“Apakah Almeera juga ikut, Pak?” tanya Pak Jeffry kemudian.“Semua akan ikut, tidak ada pengecualian sama sekali,” jawab Reval.Mendengar pengumuman penting itu, seluruh staf yang hadir menjadi was-was, terutama Almeera. Dia baru bekerja hari ini dan harus ikut dalam sebuah penilaian penting. Namun, ia tidak mungkin menolak perintah langsung dari Reval. Pada akhirnya, Reval berdiri dan menyuruh asistennya untuk menyalakan LCD Proyektor. Sambil berdiri di tengah ruangan, ia menunjukkan beberapa contoh desain yang baru diluncurkan oleh perusahaan pesaing. “The Gold Moon Series dari PT. Golden, diluncurkan bulan lalu. Dan The Purple dari Indah Jewelry diluncurkan dua minggu lalu,” kata Reval menunjuk layar LCD.“Kita harus bisa membuat produk perhiasan, yang memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan perusahaan pesaing. Besok, saya akan meminta lima buah desain terbaik untuk dipresentasikan di ruang meeting.”Reval lantas menyebutkan beberapa kriteria yang dia inginkan untuk desain
Karena Kaisar tidak memberikan pujian maupun kritikan, Almeera memilih tidak bertanya lagi. Mungkin saja, pria itu memang tidak tertarik dengan hasil karyanya sama sekali. Atau menganggapnya tidak terlalu penting untuk dilihat.Merasa diabaikan, Almeera melemparkan pandangannya ke arah jendela. Rasa kecewa itu berubah menjadi sebuah gumpalan kecil di dadanya, membuatnya enggan berbicara lebih lanjut dengan Kaisar. Sementara itu, Kaisar sibuk dengan ponselnya sendiri. Ia sedang mengirimkan foto desain yang dibuat Almeera kepada Reval. Diam-diam, pria itu merekomendasikan karya Almeera kepada sang adik untuk dipilih.Almeera dan Kaisar pun tidak saling bicara hingga tiba di mansion. Beruntung tidak ada gangguan dari Karenina maupun Hana, sehingga mereka bisa langsung ke lantai dua.Waktu berlalu. Hingga pada akhirnya, Almeera membaringkan tubuh di tempat tidur, membelakangi Kaisar, berusaha memejamkan mata. Namun, Kaisar tiba-tiba angkat bicara. “Kemarin, aku terpaksa menginap di hotel
Usai menerima telepon dari Reval bahwa desain Almeera mendadak hilang, pikiran Kaisar dipenuhi dengan bayangan gadis itu. Ia membayangkan betapa kecewa dan hancurnya perasaan Almeera saat hasil kerjanya lenyap begitu saja. “Seharusnya desain itu yang menang. Dia pasti sedih,” gumam Kaisar bicara pada diri sendiri.Setelah berpikir selama beberapa menit, Kaisar memutuskan untuk pulang bersama Almeera nanti. Mungkin makan malam berdua, bisa mengurangi kesedihan Almeera dan memberinya semangat baru.Kaisar meraih ponselnya, bersiap untuk menghubungi Almeera. Namun, sebelum ia sempat menekan tombol panggil, pintu ruangannya terbuka. Akbar masuk dengan tergesa-gesa sambil membawa beberapa dokumen.“Tuan, maaf mengganggu. Saya mendapat telepon dari asisten Pak Gani Wijaya, bahwa Beliau ingin mengundang Anda untuk makan malam sambil meeting jam lima sore nanti,” kata Akbar.Kaisar sejenak terdiam, merasakan konflik dalam hatinya. Ia tahu betapa pentingnya makan malam dengan Tuan Gani, salah
Kaisar merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya. Setiap kali pandangannya bertemu dengan mata Almeera, ada perasaan hangat yang menjalar di dadanya. Wajahnya merona merah saat Almeera dengan lembut menyuapinya, mengelap sudut bibirnya dengan tissue setelah mereka selesai makan.Tidak ingin Almeera melihat wajahnya yang memerah, Kaisar segera berdiri dan berjalan ke pemilik tenda untuk membayar makanan mereka. Saat ia membayar, beberapa orang di sekitar mulai memperhatikan dengan kagum dan keheranan. Penampilan Kaisar dengan setelan jas mahal dan wajahnya yang tampan, membuat orang-orang berpikir bahwa ia mungkin seorang artis atau selebriti. “Mas ini artis, ya?” tanya pemilik tenda dengan penasaran.Kaisar tersenyum dan menggelengkan kepala. “Bukan, Pak. Saya hanya orang biasa,” jawabnya dengan sopan, sambil menyerahkan uang pembayaran.‘Pasti aku kelihatan seperti pembantu yang ikut dengan majikan,’ batin Almeera melihat perbedaan antara penampilannya dengan Kaisar.Tatapan kagum o
Di dalam mobil, suasana terasa hening. Kaisar memandang lurus ke depan, matanya tampak jauh seperti sedang melamun. Almeera, yang duduk di sampingnya, merasa tidak nyaman dengan keheningan yang tiba-tiba menyelimuti mereka. Ia takut kalau Kaisar marah karena tadi ia nekat menyuapi Kaisar di tenda ayam bakar yang sederhana.“Tuan marah? Maaf, seharusnya saya tidak memaksa Tuan makan di sana,” kata Almeera pelan, mencoba memecah keheningan.Kaisar menoleh sejenak, tersenyum tipis. “Aku hanya kekenyangan. Tadi sudah makan sedikit bersama Tuan Gani.”Almeera mengangguk, merasa sedikit lega, tetapi rasa penasaran masih menggelitik pikirannya. “Kenapa Tuan tidak menolak saat saya suapi? Kalau memang sudah kenyang, Tuan bilang saja.”Kaisar terdiam sejenak, matanya kembali tertuju ke jalanan di depannya. Ia tidak menjawab ucapan Almeera barusan. Setibanya di mansion, Kaisar dan Almeera melangkah masuk dengan perasaan campur aduk. Di ruang tengah, Karenina sudah menunggu dengan kursi rodanya
Esok paginya, Almeera terbangun karena mendengar suara langkah kaki Kaisar yang mondar-mandir di kamar. Matanya masih setengah terpejam, tetapi ia bisa melihat siluet sang suami. Kaisar yang sudah rapi dengan setelan jas, tampak sibuk mempersiapkan sesuatu. Almeera segera duduk di atas ranjang, menggosok matanya dan mencoba mengumpulkan kesadaran.“Tuan, kenapa tidak membangunkan saya?” tanyanya dengan suara serak.Kaisar berhenti sejenak, menatap Almeera dengan tatapan yang sulit diartikan. “Tidak perlu. Lagi pula, kita akan segera berpisah kamar,” jawabnya dengan nada datar.Almeera merasa dadanya sesak mendengar kata-kata itu. “Berpisah kamar?” tanyanya, meskipun sudah tahu jawabannya.Kaisar mengangguk. “Aku pikir ini yang terbaik untuk kita berdua. Sesuai dengan permintaanmu semalam.”Almeera menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang tiba-tiba meluap. “Lalu, kenapa Tuan sudah rapi pagi-pagi begini?”Kaisar merapikan dasinya, seolah menghindari tatapan Almeera. “Aku ada meet
Almeera sibuk di ruang produksi bersama tim desainer yang dipimpin oleh Wendi. Almeera berdiri di depan komputer, memeriksa detail terakhir dari prototype perhiasan “Sang Dewi” yang akan segera diproduksi. Di sekelilingnya, para desainer lain juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing, menciptakan suasana penuh konsentrasi dan ketegangan.Wendi berjalan mendekati Almeera dengan pandangan kritis, matanya memindai layar komputer yang menampilkan desain 3D. “Almeera, ini belum sesuai,” katanya dengan nada dingin. “Kita tidak bisa menggunakan prototype ini. Kamu harus mengulang lagi.”Almeera mengerutkan kening, merasa frustasi. Dia telah bekerja keras sepanjang pagi dengan menerapkan teknik yang diajarkan oleh Rosdiana. Namun ternyata, usahanya tidak diterima oleh Wendi. Almeera menghela napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa Wendi tidak akan memberikan sedikit pun toleransi pada kesalahan. Tanpa pilihan lain, Almeera memulai proses cetak ulang dari awal. Sementara itu, Wendi melanjutkan peng
Almeera menghela napas panjang. Meski terpaksa, ia tidak punya pilihan selain menuruti keinginan Reval. Bahkan, ia hanya diam saja tatkala Reval berbicara sebentar dengan resepsionis salon.“Aku akan ke apartemen dulu untuk mandi dan ganti baju. Kita bertemu lagi di sini satu jam lagi, oke?” kata Reval sebelum pergi meninggalkan Almeera di salon. Almeera mengangguk pelan, menatap kepergian Reval dengan perasaan campur aduk. Ia dibawa ke ruang make-up oleh petugas salon. Ketika duduk di kursi, seorang MUA dan hairstylist mendekatinya dengan senyuman ramah.“Selamat sore. Apakah ada permintaan khusus untuk gaya make-up dan gaya rambutnya?” tanya MUA itu. “Tidak ada, Mbak. Hanya saja, tolong jangan sampai menyentuh tompel saya,” jawab Almeera menunjuk ke pipinya. MUA itu sedikit terkejut tetapi segera mengangguk, menyadari bahwa pelanggan punya preferensi khusus yang harus dihormati. “Baik, saya akan berhati-hati,” jawabnya.Proses rias wajah dimulai. MUA tersebut dengan hati-hati men