Berbeda keadaan dengan di ruangan Cesa, Zevin tampak mendekat dan memeluk istri kecilnya dengan erat. "Mom gak apa-apa?" lirihnya. Cesa menggeleng, "Tidak, Dad! Mereka memang melakukan itu, Mommy tidak keterlaluan kan?" Zevin tersenyum, "Tidak, justru kamu terlalu baik!" Cesa tersenyum mendengar itu, "Ya sudah, sana Daddy ke perusahaan! Kasihan Arga!" "Daddy berangkat ya, Mom, nanti anak-anak biar Dad yang jemput!" "Iya Dad, Hati-hati!" Zevin pun pergi menuju perusahaannya, menjalankan rutinitas kembali seperti biasanya. Namun sekarang lebih bersemangat karena ada yang harus dia jemput, kedua putra dan putri kebanggaannya. Juga ada yang menunggu makan siang bersama, walau beda kesibukan dan beda perusahaan. Zevin menikmati masa indah ini! Terlebih semua orang kini sudah tau siapa istrinya dan anak-anaknya, dia
Cesa terkejut saat mendapati sebuah vila megah dengan pemandangan gunung megah di belakangnya. Juga sebuah dinner romantis di samping rumah yang terlihat indah dengan banyak lampu. "Dad, Kamu menyiapkan ini semua?" gumam Cesa. Zevin mengangguk, "Untuk kalian semua!" jawab Zevin singkat kemudian membuka jog belakang dan menggendong kedua anaknya untuk keluar dari dalam mobil. "Biar Vista aku yang gendong, Dad!" pinta Cesa. "Tidak udah, Mom!" Kemudian Cesa mengamit sisa lengan suaminya dan berjalan menuju halaman samping vila itu. "Vila Atmaja ini, Dad?" tanyanya. "Iya, Sayang!" jawabnya kemudian datang dua orang wanita beda usia, "Malam, Tuan, Nyonya, selamat menikmati hidangannya!" "Terima kasih, Bi!" Kemudian mereka duduk di meja penuh lampu itu dengan berbagai hidangan datang kemudian. Dan Cesa berinisiatif untuk membangunkan kedua anaknya itu, "Vista, Dares, bangun yuk!" "Nak!" ucap Cesa sambil menggoyangkan tubuh putrinya, "Bangun sebentar!" "Eughhh! Sudah sampai, Mom
Setelah itu mereka bergegas mendekati Cesa untuk mulai memasak dan makan perbekalan mereka bersama-sama. Ada beberapa makanan yang sudah di bawa matang, namun ada yang harus di masak, sengaja agar lebih menyenangkan untuk mereka. "Dad, buka mulutnya, Sayang!" kata Vista sambil menyodorkan sepotong ikan gurame goreng untuk Daddy nya. Zevin tersenyum dan mendekat menerima suapan cinta dari putrinya, "Makasih, Sayangku!" "Iya, Daddyku sayang!" Lembut! Manis! 'Anak ini beneran Jelmaan mommynya, tapi sayang mommynya masih malu-malu!' batin Zevin. Zevin begitu bahagia bersama keluarganya itu! "Mommy, buka mulutnya biar Dares suapin Mommy ku tersayang!" ucap Dares menyindir Vista yang selalu condong pada Daddy nya. Cesa kemudian membuka mulutnya dan menerima suapan Dares, "Terima kasih, Sayang!".. Setelah itu Dares mengarahkan satu suapan nya lagi ke arah Zevin tanpa berkata-kata, dan Zevin menerima itu sambil tersenyum, "Makasih, Sayangku!" Jawaban Zevin persis seperti jawabnny
Keesokan harinya, mereka semua kembali ke rumah dan beraktivitas dengan biasanya. Kehidupan kembali berjalan normal! Tidak ada laporan kedatangan dari Dusseldorf juga membuat Zevin mulai tenang kembali. Namun, itu semua tidak bisa membuat Zevin melonggarkan mode siaganya. Hari-hari berjalan dengan indah, bulan berganti dan mereka menghabiskan waktu berempat dengan indah, sembari melukis kenangan-kenangan bersama si kembar. Ke pantai seperti yang mereka janjikan! Zevin juga menemani putranya naik gunung! Setiap minggu mereka habiskan selalu ke luar kota, mengeksplor tempat-tempat baru yang membuat kembar bahagia. "Dad, nanti kembar kamu yang jemput ya, aku ada meeting di luar!" ucapnya sembari mengoles bedak di wajahnya. Zevin yang tengah menyetir menoleh, "Di mana janjiannya, Mom?" "Di resto hotel Royal king, Dad!" jawab Cesa
Tamparan itu mendarat tepat di pipi sebelah kiri Cesa berbentuk lima jari tangan Berli. Panas! Perih! Namun tidak lebih sakit dari hatinya saat ini, Cesa benar-benar tak menyangka jika keluarganya bisa melakukan ini. Melihat ekspresi datar Cesa, membuat Eve geram dan kembali mengambil pecutan itu, dan mencambukkan itu pada Cesa. Ctas! "Kau tidak boleh lebih bahagia dari pada aku!" pekik Eve. Cesa hanya diam, bahkan merintih pun, dia tak ingin lagi, karena hal itu hanya akan membuatnya terlihat membutuhkan dan bergantung pada mereka. Bahkan untuk memohon, Cesa tak lagi melakukannya. Dia hanya diam menahan semua sakit yang badannya terima. Ctas! Krak! Bahkan pecutan itu sesekali terdengar seperti benda retak saat Eve terlalu keras mengayunkan pada Cesa. Cesa yang tidak memohon atau
Zevin kemudian menghajar habis orang itu dengan sepenuh tenaganya, amarahnya, dan semua kekhawatirannya. Kemarahannya membuncah, hingga kemudian Zevin mematahkan leher laki-laki ketua gengster itu. KRAK! "BAJINGAN!" peliknya terus tidak diam dan melampiaskan amarahnya pada laki-laki itu. Sesekali Zevin terkena pukulan akibat perlawanan, namun tetap Zevin menang telak, "Beraninya kau berniat menyentuh istriku!" Brug! Sedangkan anak buahnya menyerang yang lain, Zevin benar-benar ingin menghajarnya kepala gengster itu. "Argggghh!" erangan kepala gengster itu benar-benar memekakkan telinga semua orang di ruangan itu. Dua anak buahnya yang sudah di bekuk oleh anak buah Zevin hanya bisa meringis melihat pemandangan itu. Zevin mematahkan leher nya untuk yang kedua kali, setelah itu berdiri, "Maju, mana nyalimu, Bajingan!" Zevin tidak perduli, dia hanya ingin menghajar habis-habisan orang itu setelah melihat kondisi Cesa yang sudah berdarah-darah. Bahkan terlihat seperti habis maka
"T—tidak! Jangan sentuh aku!" Cesa mencoba mendorong pria di atasnya—dengan sisa tenaganya yang tak seberapa. Namun entah mengapa, tubuhnya sulit digerakkan setelah meminum mocktail yang dicekokan oleh adik sepupunya saat reuni SMA mereka tadi. Di mana juga adiknya itu? Bukankah katanya dia hanya akan meninggalkan Cesa sebentar di ruangan ini? Sayangnya, rintihan Cesa tadi tak dihiraukan. Bibirnya justru dibungkam dengan cepat oleh bibir pria yang wajahnya tak bisa dilihatnya itu. Aroma mint dan musk seketika memenuhi indra penciuman Cesa. Di dalam ruang yang cahayanya terbatas itu, tubuh Cesa sudah dikungkung oleh pria tak dikenalnya itu. Gerakannya pun begitu menuntut untuk melakukan hal yang lebih jauh di atas tubuh Cesa. “Arrgggh!” Gadis 21 tahun itu seketika merasakan panas, perih dan sesak memenuhi bagian intinya. Air mata Cesa meleleh. Digigitnya pergelangan pria itu mencari pelampiasan rasa mengerikan itu. Harta yang dijaganya selama ini untuk sang suami,
Cesa seketika mematung kala melihat raut wajah sepupu Cesa yang begitu menyeramkan.Wanita itu bahkan hendak menampar wajah Cesa jika saja Dokter paruh baya yang menangani Danu tidak keluar! "Mohon maaf, keluarga pasien. Saya ingin memberitahukan bahwa Bapak Danu baru saja melewati masa kritisnya," ucap pria itu memecah keheningan.“Dokter! Apakah Papa saya bisa dijenguk, Dok?” tanya Eve cepat.Dokter itu mengangguk. “Hanya saja, saya harap keluarga Bapak Danu bisa tenang dan tidak membuatnya banyak pikiran.”Setelah dokter itu menyelesaikan penjelasannya, dokter itu pamit dan ketiga wanita itu bergegas masuk.Mereka menemukan Danu sudah membuka mata meski masih terlihat sedikit lemah."Pa!" ucap mereka bersamaan."Papah gak apa-apa! Duduklah!" jawab pria itu mencoba menenangkan."Ini semua karena kamu, Sa! Suami saya sangat mempertahankan kamu!" ketus Mama Berli tiba-tiba.Melihat itu, Danu menghela napas. “Sudahlah, Ma.”“Tapi, Mama benar! Padahal, perusahaan kolaps, tapi kenapa Ka