"SANA! Pergi sana!" teriak Cesa marah. Candaan Zevin tidak bisa Cesa terima dalam keadaan seperti ini, mata Cesa merah tak kuat menahan bulir air mata yang akan turun. "Sayang, aku bercanda!" panik Zevin saat melihat mata Cesa sudah mulai menegang, "Sumpah!" lanjutnya. Dengan kasar Cesa mengusap satu cairan yang baru saja turun, "Tidak bercanda juga tidak apa! Pergi dan rajut kembali mimpi kalian berdua!" ketus Cesa mengambil ponselnya dan berjalan menuju balkon. "Kenapa bicara begitu, Sayang! Aku hanya bercanda!" kejar Zevin. "Itu bukan hal yang bisa menjadi bahan bercandaan, Dad! Kembalilah dan tenggelam di dada mantan istrimu itu!" sindirnya lagi. Sedih! Walau hanya bercanda, Cesa merasa sangat sedih mendengar jawaban ucapan suaminya itu. Pasalnya, Cesa menang benar-benar kesal dengan Diandra yang terus memprovokasi dirinya.. "Tidak! Aku hanya ingin tenggelam di dadamu!" pekik Zevin menarik tangan cesa hingga berhadapan, tatapan mata intens itu penuh kejuj
Dan benar saja prediksi Cesa. 'Huft, harusnya di kamar aja!' batinnya saat melihat Diandra dengan bikini tanpa cardigan rajut berlenggak-lenggok mendekati dirinya dan Zevin. Zevin tampak menatap sang istri dan dengan cepat memegang tangannya, langsung menarik dan menyambar bibir itu. Berharap Diandra tidak menganggu dinner romantisnya. Cesa hanya bisa terbelalak mendapati suaminya mendominasi ciuman dalam itu sambil melirik Diandra yang berhenti di tempatnya. Membuat seringai Cesa terbit! Cesa kemudian membalas ciuman suaminya tak kalah panas membiarkan ulat bulu yang mendekat itu tak lagi berani. 'Bye masa lalu!' batinnya. Dan benar saja, Diandra menghentakkan kakinya dan berbalik meninggalkan dia sejoli itu. Membuat keduanya melepaskan ciuman mereka, "Rasain!" kesal Cesa. Sontak membuat Zevin tertawa melihat tingkah istrinya kekita sedang cemburu! "Aku hanya untukmu, Sayang! Mommy seorang dan satu-satunya!" gumam Zevin memeluk pinggul istrinya. Cesa mengangguk sambil ter
'Apa benar? Mereka cuma benar-benar mencintai uang dan kekayaan dan bukan aku?' batin Cesa menyeringai, 'Sejak dulu tidak pernah aku, memang!' Cesa menghembuskan nafasnya dengan berat. Sedang Zevin membiarkan istrinya menyiapkan diri, tak mudah menerima pengkhianatan dari orang yang sangat dipercaya. Mungkin sampai detik ini, Cesa masih tidak mempercayai kenyataan itu, pikir Zevin. "Uang memang bisa merubah apapun!" gumam Cesa. Zevin hanya mengangguk, "Kamu benar, Mom!" Hingga tidak lama mobil yang Zevin kendarai masuk ke perusahaan Cesa, dan berhenti di lobi. Membiarkan satpam memarkirkan mobil itu menuju basement, Zevin dan Cesa kemudian masuk ke dalam perusahaan. Menuju lantai paling atas yang merupakan lantai khusus kawasan Cesa dan keluarga kecilnya, juga beberapa orang kepercayaan juga direksi. "Ketemu di ruangan ku, Dad?" tanya Cesa. Zevin hanya mengangguk tanpa berucap, berjalan berdampingan saling menggenggan tangan. Cklek! "Sa!" pekik Danu berdiri dan langsung me
"T—tidak! Jangan sentuh aku!" Cesa mencoba mendorong pria di atasnya—dengan sisa tenaganya yang tak seberapa. Namun entah mengapa, tubuhnya sulit digerakkan setelah meminum mocktail yang dicekokan oleh adik sepupunya saat reuni SMA mereka tadi. Di mana juga adiknya itu? Bukankah katanya dia hanya akan meninggalkan Cesa sebentar di ruangan ini? Sayangnya, rintihan Cesa tadi tak dihiraukan. Bibirnya justru dibungkam dengan cepat oleh bibir pria yang wajahnya tak bisa dilihatnya itu. Aroma mint dan musk seketika memenuhi indra penciuman Cesa. Di dalam ruang yang cahayanya terbatas itu, tubuh Cesa sudah dikungkung oleh pria tak dikenalnya itu. Gerakannya pun begitu menuntut untuk melakukan hal yang lebih jauh di atas tubuh Cesa. “Arrgggh!” Gadis 21 tahun itu seketika merasakan panas, perih dan sesak memenuhi bagian intinya. Air mata Cesa meleleh. Digigitnya pergelangan pria itu mencari pelampiasan rasa mengerikan itu. Harta yang dijaganya selama ini untuk sang suami,
Cesa seketika mematung kala melihat raut wajah sepupu Cesa yang begitu menyeramkan.Wanita itu bahkan hendak menampar wajah Cesa jika saja Dokter paruh baya yang menangani Danu tidak keluar! "Mohon maaf, keluarga pasien. Saya ingin memberitahukan bahwa Bapak Danu baru saja melewati masa kritisnya," ucap pria itu memecah keheningan.“Dokter! Apakah Papa saya bisa dijenguk, Dok?” tanya Eve cepat.Dokter itu mengangguk. “Hanya saja, saya harap keluarga Bapak Danu bisa tenang dan tidak membuatnya banyak pikiran.”Setelah dokter itu menyelesaikan penjelasannya, dokter itu pamit dan ketiga wanita itu bergegas masuk.Mereka menemukan Danu sudah membuka mata meski masih terlihat sedikit lemah."Pa!" ucap mereka bersamaan."Papah gak apa-apa! Duduklah!" jawab pria itu mencoba menenangkan."Ini semua karena kamu, Sa! Suami saya sangat mempertahankan kamu!" ketus Mama Berli tiba-tiba.Melihat itu, Danu menghela napas. “Sudahlah, Ma.”“Tapi, Mama benar! Padahal, perusahaan kolaps, tapi kenapa Ka
Mendengar petanyaan Cesa, Vivian malah kembali tersenyum. "Kau selalu mengingatkanku pada Ibumu!”“Panggil aku Mama, Sa! Kau menantuku sekarang!"Nada suara Vivian sudah kembali otoriter dan menuntut, membuat Cesa hanya bisa mengangguk.Vivian memang sahabat mendiang ibunya, dan selama ini Cesa berhubungan baik dengan wanita itu.Setelahnya tak ada percakapan lagi. Tak terasa, mereka pun tiba di Mansion Atmaja.Mereka semua turun dan masuk kedalam disambut oleh para maid, "Ini istri baru Tuan Zevin, kalian mengerti?" kata Vivian pada para maid.Semua menunduk. "Mengerti Nyonya Besar. Selamat datang Nyonya kecil!" ucap para maid serempak.Vivian mengangguk puas. Hanya saja, dia tiba-tiba mengerutkan kening dan bertanya pada kepala maid, "Oh, iya. Di mana Nyonya Muda Diandra?"Belum sempat salah satu dari mereka menjawab, Zevin tiba-tiba berkata, "Istriku sedang ke Paris."Nadanya begitu dingin sebelum berlalu melewati Vivian dan Cesa begitu saja, lalu menuju kamar.Cesa sedikit tersenta
Cesa seketika menatap nanar Zevin, "Kalau begitu, ceraikan aku.”Rasa hormat atau takut menguap dari dalam diri Cesa akibat tajamnya lisan Zevin. Sungguh, dia lebih baik hidup di jalanan dibanding menghadapi pria itu.Zevin seketika melepas kedua tangan Cesa.Karena tak siap, gadis itu limbung dan terlentang di kasur."Jika bisa, aku tak akan pernah menikahimu!" ucapnya dingin lalu keluar tanpa menoleh sedikitpun–meninggalkan Cesa yang kini kembali menyusut air matanya."Tidak apa, Cesa! Kamu hanya harus kuat untuk papa!" gumamnya–menguatkan diri.Cukup lama dia menata pikirannya setelah drama-drama yang dialaminya hari ini.Tak sadar, dia pun tertidur.Hanya saja, beberapa jam kemudian, Cesa merasakan pundaknya disentuh seseorang."Nak, Bangun!"Vivian tampak menggoyang tubuh Cesa sembari menahan senyum.Melihat kebaya Cesa robek dan banyak bekas merah di dadanya, Vivian meyakini itu ulah putranya."Tante?” Cesa mengerjapkan mata, terkejut."Mama, Cesa. Bukan Tante!" tegas Vivian, "Se
Masih tertegun dengan keadaan tiba-tiba itu, Cesa melihat Diandra masuk dengan mata merahnya."Cesa! Kau?!" kagetnya."Tante Di, Cesa—"Ucapan Cesa terputus karena bingung harus berkata apa.Terlebih, Diandra tiba-tiba histeris dan meneteskan air mata. "Teganya kamu, Sa! Aku berfikir kamu gadis baik-baik, kenapa kamu justru merebut suamiku?"Zevin yang sudah tertidur, bahkan terbangun.Pria itu langsung berdiri dan menghampiri Diandra yang ada di depan Cesa."Maafkan aku! Aku tak bisa menolak perintah Mama!"Namun, Diandra menangis semakin kencang sambil memukuli dada suaminya, "Teganya kamu menyakiti aku, Mas!""Cesa hanya akan di sini sampai dia melahirkan anak untukmu, Di!" kata Zevin datar pada Diandra walau hanya berdiri tanpa merengkuh istrinya."Tetap saja aku sakit, apa tidak bisa adopsi saja, Mas? Aku tidak rela melihatmu dengan perempuan lain!" manja Diandra."Tidak!" lembut Zevin menenangkan Diandra.Perlakuan Zevin pada Diandra sungguh berbeda dibandingkan pada Cesa!Gadis