kaisar memanggil Almeera dengan kata yang membuatnya merasa sangat malu, “Sayang.”Almeera menundukkan kepala, pipinya merona merah. “Tuan …” bisiknya ragu.Kaisar mengusap lembut pipi Almeera dan berkata, “Mulai sekarang, jangan panggil aku ‘Tuan’ lagi. Kita sekarang benar-benar
Setelah Hana pergi, Karenina berteriak kencang. Ia merintih dalam kesepian, mengisahkan betapa sulitnya menerima kenyataan bahwa Kaisar, yang selama ini ia anggap miliknya, kini telah berpaling kepada wanita lain. “Aku tidak akan terima ini,” gumam Karenina dengan penuh kemarahan. “Kaisar tidak akan bisa begitu saja meninggalkanku.”Karenina bangkit dan mengambil teleponnya dengan tangan yang bergetar. Ia mencari nama Rico di daftar kontaknya dan menekan tombol panggil. Hatinya dipenuhi oleh dorongan balas dendam, dan pikiran mengenai bagaimana cara merebut kembali Kaisar memenuhi kepalanya.Argh! Kenapa Kaisar? Kenapa kamu milih gadis kampung itu?!” teriak Karenina sambil melempar semua barang yang dapat diraihnya.“Aku tidak bisa menerima ini, apa kurangnya aku? Kenapa kamu malah memilih dia!”Kemarahan Karenina menjadi-jadi karena membayangkan Almeera yang menatapnya sambil mengejek karena berhasil mendapatkan Kaisar. Aliran darah yang terasa begitu cepat dan emosi meluap, membuat
Setelah membeli beberapa baju untuk dirinya sendiri, Almeera melanjutkan aktivitas belanjanya di supermarket. Ia mendorong troli perlahan, mengisi keranjang dengan bahan makanan yang dibutuhkannya untuk memasak di apartemen. Tak lupa, ia memasukkan beberapa bungkus biskuit ke dalam troli, mengingat niatnya untuk menjenguk adiknya, Rifki, di asrama pada akhir pekan nanti.Saat Almeera mendorong troli di lorong supermarket, telepon di ponselnya bergetar. Dia melihat nama Kaisar muncul di layar dan segera menjawabnya dengan senyuman. “Halo, Hubby,” sapanya.Namun, suara Kaisar di ujung telepon terdengar serius dan penuh kekhawatiran. “Almeera, apakah kamu sudah selesai berbelanja? Jika sudah, aku ingin katu langsung pulang dan istirahat. Kamu baru saja mengalami hal yang buruk, dan aku nggak mau kamu kelelahan.”“Aku tidak lelah, By. Baru saja berjalan keluar. Tenang saja, tidak akan terjadi sesuatu. Aku baru saja membeli pakaian. Sisa isi kulkas yang kosong itu.”“Pokoknya setelah sampa
Almeera berdiri di dapur, dikelilingi oleh aroma lezat dari masakan yang baru saja ia selesaikan. Wajahnya berseri-seri dengan senyum puas. Setelah melalui beberapa percobaan dan kesalahan, ia akhirnya berhasil membuat steak ayam yang sempurna, salad segar yang berwarna-warni, dan spaghetti yang menggugah selera. “Semoga rasanya enak,” gumam Almeera melihat makanan yang sudah dimasaknya.“Untung aja nemu resep yang mudah ditiru.” Ia mengikuti resep-resep dari internet dengan cermat, memastikan setiap detailnya sesuai. Dengan hati-hati, Almeera menata hidangan di meja makan. Steak ayam ditempatkan di piring utama, dihiasi dengan daun parsley segar. Salad segar dengan potongan tomat ceri, mentimun, dan selada hijau diatur rapi di sebuah mangkuk kaca yang indah. Spaghetti disajikan dengan saus marinara yang merah menggoda, disertai dengan taburan keju parmesan yang meleleh sempurna di atasnya. Meja makan tampak seperti di restoran bintang lima, siap menyambut Kaisar dengan kelezatan ya
Karenina melangkah keluar dari mobil dengan dibantu oleh perawatnya, dan menuju pintu masuk hotel mewah yang telah ia pilih untuk pertemuan malam ini. Sang perawat memegang tas Karenina sambil mendorong kursi roda majikannya. Begitu mereka sampai di lobi, Karenina meminta perawatnya itu untuk menemaninya hingga ke kamar yang dituju.Setelah tiba di kamar yang telah dipesan, Karenina menyerahkan sejumlah uang. “Ini untukmu. Pastikan tidak ada yang tahu tentang pertemuan ini. Kamu bisa menginap di kamar sebelah untuk sementara waktu,” perintah Karenina dengan nada tegas.“Baik, Nyonya Karenina. Saya akan menjaga rahasia ini,” jawabnya sebelum beranjak pergi menuju kamar sebelah.Setelah sang perawat keluar, Karenina menutup pintu dan melepaskan napas panjang. Kamar hotel itu mewah dengan dekorasi elegan, tetapi Karenina tidak mempedulikannya. Ia mendorong kursi roda menuju cermin besar yang menghiasi dinding kamar, melihat pantulan dirinya dengan penuh ketidakpuasan. Dia berusaha keras
Wati sibuk mengatur para pelayan lainnya untuk memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Pikirannya, bagaimanapun, tidak sepenuhnya terfokus pada pekerjaannya. Pertemuan dengan Almeera di supermarket beberapa hari yang lalu terus berputar di benaknya. Wajah Almeera yang mirip dengan Tuan Marco membuat Wati merasa ada sesuatu yang belum tersingkap.Di tengah kesibukan itu, suara mobil memasuki halaman depan rumah. Diana, istri Marco Biantara, baru saja pulang dari rumah sakit. Sebagai seorang dokter yang berpengalaman, Diana telah menghabiskan hari yang melelahkan dengan menangani berbagai pasien. Diana pulang ke rumah dengan langkah lambat dan lelah. Gerakannya terasa berat, seolah seluruh beban hari itu terakumulasi dalam tubuhnya. Setelah seharian berada di rumah sakit, wajahnya tampak kusam dan lesu. Keringat di dahi dan kerutan di sekitar mata menandakan betapa beratnya hari yang baru saja dilaluinya.Wanita itu duduk di kursi yang ada di ruang tamu dengan desah napas panjang
Pelukan hangat Kaisar belakangan ini membuat Almeera tidur nyenyak, dan bangun dengan wajah cerah. Almeera terbangun lebih dulu, lalu memandangi wajah Kaisar yang nampak lucu saat tertidur. Ia pun tersenyum, merasa bersyukur atas momen-momen kebahagiaan sederhana seperti ini.“Hubby, bangun,” Almeera berbisik sambil menggoyang-goyangkan bahu suaminya. Kaisar membuka matanya perlahan, senyum tipis menghiasi bibirnya saat melihat Almeera. “Pagi, Sayang,” jawabnya dengan suara serak khas bangun tidur. Tangan Kaisar menarik Almeera dalam dekapannya sampai gadis itu tersentak kaget.“Pagi, Hubby,” jawab Almeera mengusap lembut pipi Kaisar. “Aku ingin bicara sesuatu.”Kaisar tersenyum dengan mata terpejam. “Mau apa, Sayang? Apa kamu ingin menggodaku?” lirih Kaisar. “Bukan, hari ini tolong izinkan aku bekerja, ya? Aku bosan sekali di apartemen tanpa melakukan apa pun. Jika di kantor, aku bisa menggambar sesuatu.”Kaisar menghela napas, matanya menatap Almeera dengan lembut. Jelas terlihat