"Udah bawa botol minumnya, kan?" Aileen bertanya sekali lagi.Ayres mengangguk. "Udah, Mama. Udah bawa bekal juga. Terus aku juga bawa wortel mentah," jawab bocah sipit itu tanpa mau melunturkan senyumnya.Aileen mengernyit bingung. "Kamu buat apa bawa wortel mentah? Kalau mau lauk wortel, Mama masakin aja." Perempuan pendek itu bertanya heran."Emang kapan aku suka wortel, Mama? Aku kan mau kasih makan kelinci. Pasti di kebun binatang ada kelinci," sahut Ayres yang dibalas Aileen dengan cubitan gemas di pipi gembul putranya."Yaudah sana! Berangkat sama Papa ke sekolah. Inget loh ya, jangan jauh-jauh dari Bu Guru!" peringat Aileen sambil mengaitkan tas bocah itu di punggungnya.Ayres menempelkan tangan di pelipis; memasang posisi hormat. Berikutnya, bocah itu berlari keluar diikuti Aileen dari belakang.Tapi, begitu sudah membuka pintu mobil, bocah itu malah berbalik dan berlari lagi menuju sang Mama. Aileen mengernyit. Apa lagi?"Kamu ketinggalan sesuatu?" tanya Aileen begitu Ayres
Aileen menggigit kuku jemarinya gusar. Perempuan itu terus memandangi sekitar jalanan panik. Sedangkan Arsen, hanya menggenggam sebelah tangan Aileen erat. Berniat menenangkan sang istri sekaligus dirinya sendiri."Apa kita balik ke kebun binatang aja ya, Mas? Kita cari di sana sekali lagi. Mungkin aja dia masih di sana cuma kita belum cari yang bener aja," pinta Aileen yang dibalas Arsen dengan gelengan."Di sana udah ada yang jaga. Lagian gerbang kebun binatangnya juga udah dikunci, biar enggak ada yang bisa keluar masuk lagi. Kalau emang Ayres ketemu di sana, pasti mereka hubungin kita." Arsen menjelaskan yang dalam hati dibenarkan Aileen.Perempuan itu kemudian menatap jalan yang mereka lewati lagi. Takut jika sampai sang putra malah tidak tertangkap matanya."Kita pulang dulu, ya? Ini udah larut banget. Kamu juga belum makan, kan?" tanya Arsen yang ditanggapi Aileen dengan gelengan."Enggak," jawab Aileen final. Terdengar tidak ingin dibantah atau bernegosiasi lagi."Kalau gitu k
Aileen tidak tahu apa yang salah dengan putranya. Tapi, sejak ia menemukan bocah itu sudah kembali di rumah mereka, kenapa Ayres malah jadi takut padanya?Ada apa? Apa sebelumnya Aileen sempat melakukan kesalahan? Apa Ayres hanya sedang marah pada Aileen karena semalam Aileen berhenti mencarinya dan memilih tidur di rumah?"Sayang ... kamu enggak mau makan? Mau Mama bikinin atau beliin sesuatu?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya.Mencoba mengajak bocah sipit berbicara. Tapi, lagi dan lagi, bocah itu tetap tidak mau menyahutinya. Yang dilakukan Ayres hanya bersembunyi di pelukan Papanya. Ayres seolah tidak berani dekat-dekat dengan Aileen."Udah, kamu balik aja sana ke kamar dulu. Ntar kalau udah tenang dan mau cerita, mungkin dia mau bicara sama kamu. Kamu istirahat aja, kalau saya butuh sesuatu nanti saya panggil Bi Rindi." Arsen menegur sambil mengelus punggung tangan istrinya.Pada akhirnya, Aileen menjawab dengan satu anggukan. Perempuan itu juga kasihan dengan Ayres yang terus
"Apa aku sebaiknya pergi dari rumah aja, ya?" Aileen bertanya pada Arsen.Arsen yang malam ini hampir terlelap karena sudah luar biasa mengantuk, kontan saja terbangun dan melotot galak. "Kamu gila?!" bentak Arsen sebal.Aileen menggeleng yakin. "Enggak. Seharusnya aku emang pergi sejak awal. Kalau kayak gitu, mungkin Ayres enggak bakal diteror lagi. Dia juga enggak mungkin takutin apapun lagi setelah ini," jelas Aileen memaparkan spekulasinya jika sampai ia benar-benar pergi dari rumah ini."Kamu pikir cuma Ayres aja yang bisa butuh kamu? Saya juga bisa! Apa selama ini kamu tinggal di rumah ini buat Ayres aja?" tanya Arsen tidak habis pikir.Mendengar omelan suaminya, Aileen jadi merasa bersalah. Perempuan itu kemudian berbaring membelakangi Arsen sambil mengusap air mata yang diam-diam mengalir dari sudut mata."Bukan gitu. Aku cuma enggak tahan liat Ayres ketakutan di rumahnya sendiri. Aku enggak bisa liat dia nangis terus-terusan kayak gitu gara-gara aku. Dia keliatan takut banget
"Aduuuh ... lewat mana ini?" Perempuan pendek yang baru turun dari bus itu meringis bingung.Masih sambil menyusuri trotoar jalan yang padat sore ini, Aileen menggaruk pipinya. Tidak tahu harus pergi ke mana.Lagipula, Aileen hanya asal menaiki bus saja. Tidak peduli kendaraan umum itu akan membawanya kemana. Yang jelas dia hanya perlu untuk kabur dari rumah; menghindari sang ayah."Aku cari dia dulu. Mama enggak perlu khawatir." Suara seorang pria lumayan dewasa yang tengah menelepon membuat Aileen menoleh ragu. Ingin bertanya takut dimarahi. Tidak bertanya takut semakin nyasar."Permisi, Om!" Pada akhirnya, perempuan pendek itu berani menyapa lebih dulu.Tapi, lirikan pria dewasa itu membuat Aileen mengerjap takut. Apa dia sudah salah memilih orang untuk ditanyai?Pria tadi mengangkat sebelah alisnya. Seolah tengah bertanya 'kenapa?' dengan raut tidak sabaran. Aileen mendadak gugup."Eung ... a-anu ... itu, Om. Mau nanya--""Cepetan! Saya nggak punya banyak waktu," tekan pria jangk
“Ini rumahnya Om?” tanya Aileen takjub begitu mobil Arsen yang membawa dirinya juga Ayres memasuki gerbang tinggi dan megah kediaman duda tampan itu.“Menurut kamu rumah siapa? Tetangga?” tanya Arsen sewot.Aileen menggeleng panik. Sedangkan Ayres yang berada di pangkuan perempuan itu tertawa cekikikan. Arsen yang melihat puteranya tidak beralih dari pangkuan ART baru mereka itu sejak pertama kali masuk mobil, sejenak melongo takjub.Bagaimana bisa Arsen baru menyadari bahwa Ayres lumayan ‘jinak’ oleh orang baru semacam Aileen? Apa sebelumnya perempuan remaja itu sudah mangancam atau memaksa putranya agar patuh padanya?“Bibi sekarang tinggal di sini, ya? Pasti dikasih makan sama Papa kok, tenang aja. Papaku baik banget meski kadang suka marah,” jelas Ayres panjang lebar yang dibalas Arsen dengan putaran bola mata malas.“Papa mau masuk dulu. Nanti kamu suruh dia ketemu Nenek, biar nenek yang kasih tau ruangan dia di mana,” pesan Arsen pada Ayres begitu pria jangkung itu sudah memarki
“Aku ngapain lagi, Om?”Arsen memandang perempuan pendek di depannya dengan helaan napas berat. Sebenarnya ART barunya ini manusia atau bagaimana? Kenapa sejak pagi tadi dia terus bekerja dan menanyakan pekerjaan lainnya? Apa Aileen itu tidak mengenal kata lelah? “Ini minggu, Aileen. Pembantu di sini kalau hari minggu ya libur juga,” jelas Arsen masih dengan jawaban yang sama sedari pagi tadi.“Tapi aku bingung harus ngapain kalau enggak ada pekerjaan, Om.” Aileen menjawab jujur sambil menggaruk tengkuk.Arsen segera melepas sepatu kerjanya kemudian memandangi perempuan yang sore ini hanya mengenakan celana training semata kaki juga kaus oblong. Meski begitu, penampilan sederhana Aileen justru semakin menambah kecantikan alami perempuan 19 tahun itu. “Yaudah kalau kamu suka banget kerja. Sana, bikinin kopi!” suruh Arsen akhirnya.Aileen mengangguk semangat sebelum kemudian melangkah cepat menuju dapur. Arsen yang melihat kelakuan perempuan itu, hanya menggeleng tidak habis pikir. Ba
Entah karena terlalu lelah atau mungkin belum terbiasa terpapar AC, Aileen yang sering merasa tidak enak badan sejak tinggal di rumah Arsen kini mulai tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Seluruh tubuhnya terasa remuk redam, badannya terasa panas namun perempuan itu menggigil kedinginan. Ayres yang menyadari sang Bibi tidak kunjung keluar kamar dan menyiapkannya sarapan seperti biasa, tentu saja mencari Aileen ke kamarnya. Lalu, begitu melihat Aileen masih berbaring di ranjangnya dengan gulungan selimut tebal, bocah sipit itu segera naik ke atas kasur."Bibi kenapa? Sakit? Mau disuntik Dokter? Aku kira orang hebat enggak butuh obat," gumam Ayres sambil mengguncang-guncangkan bahu Aileen.Perempuan itu kontan membuka mata. Manik cokelat madunya yang terlihat berair menatap Ayres sayu. "Bibi lagi enggak hebat, makanya sakit. Kamu minta Bi Rindi siapin sarapan dulu, ya?" pinta Aileen yang diangguki bocah yang biasanya keras kepala itu patuh."Bentar, ya?" ucap Ayres sebelum kemudian m
"Apa aku sebaiknya pergi dari rumah aja, ya?" Aileen bertanya pada Arsen.Arsen yang malam ini hampir terlelap karena sudah luar biasa mengantuk, kontan saja terbangun dan melotot galak. "Kamu gila?!" bentak Arsen sebal.Aileen menggeleng yakin. "Enggak. Seharusnya aku emang pergi sejak awal. Kalau kayak gitu, mungkin Ayres enggak bakal diteror lagi. Dia juga enggak mungkin takutin apapun lagi setelah ini," jelas Aileen memaparkan spekulasinya jika sampai ia benar-benar pergi dari rumah ini."Kamu pikir cuma Ayres aja yang bisa butuh kamu? Saya juga bisa! Apa selama ini kamu tinggal di rumah ini buat Ayres aja?" tanya Arsen tidak habis pikir.Mendengar omelan suaminya, Aileen jadi merasa bersalah. Perempuan itu kemudian berbaring membelakangi Arsen sambil mengusap air mata yang diam-diam mengalir dari sudut mata."Bukan gitu. Aku cuma enggak tahan liat Ayres ketakutan di rumahnya sendiri. Aku enggak bisa liat dia nangis terus-terusan kayak gitu gara-gara aku. Dia keliatan takut banget
Aileen tidak tahu apa yang salah dengan putranya. Tapi, sejak ia menemukan bocah itu sudah kembali di rumah mereka, kenapa Ayres malah jadi takut padanya?Ada apa? Apa sebelumnya Aileen sempat melakukan kesalahan? Apa Ayres hanya sedang marah pada Aileen karena semalam Aileen berhenti mencarinya dan memilih tidur di rumah?"Sayang ... kamu enggak mau makan? Mau Mama bikinin atau beliin sesuatu?" tanya Aileen untuk kesekian kalinya.Mencoba mengajak bocah sipit berbicara. Tapi, lagi dan lagi, bocah itu tetap tidak mau menyahutinya. Yang dilakukan Ayres hanya bersembunyi di pelukan Papanya. Ayres seolah tidak berani dekat-dekat dengan Aileen."Udah, kamu balik aja sana ke kamar dulu. Ntar kalau udah tenang dan mau cerita, mungkin dia mau bicara sama kamu. Kamu istirahat aja, kalau saya butuh sesuatu nanti saya panggil Bi Rindi." Arsen menegur sambil mengelus punggung tangan istrinya.Pada akhirnya, Aileen menjawab dengan satu anggukan. Perempuan itu juga kasihan dengan Ayres yang terus
Aileen menggigit kuku jemarinya gusar. Perempuan itu terus memandangi sekitar jalanan panik. Sedangkan Arsen, hanya menggenggam sebelah tangan Aileen erat. Berniat menenangkan sang istri sekaligus dirinya sendiri."Apa kita balik ke kebun binatang aja ya, Mas? Kita cari di sana sekali lagi. Mungkin aja dia masih di sana cuma kita belum cari yang bener aja," pinta Aileen yang dibalas Arsen dengan gelengan."Di sana udah ada yang jaga. Lagian gerbang kebun binatangnya juga udah dikunci, biar enggak ada yang bisa keluar masuk lagi. Kalau emang Ayres ketemu di sana, pasti mereka hubungin kita." Arsen menjelaskan yang dalam hati dibenarkan Aileen.Perempuan itu kemudian menatap jalan yang mereka lewati lagi. Takut jika sampai sang putra malah tidak tertangkap matanya."Kita pulang dulu, ya? Ini udah larut banget. Kamu juga belum makan, kan?" tanya Arsen yang ditanggapi Aileen dengan gelengan."Enggak," jawab Aileen final. Terdengar tidak ingin dibantah atau bernegosiasi lagi."Kalau gitu k
"Udah bawa botol minumnya, kan?" Aileen bertanya sekali lagi.Ayres mengangguk. "Udah, Mama. Udah bawa bekal juga. Terus aku juga bawa wortel mentah," jawab bocah sipit itu tanpa mau melunturkan senyumnya.Aileen mengernyit bingung. "Kamu buat apa bawa wortel mentah? Kalau mau lauk wortel, Mama masakin aja." Perempuan pendek itu bertanya heran."Emang kapan aku suka wortel, Mama? Aku kan mau kasih makan kelinci. Pasti di kebun binatang ada kelinci," sahut Ayres yang dibalas Aileen dengan cubitan gemas di pipi gembul putranya."Yaudah sana! Berangkat sama Papa ke sekolah. Inget loh ya, jangan jauh-jauh dari Bu Guru!" peringat Aileen sambil mengaitkan tas bocah itu di punggungnya.Ayres menempelkan tangan di pelipis; memasang posisi hormat. Berikutnya, bocah itu berlari keluar diikuti Aileen dari belakang.Tapi, begitu sudah membuka pintu mobil, bocah itu malah berbalik dan berlari lagi menuju sang Mama. Aileen mengernyit. Apa lagi?"Kamu ketinggalan sesuatu?" tanya Aileen begitu Ayres
"Mama Ai Mama Ai!" Ayres memanggil begitu pagi ini Aileen bahkan belum bangun dari tempat tidurnya."Kenapa, Sayang?" jawab Aileen lembut dengan suara serak khas bangun tidurnya."Besok aku udah bagi raport. Mau sekolah SD dooong. Mama Ai sama Papa pergi ambilin, ya? Kata Bu Guru, harus diambilin sama orang tua. Eh, tapi Mama Ai kan masih muda." Bocah itu bercerita panjang lebar."Yaudah, suruh aja Nenek. Nenek kan udah tua tuh. Berarti dia orang tua," sahut Arsen malah semakin menyesatkan teori yang diyakini sang putra.Aileen mencubit pinggang suaminya begitu pria itu duduk di sisi ranjang. "Kamu ini!" kesal Aileen yang hanya dibalas Arsen dengan kekehan geli."Ntar Papa yang ambilin raport kamu. Jangan Mama, dia lagi sakit. Gara-gara semalam main hujan kayak anak kecil. Beneran bukan orang tua banget kan, Res?" ucap Arsen yang dibalas bocah itu dengan anggukan setuju."Kenapa Mama boleh main hujan? Aku kan juga mau tapi selalu dilarang," tanya Ayres protes.Arsen terkekeh geli begi
"Saya anter sampai sini aja. Udah sana masuk!" usir Arsen begitu mobilnya sudah terparkir di parkiran butik melati.Aileen menoleh aneh. Tumben sekali Arsen tidak mengantarnya sampai dalam. Apa pria sipit ini sedang sibuk?"Kamu lagi sibuk, ya? Seharusnya kan aku dianter sama supir aja," ucap Aileen merasa bersalah.Arsen menoleh bingung. "Kapan aku bilang aku sibuk?" tanya pria itu heran."Buktinya kamu mau langsung pergi. Biasanya nganter aku dulu sampai dalem," jawab Aileen polos.Arsen terkekeh geli sambil menjawil sebelah pipi Aileen gemas. "Enggak sibuk kok. Cuma lagi belajar percaya aja. Jangan curigaan terus sama istri sendiri. Dikira begini begitulah. Bosen saya marahan cuma karena hal kekanakan kayak gitu," jelas Arsen yang dibalas Aileen dengan 'ooo' yang panjang."Kamu enggak mau turun nih? Biar saya culik terus jadiin pajangan di ruangan saya," tanya Arsen yang dibalas Aileen dengan delikan."Nanti kalau aku jadi pajangan, bukan cuma kamu doang yang liat dong?" jawab Aile
Aileen cemberut. Begitu sampai rumah, Arsen malah tidak ingin berbicara dengannya. Pria itu benar-benar marah hanya karena Aileen lupa meminta izin untuk pergi dengan Tama."Mas, mau kopi?" Aileen bertanya sambil merangkul pundak sang suami dari belakang.Pria sipit itu mendengkus kemudian menepis lengan Aileen yang melingkar di lehernya. "Saya lagi sibuk! Jangan ganggu," tegur Arsen ketus yang tentu saja tidak membuat Aileen menyerah untuk membujuknya."Aku lapar, belum masak. Pesenin sesuatu di go food dong!" Di saat Arsen tengah marah begitu, Aileen malah sempat-sempatnya meminta dibelikan makanan.Tentu saja Arsen mengabaikan sambil terus melanjutkan pekerjaannya di laptop. "Kamu marah banget, ya?" tanya Aileen begitu tidak mendapat respon apapun dari sang suami."Yaudah deh, terserah kamu aja! Aku juga enggak ngapa-ngapain kok sama Tama. Kalau kamu enggak percaya ya terserah. Intinya aku udah jujur." Kali ini, Aileen malah ikut-ikutan sensi.Tapi, meski sudah mengomel sepanjang
"Wah ... Aileen udah masuk lagi ya, sekarang? Kemarin kemana aja? Kok enggak dateng?" tanya Tama menyapa begitu perempuan pendek itu sampai di tempat kursus.Aileen yang baru saja akan menjawab, langsung diam begitu melihat pelototan Arsen di sampingnya. Jadi demi menghindari Arsen mengomel season dua, perempuan itu hanya diam saja. Membiarkan sang suami menjawabnya."Dia lagi sibuk. Dia kan bukan remaja kemarin sore. Yang kerjaannya kalau enggak belajar atau ekskul, ya main hp." Arsen menjawab dengan nada sedikit sewot.Aileen mendelik protes sekaligus tidak terima. "Aku dulu enggak main hp kok! Dulu aku enggak punya hp soalnya," sanggah perempuan pendek itu tidak tahu suasana yang dibalas Tama dengan kekehan geli."Kabarin saya lagi kalau saya peduli," balas Arsen yang semakin membuat Aileen menghentakkan kaki sebal."Yaudah, saya berangkat dulu. Kamu yang serius belajarnya, jangan malah kebanyakan bercanda sama Tama!" tegur Arsen yang niatnya menyindir pria berkaca mata itu.Tama
Sejak pulang dari tempat kursus jahit, Arsen lebih banyak marah-marah pada Aileen. Aileen yang tidak tahu alasannya apa tentu saja bertanya-tanya.Lebih dari Almarhumah Bundanya, sang suami terus mengomeli setiap hal yang sebenarnya tidak perlu. Padahal biasanya, Arsen paling malas berbicara."Mas mau ngopi?" tawar Aileen berniat meredakan sensitifitas pria sipit itu.Arsen yang tengah mengetik sesuatu entah apa di laptopnya, hanya membalas dengan lirikan tajam. Aileen mendadak tergagap melihat sikap galak suaminya yang terlalu mendadak."Mau kopi nggak? Kalau enggak aku lanjut bantu Bi Rindi di dapur nih," tanya Aileen sekali lagi sedikit takut."Tadi siang kamu bikinin Tama kopi tanpa nanya dulu di sana. Kok sekarang kamu tanya saya? Ya mau lah! Ga liat mata saya ini udah ngantuk berat?" tanya Arsen sewot yang akhirnya membuat Aileen menyimpulkan satu hal.Arsen ingin minum kopi.Beberapa saat kemudian, Aileen segera berlalu ke dapur. Tidak butuh waktu lama untuk membuat perempuan p