"Tidak mudah, Tuan! Eve bekerja sama dengan Demon!" ucapnya.
Deg!"Apa?" pekik Cesa terkejut.Tidak!Bukan hanya Cesa, tapi juga Zevin!Zevin tidak pernah memperkirakan jika Demon akan secepat ini bangkit apalagi setelah semua miliknya, orang-orang organisasinya hancur."Bagaimana bisa mereka bekerja sama?" tanya Zevin dengan dada yang mulai bergemuruh."Saya juga belum tau, Tuan! Pastinya selama ini, Demon sudah mengintai dan memanfaatkan momen ini!" jawab Arga.Deg!"Anak-anak!" pekik Zevin, "Ga, perketat penjagaan anak-anak! Apapun yang terjadi, jangan biarkan anak-anak jadi korban, Demon!" ucapnya."Iya, Tuan! Sudah saya tambah dan perketat pengawalan anak-anak, Tuan!""Dad!" lirih Cesa."Waktunya sudah tiba, Mom! Dia pasti datang untuk mengambilmu, sekaligus menuntut balas karena, Daddy, menghancurkan organisasi mereka!" ucap Zevin."Lalu, Bagaimana ini"Supir truk yang menabrak kita, sudah di temukan!" Deg! "Dengan, Eve?" tanya Cesa. Ekspresi Cesa yang sedikit tegang, membuat Zevin mendekat dan memeluk sang istri dengan erat. Tidak! Zevin tidak ingin istrinya banyak pikiran, "Sayang, tenang!" lirihnya. "Apa, Eve berulah lagi, Dad? Please, jangan tutupi apapun dari, Mommy!" pinta Cesa. Zevin kemudian mengurai pelukannya dan menangkup wajah sang istri sambil mengangguk. "Tapi janji, kalau Mommy, tidak boleh banyak pikiran ya!" ucapnya. Cesa mengangguk, "Dad, kali ini, kita harus berjuang bersama untuk rumah tangga ini!" jawabnya. Sejujurnya, Cesa tak ingin suaminya berjuang sendirian, dan mengorbankan dirinya. Bagaimana, Cesa bisa hidup nantinya jika kehilangan, Zevin? Membayangkannya saja sudah sakit! "Mom yakin, kita bisa lewa
Deg! "Putar Balik!" pekik Zevin, "Kembali ke sekolah anak-anak!" Ciiitttt! Suara ban yang beradu dengan aspal beserta rem membuat para pengendara lain ikut mengumpat. Ditambah manuver Arga yang sangat tiba-tiba, membuat beberapa mobil lain ikut menginjak rem. Menghindari terjadinya kecelakaan beruntun. Segala cacian keluar dari mereka yang baru saja berhasil menghindari mobil Zevin. "Kecepatan penuh, Ga!" titah Zevin. Tidak! Tidak akan pernah Zevin biarkan, Demon menyentuh kembar seujung kuku pun! Jangan harap! Jika ada yang tergores sedikitpun dari mereka, Jangan pernah berharap maaf darinya. Bukan polisi lagi yang akan bertindak! Tapi dirinya, bahkan Zevin bersedia membunuh Demon dem
"Kalau di Dusseldorf?" tanya Zevin pada Dares. "Demon yang mengajari!" Deg! "Demon?" lirih Zevin. Selain terkejut Demon mengajari anaknya yang masih tergolong kecil untuk senjata yang berbahaya itu. Zevin juga terkejut jika Dares tidak lagi memanggil Demon dengan 'Ayah Zetian' lagi. "Apa, Mommy tau jika Dares dan Ayah Zetian, belajar menggunakan senjata api itu?" tanya Zevin mencoba memancing Dares. Dares menggeleng, "Tidak, Dad! paman Demon selalu bilang untuk tidak memberitahu, Mommy!" "Paman?" tanya Zevin. "Yah, dia bukan lagi Ayahku! Dia jahat! Dia menculik Vista!" jawab Dares marah. Terlihat jelas wajah penuh kekecewaan Dares. Zevin kemudian sejenak merengkuh sang putra untuk masuk ke dalam pelukannya. Zevin tau jika putrnya sedang kecewa. Tidak bisa Zevin rubah, jika putranya memilik
"T—tidak! Jangan sentuh aku!" Cesa mencoba mendorong pria di atasnya—dengan sisa tenaganya yang tak seberapa. Namun entah mengapa, tubuhnya sulit digerakkan setelah meminum mocktail yang dicekokan oleh adik sepupunya saat reuni SMA mereka tadi. Di mana juga adiknya itu? Bukankah katanya dia hanya akan meninggalkan Cesa sebentar di ruangan ini? Sayangnya, rintihan Cesa tadi tak dihiraukan. Bibirnya justru dibungkam dengan cepat oleh bibir pria yang wajahnya tak bisa dilihatnya itu. Aroma mint dan musk seketika memenuhi indra penciuman Cesa. Di dalam ruang yang cahayanya terbatas itu, tubuh Cesa sudah dikungkung oleh pria tak dikenalnya itu. Gerakannya pun begitu menuntut untuk melakukan hal yang lebih jauh di atas tubuh Cesa. “Arrgggh!” Gadis 21 tahun itu seketika merasakan panas, perih dan sesak memenuhi bagian intinya. Air mata Cesa meleleh. Digigitnya pergelangan pria itu mencari pelampiasan rasa mengerikan itu. Harta yang dijaganya selama ini untuk sang suami,
Cesa seketika mematung kala melihat raut wajah sepupu Cesa yang begitu menyeramkan.Wanita itu bahkan hendak menampar wajah Cesa jika saja Dokter paruh baya yang menangani Danu tidak keluar! "Mohon maaf, keluarga pasien. Saya ingin memberitahukan bahwa Bapak Danu baru saja melewati masa kritisnya," ucap pria itu memecah keheningan.“Dokter! Apakah Papa saya bisa dijenguk, Dok?” tanya Eve cepat.Dokter itu mengangguk. “Hanya saja, saya harap keluarga Bapak Danu bisa tenang dan tidak membuatnya banyak pikiran.”Setelah dokter itu menyelesaikan penjelasannya, dokter itu pamit dan ketiga wanita itu bergegas masuk.Mereka menemukan Danu sudah membuka mata meski masih terlihat sedikit lemah."Pa!" ucap mereka bersamaan."Papah gak apa-apa! Duduklah!" jawab pria itu mencoba menenangkan."Ini semua karena kamu, Sa! Suami saya sangat mempertahankan kamu!" ketus Mama Berli tiba-tiba.Melihat itu, Danu menghela napas. “Sudahlah, Ma.”“Tapi, Mama benar! Padahal, perusahaan kolaps, tapi kenapa Ka
Mendengar petanyaan Cesa, Vivian malah kembali tersenyum. "Kau selalu mengingatkanku pada Ibumu!”“Panggil aku Mama, Sa! Kau menantuku sekarang!"Nada suara Vivian sudah kembali otoriter dan menuntut, membuat Cesa hanya bisa mengangguk.Vivian memang sahabat mendiang ibunya, dan selama ini Cesa berhubungan baik dengan wanita itu.Setelahnya tak ada percakapan lagi. Tak terasa, mereka pun tiba di Mansion Atmaja.Mereka semua turun dan masuk kedalam disambut oleh para maid, "Ini istri baru Tuan Zevin, kalian mengerti?" kata Vivian pada para maid.Semua menunduk. "Mengerti Nyonya Besar. Selamat datang Nyonya kecil!" ucap para maid serempak.Vivian mengangguk puas. Hanya saja, dia tiba-tiba mengerutkan kening dan bertanya pada kepala maid, "Oh, iya. Di mana Nyonya Muda Diandra?"Belum sempat salah satu dari mereka menjawab, Zevin tiba-tiba berkata, "Istriku sedang ke Paris."Nadanya begitu dingin sebelum berlalu melewati Vivian dan Cesa begitu saja, lalu menuju kamar.Cesa sedikit tersenta
Cesa seketika menatap nanar Zevin, "Kalau begitu, ceraikan aku.”Rasa hormat atau takut menguap dari dalam diri Cesa akibat tajamnya lisan Zevin. Sungguh, dia lebih baik hidup di jalanan dibanding menghadapi pria itu.Zevin seketika melepas kedua tangan Cesa.Karena tak siap, gadis itu limbung dan terlentang di kasur."Jika bisa, aku tak akan pernah menikahimu!" ucapnya dingin lalu keluar tanpa menoleh sedikitpun–meninggalkan Cesa yang kini kembali menyusut air matanya."Tidak apa, Cesa! Kamu hanya harus kuat untuk papa!" gumamnya–menguatkan diri.Cukup lama dia menata pikirannya setelah drama-drama yang dialaminya hari ini.Tak sadar, dia pun tertidur.Hanya saja, beberapa jam kemudian, Cesa merasakan pundaknya disentuh seseorang."Nak, Bangun!"Vivian tampak menggoyang tubuh Cesa sembari menahan senyum.Melihat kebaya Cesa robek dan banyak bekas merah di dadanya, Vivian meyakini itu ulah putranya."Tante?” Cesa mengerjapkan mata, terkejut."Mama, Cesa. Bukan Tante!" tegas Vivian, "Se
Masih tertegun dengan keadaan tiba-tiba itu, Cesa melihat Diandra masuk dengan mata merahnya."Cesa! Kau?!" kagetnya."Tante Di, Cesa—"Ucapan Cesa terputus karena bingung harus berkata apa.Terlebih, Diandra tiba-tiba histeris dan meneteskan air mata. "Teganya kamu, Sa! Aku berfikir kamu gadis baik-baik, kenapa kamu justru merebut suamiku?"Zevin yang sudah tertidur, bahkan terbangun.Pria itu langsung berdiri dan menghampiri Diandra yang ada di depan Cesa."Maafkan aku! Aku tak bisa menolak perintah Mama!"Namun, Diandra menangis semakin kencang sambil memukuli dada suaminya, "Teganya kamu menyakiti aku, Mas!""Cesa hanya akan di sini sampai dia melahirkan anak untukmu, Di!" kata Zevin datar pada Diandra walau hanya berdiri tanpa merengkuh istrinya."Tetap saja aku sakit, apa tidak bisa adopsi saja, Mas? Aku tidak rela melihatmu dengan perempuan lain!" manja Diandra."Tidak!" lembut Zevin menenangkan Diandra.Perlakuan Zevin pada Diandra sungguh berbeda dibandingkan pada Cesa!Gadis