Demon tampak mendekat dengan seringai jahat yang bahkan tak pernah Cesa lihat selama lima tahun ini.
"Stop, Mas! Sadarlah!" pekik Cesa. Demon berhenti dan kembali menatap Cesa dengan tajam, "Oh iya ... Bu Cesa sangat mencintai suaminya! Hampir saya lupa!" Cesa sejujurnya ketakutan dengan tatapan Demon yang terus mengincar dan menghunusnya. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi pada Demon? Laki-laki yang begitu baik dengannya lima tahun ini, kenapa menjadi seperti ini? "Mas, jangan seperti ini? Mas marah karena semalam? Bicara sama Cesa, Mas!" ucapnya. Demon menyeringai, "Panggilan Mas darimu membuatku jengah kali ini, Cesa! Aku tak ingin menjadi kakakmu! Aku bukan orang baik yang rela mengorbankan banyak hal hanya untuk menjadi Kakak!" ucapnya penuh penekanan saat mengatakan [Kakak]. "Mas!" ucap Cesa sedikit kaget dengan jawaban Demon.Demon dengan cepat menyambar bibir Cesa. Melumat dan menyesap bibir yang sudah dia inginkan sejak lima tahun lalu. Bibir yang selalu ada dalam bayangannya. Tak perduli Cesa terus berontak, tak membalas ciumannya, dan tak mau membuka bibirnya, Demon tetap menyesap kuat bibir mungil itu. Air mata Cesa sudah berada di ujung mata. Penghinaan yang luar biasa dilakukan oleh laki-laki yang sebelumnya sangat dia percaya. Hingga setelah sekian lama, Demon melepaskan pangutannya pada bibir Cesa. Diusap nya bibir mungil yang hampir bengkak itu bersamaan dengan air mata Cesa yang luruh. "Apa tak pernah ada sedikitpun hatimu menuju aku?" tanya Demon. Cesa tetap diam, seolah tak ingin lagi berbicara dengannya. "Apa sebegitu jijiknya kamu denganku?" desis Demon merasa sakit hati karena Cesa tak mau melihatnya. Ada setitik rasa
Siang itu, Demon kemudian membawa Cesa menuju sekolah anak-anak untuk menjemput mereka dan mengajak bermain. Yah, mereka pergi ke taman bermain layaknya keluarga yang lengkap. Anak-anak kembali bahagia dan tak lagi menanyakan Daddy mereka, dan itu justru membuat Cesa takut. Disaat seperti ini, Cesa sangat berharap anak-anaknya akan mencari Daddy mereka dan menangis hingga pulang. Cesa tidak merasa aman lagi berada di dekat Demon. "Apa kamu tidak menikmati hari ini, Sayangku?" tanya Demon berbisik di telinga Cesa. Hal itu semakin membuat Cesa ketakutan, ada nada mengamcam dalam pertanyaan yang Demon lontarkan. Cesa kemudian menggeleng sambil menormalkan ekspresinya, "Tidak! Aku menikmati bermain dengan anak-anak seperti biasa!" elaknya. Demon mengangguk, "Syukurlah! Sekedar informasi jarum jam angka tiga, ada dua orang yang selalu mengawasi kedua anak-anak dan di angka sembilan ada yang selalu mengawasimu, Sayangku!" ucap Demon. Cesa menelan salivanya pelan, m
Hampir satu bulan penuh semenjak tragedi Cesa dengan Demon, Zevin belum juga terlihat. Demon juga semakin intens mendekati Cesa dan anak-anak, seperti dulu, seolah tidak memberikan celah agar anak-anak memikirkan Daddy mereka. Ketakutan Cesa semakin terus bertambah, karena harapannya tak kunjung terlihat. Zevin! Satu-satunya harapan Cesa adalah Zevin, Daddy kandung anak-anaknya yang bisa menyelamatkan mereka. Semakin hari, Cesa semakin takut dengan Demon, ditambah lagi gelagat Demon yang semakin membuat Cesa takut. "Apa yang kamu lakukan, Om? Apa kamu baik-baik saja! Apa belum ada perkembangan dengan kesehatanmu? Apa belum ada pengajuan perceraian datang padamu?" pikiran Cesa dipenuhi dengar pertanyaan-pertanyaan itu. Cesa sangat frustasi! Beberapa hari Cesa tak bisa tidur. Hingga badannya telihat sangat lesu, seperti saat ini sedang dud
Demon melakukan mobilnya dengan menggila menuju ke gudang terdekat yang jaraknya juga tidak dekat. Kabar jika gudangnya disergap polisi di beberapa cabang gudang yang tersebar secara bersamaan membuatnya bingung. Apa yang terjadi? Apa aku kecolongan? Siapa musuh yang sudah berani melakukan ini? batin Demon berkecamuk. Dia terus melajukan mobilnya sambil melihat keadaan gudangnya. Bersamaan dengan itu, ada panggilan masuk di ponsel Demon, dan dengan cepat dia mengangkatnya. "Hmm, Ada apa?" tanyanya pada sang asisten. "Tuan, lihat berita yang terkini memenuhi seluruh penyiaran televisi!" ucap asistennya. Demon dengan cepat mengakhiri panggilan dan melihat link yang dikirim oleh asistennya itu. Klik! [Selamat sore pemirsa, telah berhasil disita jutaan ton narkotika jenis langka di kawasan Flinger, Dusseldorf]
"Zevin!" ucapnya lirih, "Bajingan Lumpuh itu, Keparat! Selidiki dia!" titah Demon geram. Jika benar Zevin! Berarti Cesa... Deg! Demon segera menghubungi Cesa dengan ponselnya, namun beberapa kali tak ada jawaban dari wanita itu. Sial! Cesa dalam kendalinya Zevin! Demon semakin kalut dengan teka-teki ini, ditambah kini ruang geraknya yang terbatas. Semua orang sudah tau wajah tersangka, hingga Demon kemudian berhenti di tengah hujan yang terdapat jurang dalam itu. Tak mungkin dia bisa bertindak apapun sekarang, bahkan jika tau siapa pelakunya! kalah telak dari personil dan kuasa! Namun Demon juga tak akan membiarkan orang yang menghancurkan hidupnya hidup dengan tenang. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupnya yaitu menginjak pedal gas dengan kencang menuju jurang di depannya. D
Saat ditengah mereka saling melepas rindu, tiba-tiba Vista bertanya pada neneknya. "Kenapa Nenek tak pernah menjenguk kita? Padahal Daddy punya pesawat sendiri, jadi tidak seperti Mommy yang tidak berkunjung ke Indonesia karena tak punya uang!" ucapnya. Dares pun hanya diam menunggu jawaban neneknya, karena dia juga begitu ingin tau jawaban dari neneknya. Vivian tersenyum, "Bagaimana kalau tunggu mommy yang jelaskan? Jadi semua bisa dengar termasuk kalian!" "Nenek tidak sayang dengan kami?" tanya Dares. Sontak Vivian menatap Dares, laki-laki kecil yang mengingatkan dirinya pada Zevin kecil kala itu. Tiba-tiba bayangan Vivian kembali ke masa saat suaminya masih ada dan bersama- sama merawat Zevin kecil. Mata Vivian seketika mengembun! "Sangat!" ucap Vivian sambil meneteskan air matanya, "Nenek sangat menyayangi kalian, bahkan melebihi Daddy kalian!" lanjutnya. Melihat nenek mereka menangis, Vista dan Dares langsung memeluk tubuh Vivian. Menyalurkan perasaan lewat dekapan hang
"Mas Demos bunuh diri terjun ke jurang?" pekik Cesa terkejut. Cesa benar-benar tidak pernah membayangkan jika orang yang selalu bersamanya adalah monster. Yah, bukan lagi psikopat yang terobsesi dengannya, namun monster yang menakutkan untuk banyak orang. Cesa benar-benar sesak seperti baru saja keluar dari kawasan berbahaya, bagaimana tidak? Demos adalah sindikat perdagangan orang, yaitu wanita dan anak-anak, juga mafia narkotika. Beruntung Cesa dan anak-anaknya tidak menjadi korban. "Bisa tidak jangan panggil Mas! Dia tidak cocok untuk kamu panggil [Mas], Sa! Aku benci dengan panggilan itu!" keluh Zevin kesal. Pasalnya istrinya itu terus memanggil Demon dengan panggilan yang sangat intim. Cesa kemudian menatap Zevin dengan jantung naik turun sambil mengangguk, "Bagaimana aku bisa bersama orang seperti itu selama ini, Om!" lirihnya Zevin tampak melunak lagi sambil mengangguk, mencoba mengerti perasaan terkejut Cesa. Dan setelah itu Zevin mencoba menjelaskan semua yang terja
"Apa yang kamu katakan, Nak? Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu!" pekik Cesa.Cesa terkejut dengan ucapan Dares, bagaimana bisa putranya itu menyimpulkan hal yang tidak benar. Padahal, Cesa tak pernah menjelaskan atau berkata yang tidak-tidak tentang Daddy mereka. Begitu juga Zevin yang menatap putranya dengan pandangan nanar. Perasaannya selalu tak karuan saat menatap Dares yang selalu ketus padanya. Sedih! Hatinya sakit untuk penolakan putranya itu. Zevin sangat ingin mendekap putranya itu, namun terhalang oleh kesalahan masa lalu. Cesa kembali menatap tajam ke arah Dares karena tak mendapat jawaban dari anaknya, "Kenapa Dares bisa berfikir seperti itu? Mommy tidak marah, Ayo bicara!" Tapi Dares tau arti tatapan Mommy nya, dia memilih menunduk. Takut! Takut jika dia salah bicara dan menyakiti Mommy nya! Tapi disisi lain, dia ingin melindungi Mommynya dari orang jahat, termasuk jika yang jahat itu Daddynya sendiri. "Jawab, Nak!" kejar Cesa. Zevin kemudian memega