Bantu Vote, like, komen dan berikan hadiah
Malam itu, saat Topan meminta haknya sebagai suami, Mentari menolak dengan banyak alasan. Mentari yang sudah bertekat akan menghancurkan keluarga suaminya, mencari cara agar lolos untuk melakukan kewajibannya sebagai istri. ‘Aku tidak akan sudi tidur dengan lelaki yang sudah menghancurkan hidup keluargaku’ Mentari membatin, ia bahkan beralasan datang bulan untuk menghindari tanggung jawabnya sebagai istri. “Aku tidak bisa,” ucap Mentari. “Kenapa tidak bisa?” “Masalahnya aku datang tamu bulanan.” Mentari beralasan. “Kamu mencari alasan?” “Tidak, aku tidak bohong,” ucapnya mencoba menyakinkan Topan. “Baiklah, aku akan menunggumu, sekarang tidurlah,” ujar Topan. ‘Baik Mentari, malam ini kamu bisa lolos tapi ingatlah, kamu tidak akan bisa mempermainkan hidupku dan menghancurkan keluargaku. Umurmu masih terlalu mudah untuk melakukan hal- hal berbahaya seperti itu’ ucap Topan dalam hati. Saat hati di selimuti dendam dan sakit hati, tidak ada artinya sebuah ikatan, Mentari
Saat To[an pulang ke rumah lagi-lagi Mentari tidak ada, ia jarang di rumah , alasannya menjenguk orang tuanya. Topan mengusap dada menahan amarang melihat kelakuan istri kecilnya. “Baiklah Topan, kamu yang dewasa di sini, jadi, harus mengalah, sabar, sabar,” ucapnya sembari meninju tangannya ke udara. Perusahaan yang baru ia rintis, hancur sekertika karena ulah Mentar. Bukan hanya dirinya yang di ganggu Mentari, sekolah milik keluarganya kini mendapat gunjangan lagi. Karena desakan banyak pihak, akhirnya pihak sekolah setuju, kasus Samudra diproses kembali, Mentari secara diam-diam sudah menyewa seorang pengacara. Ia membayar pembuat berita untuk mengodok berita lama kembali memuatnya mencuat ke permukaan. Tidak berapa lama, akhirnya tersangka utamanya di temukan, dia adalah adek lelaki dari ibu mertuanya. Sutomo kepala sekolah yang menjabat saat itu. Keluarga Mentari kaget saat nama Sutomo muncul dipersidangan, Mentari sudah mempersiapkan semua bukti dan memberikan pada pe
Topan dan Mentari sebelumnya sudah sepakat untuk merahasiakan pernikahan mereka. Topan ingin Mentari lulus sekolah terlebih dulu baru akan diberi tahu pada teman-temannya. Kalau seperti ini Topan takut akan diledek teman-temannya karena menikahi bocah SMA “Ayah, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melakukanya? Soalnya teman-temanku dan guru belum ada yang tahu,” ujar Mentari. “Iya Ayah saya juga tidak setuju.” Topan juga menolak, “Bukankah nanti pihak sekolah akan mendapat teguran karena menikahkan anak yang masih pelajar?” tanya Mentari. “Usia kamu sudah cukup menikah Mentari, nanti saya katakan kalau kamu masih tetap sekolah.” Mutiara ikut turun tetapi wajahnya terlihat sedih dan matanya sembab . Pasti sudah ditekan suaminya, wanita itu di hadapkan dua pilihan antara membela adeknya atau suaminya. Jika ia ikut mengumumkan pernikahan Mentari dan Topan, itu artinya ia membela suami dan semua kesalahan akan ditanggung adiknya . Setelah mereka sepakat, Topan dan keluar
Demi membersihkan dirinya dari tuduhan terlibat menjebak Samudra Gumala. Angkasa sampai mengumumkan pernikahan putranya denga Mentari. “Saya tidak mungkin melakukan itu pada teman dan sahabat terbaik saya. Kalian lihat anak-anak kami sudah dijodohkan saat kakek mereka masih hidup. Itulah sebabnya saya menikahkan mereka , karena itu wasiat almarhum papa saya,” ujar Angkasa. ‘ini orang sampai jam berapa sih berkoar-koar’ Mentari mulai bosan mendengar bualan ayah mertuanya. Mereka juga harus bersikap mesra layaknya pasangan di depan semua orang, duduk sembari berpengan tangan. . Tetapi saat seorang wartawan menyingung tentang Bintang seorang polisi yang meninggal. Wartawan bertanya; “Apa benar Bapak yang membayar orang untuk menghabisi polisi itu?” “Itu tidak mungkin, tidak ada hal yang seperti itu,” ucap Angkasa dengan sikap yang tenang. Tetapi tangan Mentari yang digengam Topan bergerak lalu mengeras. Topan kaget, ia melirik wajah Mentari. Mendengar abangnya disinggung, tiba-t
Trida scool menyita perhatian masyarakat, karena sederet berita yang mencuat dari sekolah. Mulai korupsi, kasus porsitusi, bahkan jual beli nilai rapot siswa. Topan hanya bisa tertegun atas kehancuran yang disebabkan Mentari, semua rencana itu tersusun rapi, terlihat sudah dipersiapkan sangat matang. Angkasa sampai ingin gila menghadapi tekanan yang datang bertubi-tubi. Tetapi dengan beraninya Mentari masih tinggal bersama mereka. “Siapa kamu sebenarnya Mentari. Kenapa kamu sampai bisa melakukan sejauh ini?” tanya Topan. Ia duduk di ruang kerja dan berkutat di depan laptop mencari tahu tentang pekerjaan Mentari di masa lalu tapi belum menemukan apa-apa. Saat ia menyelidiki tentang Bulan dan Samudra tidak menemukan apapun yang mencurigan. Bulan dan Samudra hanya guru biasa di sekolah. "Ini tidak mungkin dikerjakan Mentari sendirian. Dia hanya anak kecil," cap Topan mengusap kepalanya dengan kasar Topan ngin bicara dengan Mentari lalu mengetuk kamar Mentari, wanita itu tida
Setelah pertengkaran malam itu hubungan Topan dan Mentari tidak bisa terbendung lagi. Mentari tidak pernah bicara dengan Topan . Bagi gadis muda itu Topan dan keluarganya musuh besarnya dan ia akan melakukan apapun untuk menghancurkan mereka. Pagi itu Topan segaja bangun lebih awal, ia duduk di meja makan di sana sudah ada Mentari dan Bunda Topan. “Saya setuju jadi kepala sekolah di sana Bun, saya akan membereskan semuanya. saya juga akan meyingkirkan siapapun yang mencoba mengusik keluarga kita,” ujar Topan matanya menatap Mentari dengan senyuman miring. ‘Silahkan Pak Topan, kita lihat sekuat apa dirimu’ ucap Mentari dalam hati. Ia gadis yang sangat berani. Walau ia tahu hidupnya dalam bahaya tetapi dengan berani tinggal di rumah Topan. “Mentari, kamu berangkat sama Topan ya,” bujuk sang Ibu mertua. “Tidak usah Bun, Mentari sudah janji sama Melie berangkat bareng,’ sahut Mentari. “Oh, baiklah.” Topan yakin bukan Melie yang menjemputnya, saat keluar dari rumah ia sengaja mengi
Mentari bolos sekolah dan berada di apartemen sang kekasih. Ia dan Dilan mengumpulkan bukti-bukti keterlibatan Angkasa dalam kasus ayahnya. "Ini sulit Mentari, pria itu licin seperti belut. Aku yakin dia tidak akan bisa masuk penjara," ujar Dilan ia merapikan kertas-ketas yang berserak. "Tidak masalah yang terpenting nama Kak Bulan dan Ayah t bersih. Aku pulang dulu sudah sore." "Apa malam ini kita tidak bisa bertemu Beb." Dilan mengercap bibir Mentari. "Lihat nanti saja, da." Ia pulang. Topan sudah menunggu Mentari di dalam kamar. “Kamu dari mana sejak pagi?” “Ada urusan," ucap Mentari dengan sikap acuh. “Berani sekali kamu seka-" Mulut Topan terhenti saat Mentari melepaskan pakaianya dan memperlihatkan tato ditubuhnya. “Kenapa? Kamu tidak pernah melihat perempuan bertato dan memiliki luka di sekujur tubuhnya?” Mentari tersenyum menyeringai, seakan meledek Topan. “Kamu memiliki tato di tubuhmu?” “Iya, apa kamu tidak pernah melihat tato?” “Mentari siapa kamu sebenar
Topan memilih diam,sengaja tidak memberitahukanya pada Ayahnya siapa sebenarnya dibalik semua musibah yang terjadi pada keluarga mereka. Setelah menguncang sekolah hari itu. Mentari minta ijin sama ibu mertuanya, dengan alasan menemui orang tuanya di kampung. Setelah beberapa lama ia kembali ke rumah seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bahkan masih bersikap duduk tenang bersama Topan dan ibu mertuanya. “Mentari bagaimana kedaan keluargamu?” tanya Mutiara saat mereka sedang makan malam. “Mereka baik-baik saja Bun, Ibu lebih sehat di kampung mungkin karena udaranya segar,” ujar Mentari ia tidak mau melihat ke arah Topan. Tetapi Topan menatapnya dengan senyum kecil, ia tahu Mentari bersikap pura-pura baik di depan kelurganya . Saat selesai makan, Mentari sudah mulai bersikap was-was, sebenarnya ia sudah ingin keluar dari rumah, tetapi ia masih punya pekerjaan lain di rumah Topan. Mentari masuk kamar, ia tahu selama pergi, pasti ada yang memasang camera di kamarnya, padah
Mentari sangat bahagia saat sahabatnya datang berkunjung ke rumah mereka. Topan yang membawa Melie ke sana, ingin Mentari bahagia. Topan tahu hanya Melie sahabat satu-satunya yang dimiliki Mentari. Sebelum mengajaknya ke rumah Topan terlebih dahulu meminta Melie bertemu, ia menjelaskan kenapa Mentari tidak berterus terang padanya tentang Dilan. Topan meluruskan kesalahpahaman antara keduanya.Melie setuju memaafkan sahabatnya dan setuju bertemu juga. Mentari sangat berterimakasih pada Topan karena bisa memperbaiki hubungan persahabatan mereka.“Aku sangat senang Kak Topan membawa Meli kesini,” ucap Mentari saat mereka bertiga duduk di ruang tamu.“Aku tidak ingin melihatmu sedih, itu sebabnya aku meminta Meli bertemu.”Kedua sahabat itu saling menatap dan sama-sama tertawa.“Aku minta maaf atas perkataanku hari itu, Tari,” ujar Melie dengan raut wajah menyesal.“Tidak apa-apa, kamu pantas marah padaku.”Topan berdiri, “Aku ingin memberikan waktu pada kalian berdua, aku ada pertemu
Hubungan pasangan suami istri itu kian membaik, setelah Topan memberi Mentari suntikan ala suami perkasa. Saat bumil cantik itu bangun Topan sudah membawakannya susu hangat dan roti bakar hangat.“Selamat pagi Sayang,” sapa Topan saat Mentari duduk. Kesadarannya belum terkumpul otaknya belum konek ke saraf-saraf otak, hanya diam dengan kedua bola mata memutar kekanan dan ke kiri, mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi.‘Kenapa Topan datang ke kamarku?’ tanya Mentari dalam hati.Melihat Mentari seperti orang bingung Topan duduk di sisi ranjang, ia menyisihkan anak rambut yang menutupi kening sang istri.“Kenapa terlihat bingung. Kamu hanya menjawab selamat pagi juga,” ujar Topan mencubit hidung mancung istri kecilnya.“Kenapa kamu ada disini.”Mendengar pertanyaan konyol Mentari, Topan tertawa kecil, “apa kamu lupa?”“Lupa …? Apa yang aku lupakan?” tanya Mentari bigung.Topan menarik selimut yang menutupi bagian tubuh Mentari, lalu ia mengedipkan sebelah mata memberi kode ka
Topan tersenyum kecil saat Mentari meninggalkannya di dapur, dalam otak Topan sudah menyusun rencana yang pakai untuk meluluhkan hati Mentari. Ia menoleh meja jus alpukat pesanan Mentari belum di minum sama sekali. Laki-laki tampan itu tersenyum, lalu berdiri membawa jus . Tiba di depan kamar Mentari ia mengetuk.“Siapa?”“Ini Aku, jus yang kamu pesan tadi belum di minum.”Mentari berdiri sebentar memikirkan alasan menolak membuka pintu.“Aku sudah mengantuk, besok saja.”“Besok tidak bisa diminum lagi, kamu yang mengatakan tadi tidak baik buang-buang makanan.”Mentari akhirnya membuka pintu, membiarkan Topan masuk ke dalam kamar yang ditempati. Sudah hampir tiga bulan sejak mereka tinggal bersama di rumah baru yang dibeli Topan. Keduanya menempati kamar terpisah sesuai permintaan Mentari. Selama mereka tinggal Mentari bahkan tidak memperbolehkan siapapun masuk ke dalam kamarnya. Pertama kalinya Topan masuk ke kamar tersebut. Di Atas meja ada banyak buku tebal yang dibaca Mentari
“Kamu tidak perlu melakukannya Untukku, lakukan saja itu untuk Kak Bulan.”Mendengar itu, wajah Topan berubah muram, “kamu istriku Mentari, aku tidak perlu menyuruhku memberi perhatian pada orang lain.”“Dia kakakku Topan.”“Aku tidak ingin Bulan, aku hanya butuh kamu dalam hidupku. Kamu dan anakku itu yang aku inginkan.”“Tapi dia menginginkan dirimu, dia sangat mencintaimu. Kalian berdua saling mencintai.”Topan tidak ingin berdebat di sana, ada banyak orang di restoran, kalau Mentari terus menerus membawa-bawa Bulan, ia bisa meledak.“Kita sudahi pembicaraan kita sampai di sini, stop membahas Bulan lagi,” potong Topan.Topan mengajaknya pulang, bahkan lupa membeli kebutuhan Mentari. Dalam mobil keduanya sama-sama diam. Topan fokus dengan kemudi sementara Bumil cantik itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Saat tiba di rumah, Topan keluar dari mobil meminta Mentari untuk duduk.“Mari kita bicara dan luruskan semuanya,” ucapnya sambil duduk di sofa di depan rumah mereka.“Baiklah.” M
Hubungan Topan dan Mentari sedikit membaik berkat kesabaran Topan. Laki-laki tampan itu memilih mengalah dan sabar untuk menghadapi sikap istri kecilnya. Mentari sudah mau bicara padanya , bahkan sudah mau duduk semeja dengan Topan, walau tidak tidur dengan satu kamar tapi ia akan tetap bertahan.“Apa kamu mau jalan-jalan bersamaku?” tanya Topan saat Mentari berdiri di tepi kolam renang.“Tidak usah, aku malas.”Topan tidak ingin memaksa, tetapi ia menawarkan hal yang lain.“Bagaimana dengan perlengkapanmu,apa masih ada? Kebetulan aku kehabisan parfum kalau kamu mau kita pergi bersama-sama.”Mentari memikirkan tawaran sang suami, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk memeriksa apa saja barang yang ia perlukan.“Baiklah, aku ikut,” ucap Mentari.Mendengar hal itu Topan merasa sangat bahagia, selama ini Mentari masih memasang tembok penghalang diantara mereka. Topan sudah bertekad akan penghalang asal ia sabar menghadapi sikap keras kepala Mentari.“Apa perlu kita meminta Melie menem
Mentari bersedia dibawa ke Jakarta dengan berbagai persyaratan yang harus dituruti Topan. Salah satunya tidak ingin tinggal di rumah ibu mertuanya. Mentari juga harus diperbolehkan mengikuti ujian susulan. Agar bayi dalam kandungan Mentari Topan melakukan semuanya, ia mengijinkan Mentari mengikuti ujian kelulusan. Selama masa ujian Topan tidak diperbolehkan bicara padanya, bahkan Mentari tidak pernah menemuinya selama berhari-hari. Mereka hidup satu atap, tapi bisa bertemu satu sama lain.Mentari sudah berbulan-bulan tidak bertemu sahabatnya Melie. Mentari meminta izin ingin bertemu Melie.“Kamu hamil anak siapa?” tanya Melie sahabatnya.“Hamil anak Topanlah Melie,” ujar Mentari mencubit lengan Melie.Kedua sahabat itu bertemu di sebuah café setelah menyelesaikan ujian kelulusan. Melie belum tahu kalau Dilan seorang perempuan. Mentari tidak ingin menutupinya lagi dari Melie.“Mel, aku ingin jujur sama kamu,” ucap Mentari dengan raut wajah serius.“Tentang apa?”“Dilan.”Mendenga
Setelah bertengkar hebat dengan istrinya Samudra merasa kepalanya ingin meledak. Ia tidak ingin pertengkaran mereka semakin melebar , ia berhenti menyudahi semua pertengkaran merekam keluar dari rumah. Saat ia keluar ternyata Mentari juga berdiri di sana. Hati Mentari begitu hancur, selama ini ia berpikir kalau Ibu yang ia sayangi menyayanginya juga, ternyata ia salah wanita itu membencinya. “Apa kamu mendengar pertengkaran kami?” tanya pria itu dengan khawatir.“Iya,” sahut Mentari dengan kepala menunduk.“Maafkan Ayah Nak.”Pria itu berjalan menuju bangku taman. Duduk sambil menatap hamparan laut luas. Suara deburan ombak menambah rasa pilu dalam hatinya.Setiap malam ia selalu duduk di sana mendengar deburan ombak yang indah. Semenjak pindah ke Bali Samudra merasakan ketenangan. Jauh dari hiruk pikuk ibu kota. Namun, kali ini ada perasaan yang berbeda saat duduk di sana. Ada perasaan yang sangat terluka akan sulit menyembuhkannya.Mentari juga duduk di samping ayahnya, pria it
Samudra tidak percaya dengan apa yang dilihat di depan matanya. Anak perempuan yang selama ini ia bangakan ternyata melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.“Bulan! Apa yang kamu lakukan? Dia suami adikmu, bahkan adikmu sedang hamil. Kenapa kamu tega melakukannya?”“Ayah … dengar dulu, ini tidak seperti yang ayah lihat,” bantah Bulan.“Stop! Kalian berdua tidak bisa mengelak. Saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri,” bentak Samudra.Pundaknya naik turun, wajahnya menghitam menahan luapan emosi yang ingin meledak. Tatapan mata tajam dia tujukan pada menantunya.“Kamu laki-laki bajingan, pergilah dari sini,” usirnya lagi.“Yah, maafkan saya, saya khilaf.” Topan bersimpuh di tanah.Saat ayahnya marah besar, tapi tidak untuk Mentari. Ia begitu tenang seolah-olah tahu kalau hal itu akan terjadi.“Apa karena itu kamu meminta menikah dengan Bulan? Dengar aku tidak akan memberikan kedua putriku pada bajingan seperti kamu. Ayo Nak kita pergi dari sini.” Samudra menggenggam ta
Setelah permintaan sang Ibu, sikap Mentari jadi berubah, wanita cantik itu lebih irit bicara, bahkan menghindar bertemu dengan keluarganya.“Apa kamu sakit Nak?” tanya Angkasa, saat melihat Mentari duduk di taman.“Tidak, aku hanya menikmati angin yang sejuk ini Yah.”“Masuklah ke dalam rumah, angin malam tidak baik untukmu dan bayimu,” ujar Ayahnya perhatian.Mentari masuk ke kamarnya hanya duduk diam dalam kamar. Kalau biasanya dia menyempatkan waktunya untuk mengobrol dan cerita-cerita berbagai hal dengan kakak dan Ibunya. Namun kali ini, ia berubah memilih masuk kamarnya. Ia lebih senang sendiri. Untuk hanya sekedar makan saja ia enggan untuk turun. *Samudra berpikir putrinya sedang mengidam, ia membawa makanan ke dalam kamar Mentari.“Ayah, membawa makanan yang kamu suka.” Pria yang sudah beruban itu meletakkan nampan diatas meja.“Terimakasih Yah, aku tidak apa-apa hanya lagi sibuk belajar untuk ujian nanti.”Samudra mengalihkan tatapannya ke buku-buku diatas meja,